SOLOPOS.COM - Ilustrasi tindak korupsi.(freepik.com).

Solopos.com, SOLO — Sektor swasta diajak aware terhadap isu tindak pidana korupsi (tipikor). Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat 359 pelaku tipikor sektor swasta selama 2004-2021 atau sekitar 26% dari total pelaku tipikor di Indonesia.

Hal itu disampaikan anggota kegiatan Pengabdian Masyarakat Pusat Studi Transparansi dan Anti Korupsi (Pustapako) Universitas Negeri Sebelas Maret, Anita Zulfiani dalam acara Pengabdian Masyarakat Pustapako UNS di Loji Hotel Solo, Selasa (11/7/2023).

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Agenda bertajuk Diseminasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Keuangan sebagai Upaya Prevensi Tindak Pidana Korupsi untuk Sektor Swasta tersebut juga menggandeng anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo.

Kasus Korupsi Swasta

Beberapa kasus korupsi yang melibatkan swasta dilansir dari Bisnis.com dan materi diskusi.

1. Surya Darmadi

Pemilik Duta Palma Group yang terjerat kasus korupsi alih fungsi lahan kawasan hutan di Riau. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menghukumnya 15 tahun penjara di tingkat banding yang diputuskan, Selasa (13/6/2023).

Hukumannya juga termasuk membayar uang pengganti senilai Rp2,2 T dan uang kerugian perekonomian negara sebesar Rp39,7 T.

Majelis Hakim memutuskan aset dan harta Surya Darmadi akan dilelang untuk membayar uang pengganti dan kerugian negara. Jika tidak memiliki aset, uang akan diganti dengan pidana penjara 5 tahun.

Tuntutan dari jaksa penuntut umum adalah pidana penjara selama seumur hidup, denda Rp1 M subsider kurungan enam bulan penjara. Tuntutan juga termasuk mengganti kerugian keuangan atau perekonomian negara dengan nilai hingga triliunan rupiah.

Merugikan keuangan negara sebesar Rp87 T (materi Anita Zulfiani)

2. Kasus TPPI

Kasus TPPI (Trans Pasific Petrochemical Indotama) melibatkan Mantan Direktur Utama dan pendiri PT TPPI, Honggo Wendratno.

Honggo dinilai terbukti rugikan keuangan negara senilai US$2,71 M atau Rp37,8 T dalam penunjukkan kondensat bagian negara.

Vonis hukumannya adalah 16 tahun penjara dan denda Rp1 M subsider 6 bulan kurungan.

Kasus juga melibatkan Mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Keduanya divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Honggo bersama Raden Priyono dan Djoko Harsono dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai US$2,71 M, bermula ketika Honggo saat menjabat Dirut PT TPPI mengajukan program public service obligation (PSO) lewat surat ke BP Migas.

Honggo mengklaim selain mampu menghasilkan produk aromatik (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor : TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.

Sementara, saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi serta memiliki utang kepada PT Pertamina (Persero).

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tetapi penunjukkan itu menyalahi prosedur.

Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara, sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa selain itu penunjukan PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.

Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran.

Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.

PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.

Kerugian negara: Rp42,4 T (materi Anita Zulfiani)

3. Kasus Bank Century

Keuangan negara dirugikan sebesar Rp7 T. Kasus berawal dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp1 T. pengajuan repo aset dilakukan guna meningkatkan likuiditas Bank Century.



Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati.

Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Mantan Direktur Pengawasan Bank 1 BI, Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank.

Zainal lalu berkirim surat ke Mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono pada 30 Oktober 2008. Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century.

Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek). Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu.

Ketidak layakan Bank Century menerima FPJP disebabkan capital adequacy ratio (CAR) bank tersebut di bawah 8%, batas minimun yang ditetapkan BI.

4. Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)

Merugikan keuangan negara sebesar Rp4,58 T, sanksi pidana penjara selama 13 tahun (sumber materi Anita Zulfiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya