SOLOPOS.COM - Sejumlah pedagang yang masih menyediakan QRIS di lantai dua Pasar Gede, Surodiroprajan, Jebres, Solo. Kamis (13/7/2023).(Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Sejumlah pedagang di Pasar Gede, Surodiroprajan, Jebres, sudah tidak lagi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk bertransaksi sejak beberapa waktu lalu.

Mereka memilih bertransaksi secara tunai dibandingkan secara digital. Menurut para pedagang, membayar secara tunai selain lebih jelas dan lebih mudah pembukuannya juga bisa mendekatkan hubungan antara penjual dan pembeli.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Selain itu, mereka juga mengatakan beberapa kode QRIS mereka lepas atau hilang. Salah satu pedagang di Pasar Gede, Handayani, 51, saat ditemui Solopos.com mengatakan sudah tidak lagi menggunakan QRIS untuk berjualan.

Ia menjelaskan, kode QRIS-nya sudah hilang sejak awal tahun ini dan belum mendapatkan yang baru.

“Saya tempel di dekat gerobak terus kayaknya lepas dan akhirnya kesapu, sampai sekarang belum minta lagi, jadi semua transaksi sekarang tunai pakainya,” ulasnya, Kamis (13/7/2023).

Ia melanjutkan, para pelanggannya tidak keberatan bertransaksi tanpa QRIS. Handayani menjelaskan, bertransaksi secara tunai justru menguntungkannya karena bisa bercengkrama dengan para pembeli sekaligus membuat penjualannya naik.

“Karena enggak pakai QRIS jadi pembeli dan saya bisa ngobrol dulu habis belanja, terus mereka beli lagi, jadi penjualan saya naik. Kalau pakai QRIS orang cenderung beli langsung pulang, jadi enggak ada waktu buat ngobrol. Enggak semua pembeli juga punya mobile banking untuk bertransaksi secara nontunai,” ulasnya.

Ia melanjutkan, sehari bisa mendapatkan pemasukan Rp500.000 sampai Rp2 juta. Sehingga, ketika pembeli membayar secara tunai, pembukuannya jauh lebih jelas.

“Saya catat sendiri biasanya per hari pemasukannya berapa, jadi kalau secara tunai lebih bisa dilihat dan jelas pemasukan dan penjualannya berapa,” kata dia.

Cerita serupa juga dikatakan oleh Wardoyo, 59, yang berjualan buah di Pasar Gede.

Ia menjelaskan, kode QRIS nya sudah tidak lagi digunakan dan hanya disimpan. Wardoyo menyebut, pelangannya banyak yang memilih menggunakan transaksi secara tunai.

“Memang waktu pandemi ada yang pakai QRIS karena memang disarankan, tapi semakin ke sini lebih banyak yang bertransaksi secara tunai soalnya lebih mudah dan cepat. Selain itu bertransaksi secara tunai juga mempererat persaudaraan karena bisa ngobrol dulu sambil memilih yang mau dibeli,” ucapnya.

Ia menyebut, per hari bisa mencatat penjualan hingga Rp3 juta, tergantung musim dan pengunjung yang datang.

“Saya ada beberapa langganan yang memang sudah lama beli di sini, kalau dilihat, yang beli dalam partai besar lebih banyak yang pakai tunai,” ulasnya.

Wardoyo melanjutkan, tetap menyediakan QRIS jika memang ada pembeli yang ingin bertransaksi secara nontunai. Namun, ia mengatakan sejauh ini pembeli lebih banyak memilih bertransaksi secara tunai.

“Kalau yang beli pakai QRIS biasanya dalam jumlah sedikit, sedangakan kalau yang beli banyak biasanya memang pakai tunai. Kalau dibandingkan, lebih banyak yang beli secara tunai dibandingkan nontunai, apalagi setelah pandemi dinyatakan berakhir, orang lebih memilih pakai tunai karena praktis enggak perlu aplikasi,” jelasnya.

Pembeli Masih Butuh QRIS

Sementara, keputusan tak menggunakan QRIS tak sepenuhnya didukung pembeli. Sejumlah pembeli di Pasar Gede, Surodiroprajan, Jebres, mengeluhkan banyaknya penjual yang tidak memiliki QRIS, sehingga mereka terpaksa bertransaksi secara tunai.

Salah satu pembeli di Pasar Gede, Isni, 26, terpaksa membeli buah secara tunai di salah satu kios karena penjualnya tidak memiliki QRIS.

“Saya beli pisang sama melon, niatnya membayar pakai QRIS, tapi ternyata penjualnya enggak punya, jadi terpaksa belinya secara tunai sebesar Rp28.000,” ujarnya kepada Solopos.com, Kamis (13/7/2023).

Berbeda dengan penjual buah, penjual makanan dan minuman di lantai dua Pasar Gede rata-rata masih banyak yang melayani transaksi secara nontunai.

Padahal, semua pedagang di Pasar Gede seharusnya melayani transaksi secara nontunai agar lebih mudah.

“Kalau di lantai dua tadi banyak yang masih melayani QRIS, sepertinya hampir semua malah pakai QRIS. Justru yang di lantai satu beberapa penjual enggak punya QRIS. Semestinya semua pedagang bisa melayani QRIS karena saat ini lebih gampang,” jelasnya.

Sebaliknya, pembeli lain, Purwadi, 48, menyebut lebih mudah membayar secara tunai dibandingkan QRIS. Kembalian yang didapatkannya bisa digunakan untuk membeli barang lain atau membayar parkir.

“Sebenarnya lebih nyaman pakai tunai, karena kalau pakai non tunai, lebih sering untuk kesulitan buat membayar parkir atau mau beli barang lainnya. Dulu waktu pandemi dan ketika mau bayar parkir, seringkali malah enggak bisa bayar karena lupa bawa uang tunai, sedangkan kalau transaksi pakai uang tunai bisa ada kembalian untuk membayar parkir,” jelasnya.



“Saya sebenarnya juga sudah terbiasa menggunakan QRIS apalagi saat pandemi, opsinya selain transfer yang bayar pakai QRIS. Tapi kalau disuruh memilih tetap lebih mudah membayarnya secara tunai,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya