Bisnis
Selasa, 20 Juni 2023 - 21:52 WIB

Setelah Pandemi Covid-19, Sektor Ritel Soloraya Harus Berhadapan dengan Olshop

Galih Aprilia Wibowo  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pengunjung di Transmart Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Selasa (20/6/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi industri ritel di Tanah Air sesuai pandemi Covid-19. Merek-merek besar yang mulai ekspansi ke luar pusat perbelanjaan atau mal menjadi salah satu faktornya.

Ketua Himpunan Peritel Penyewa Pusat Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Jawa Tengah (Jateng), Liliek Setiawan menjelaskan industri ritel saat ini menghadapi tantangan besar.

Advertisement

Ia menilai industri ritel memang tidak beriringan dengan pertumbuhan perekonomian.

“Kalau lihat pertumbuhan perekonomian saat ini sudah 36 bulan sejak April 2020 hingga Maret 2023, kuartal I baru keluar laporannya BI [Bank Indonesia] progres perekonomian perubahan tingkat pertumbuhan kita kan positif, tapi kondisi ritel tidak demikian,” papar Liliek saat dihubungi Solopos.com pada Selasa (20/6/2023).

Advertisement

“Kalau lihat pertumbuhan perekonomian saat ini sudah 36 bulan sejak April 2020 hingga Maret 2023, kuartal I baru keluar laporannya BI [Bank Indonesia] progres perekonomian perubahan tingkat pertumbuhan kita kan positif, tapi kondisi ritel tidak demikian,” papar Liliek saat dihubungi Solopos.com pada Selasa (20/6/2023).

Pada 2020 lalu, industri ritel sudah terpuruk karena pandemi Covid-19. Liliek menilai walaupun pusat perbelanjaan atau mal sudah terbuka, masyarakat masih belum sepenuhnya berani untuk memasuki mal.

Jadi, sektor ritel saat ini lebih banyak terdukung melalui online daripada offline.

Advertisement

Selain itu, ia menilai proses manufaktur di Indonesia menjadi salah satu yang termahal di dunia. Hal ini disebabkan efisiensi biaya-biaya manufkatur bukan karena faktor kualitas, misalnya mesin-mesin yang sudah tua.

Ketika memerlukan investasi mesin, untuk memperbarui hal tersebut memang harus dibutuhkan bantuan dari sektor lembaga keuangan. Ia menguraikan biaya impor  yang cukup mahal dari segi logistik, membuat harga barang juga menjadi lebih mahal ketika sampai di Indonesia.

Fenomena merek-merek besar yang ekspansi di luar pusat perbelanjaan atau mal dan memilih mendirikan outlet sendiri juga menjadi kesulitan bagi pihak peritel.

Advertisement

Hal tersebut terjadi pada merek besar pada sektor food and bevarage (FnB) seperti McDonalds, Yoshinoya, Hokben. Setelah sektor FnB mulai meninggalkan pusat perbelanjaan, kemudian disusul dengan merek besar seperti Miniso dan Mr DIY

Liliek menilai merek besar tersebut telah memiliki branding ternama sehingga konsumen bakal mengikuti dimana pun market mereka.

Ia juga mencontohkan saat ini di Jakarta Uniqlo telah mendirikan distrik atau wilayah sendiri dengan fasilitas pendukung seperti foodcourt.

Advertisement

Ketika peritel menyasar produk lokal, tentunya biaya sewa di mal tentu menjadi pertimbangan besar. Selain itu, tren online market, melalui e-commerce atau lokapasar membuat peritel harus mengikuti pola konsumen.

Terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia DPC Soloraya, Bambang Sunarno, menjelaskan sektor ritel di Soloraya sudah cukup pulih seusai pandemi, namun masih berproses.

Dari segi kunjungan konsumen sudah mulai bergeliat, apalagi didukung dari sektor usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sementara itu dilansir dari Majalah Real Estate Indonesia Oktober 2022, pada laman rei.or.id, APPBI memproyeksi bisnis pusat perbelanjaan akan memasuki masa normal pada 2023.

Saat ini sedang dalam proses pemulihan yang ditandai dengan kebijakan sejumlah pengelola pusat perbelanjaan yang mulai menghapus atau mengurangi insentif untuk penyewa atau tenant.

Ketua APPBI, Alphonzus Widjaja mengungkapkan pengelola pusat perbelanjaan mulai menghapus atau  mengurangi insentif kepada penyewa karena kondisi sudah dianggap normal.

Toko dan gerai baru pun sudah mulai bermunculan, baik restoran maupun non-restoran.

Sementara tahun ini, industri ritel diyakini akan tetap tumbuh 5%-10%. Terlihat dari tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan rata-rata sudah mencapai 80%. Bahkan di beberapa mall sudah ada yang mencapai 100% tingkat kunjungan.

Tren kedatangan pengunjung juga terus meningkat dari 50% pada 2020, naik 60% di 2021 dan naik lagi menjadi 80%-100% di 2022.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif