SOLOPOS.COM - Ilustrasi menyusun resolusi keuangan. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Angka kesehatan finansial Indonesia masih jauh lebih rendah dari angka ideal. Hal ini tercermin dari riset OCBC NISP Financial Fitness Index yang diakses Solopos.com, di laman ocbc.id, pada Selasa (23/1/2024).

Dalam riset tersebut tercatat skor kesehatan finansial pada 2023 naik 1,10 poin menjadi 41,16 poin. Angka ini masih jauh dari kata ideal. Sebagai perbandingan angka kesehatan finansial di Singapura ada di angka 61 poin.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Riset ini dibuat berdasarkan model OCBC Wellness Index Singapore.

Survei dilaksanakan pada Juli 2023 hingga Agustus 2023, melibatkan 1.351 responden usia 25 tahun hingga 35 tahun dari sembilan kota besar di Indonesia yakni Jabodetabek, Surabaya, Medan, Bandung, dan Makassar.

Riset tersebut membuktikan sebanyak 53% generasi muda Indonesia merasa percaya diri perencanaan finansial mereka saat ini akan memberikan kesuksesan finansial di masa depan.

Meskipun skor kesehatan finansial meningkat, tapi 72% masyarakat menyatakan belum paham produk investasi.

Terbukti hanya 8% responden telah melakukan investasi yang lebih terstruktur seperti reksa dana, saham, dan tabungan berjangka.

Riset tersebut juga mencatat 35% responden melakukan pengeluaran besar implusif. Sebanyak 12% memiliki pengeluaran yang melebihi pendapatan.

Ada beberapa indikator untuk melihat kesehatan finansial, misalnya financial basic yang meliputi mampu membayar cicilan kredit kepemilikan rumah (KPR), setiap bulan, kemudian mampu berbelanja (di luar kebutuhan sehari-hari) tanpa berdampak pada rencana keuangan, dan lainnya.

Indikator kesehatan finansial juga dilihat dari aspek financial growth, misalnya sudah memiliki investasi atau memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan saat pensiun.

Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Nurul Istiqomah menyebut ada beberapa rincian alokasi dana tertentu yang bisa dilakukan sejak dini.

Misalnya alokasi untuk zakat/sedekah sekitar 2,5% hingga 10 % dari pendapatan, kemudian kebutuhan operasional sesuai sebesar 40% hingga 60 %. Serta alokasi untuk tabungan atau investasi minimal 10% dari pendapatan.

“Kita, sebagai makhluk ekonomi hanya bisa mengontrol terhadap pengeluaran dibandingkan dengan pendapatan. Sehingga supaya dalam masa tua tidak mengalami kekurangan finansial, maka semenjak muda harus dibiasakan untuk mengontrol pengeluaran yang bisa kita lakukan,” ujar Nurul saat dihubungi wartawan pada Jumat (19/1/2024).

Menurutnya jika literasi keuangan semakin tinggi, sebenarnya bisa membuat anak muda untuk bisa memilah mana pengeluaran yang merupakan kebutuhan dan tidak hanya berdasarkan keinginan semata.

Nurul menilai anak muda akan konsumtif jika mereka meniru gaya hidup yang hedon di media sosial atau hidup untuk mengejar pengakuan dari lingkungan saja.

Tetapi, sekarang ini menurut dia sudah banyak anak muda yang aware terhadap pengelolaan finansial, dengan adanya fenomena frugal living yang sedang berkembang di masyarakat.

Menurut Nurul itu akan mempengaruhi anak muda dalam mengelola finansial mereka. Oleh sebab itu, di masa yang akan datang kekurangan finansial tidak akan terjadi.

“Dana darurat dan dana pensiun memang sekarang ini sangat perlu kita fikirkan supaya memutus mata rantai sandwich generation yang ada di Indonesia. Generasi sandwich bisa diputus mata rantainya ketika sekarang kita hidup dengan standar sesuai kebutuhan. Dana darurat atau dana pensiun tersebut perlu kita persiapkan untuk mengatasi risiko di masa depan yang masih penuh dengan ketidakpastian,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya