SOLOPOS.COM - Pameran Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi Solo, Selasa (14/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita).

Solopos.com, SOLO — Sejarah thrifting di Indonesia diulas Faiz Salman Ar-rosyiid dalam skripsinya berjudul Thrifting as a Cultural Studies: Representasi Budaya Thrifting sebagai Identitas Sosial yang ditulis pada 2022.

Solopos.com mengakses skripsi tersebut di laman digilab.uns.ac.id. pada Jumat (17/3/2023).

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Sejarah munculnya budaya thrifting di Indonesia secara bisnis, awalnya berkembang di wilayah pesisir laut Indonesia.

Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, seperti Sumatera, Batam, Kalimantan, hingga Sulawesi jadi pintu masuk impor pakaian bekas.

Semakin lama, bisnis pakaian impor bekas ekspansi ke Pulau Jawa. Semua menjual dengan embel-embel ‘barang impor’ ketimbang memberikan label pada barang dagangan mereka dengan ‘barang bekas’.

Masuknya, bisnis barang bekas berawal dari pengiriman berupa ball yang masuk melalui pesisir Indonesia dan kemudian tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia.

Penjualan barang bekas diawali dengan tren ngawul, yaitu pergi ke suatu tempat yang menyediakan berbagai macam barang bekas baik impor maupun dari dalam negeri sendiri.

Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, tren ngawul berubah menjadi thrifting yang kemudian juga bermunculan toko barang bekas dengan konsep thrift shop yang lebih tertata rapi dan juga mengedepankan pelayanan kepada konsumen.

Berdasarkan sejarahnya di Indonesia, ada beberapa sebab thrifting terjadi dan berlangsung sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satunya market atau pasar.

Market atau yang dikenal sebagai pasar merupakan sebuah tempat atau ruang yang bertindak sebagai fasilitas pada aktivitas transaksi antara penjual dan pembeli.

Thrifting yang merupakan proses konsumsi barang bekas juga memerlukan market agar kegiatan jual beli barang bekas dapat terjadi. Tiga market pada thrifting, yaitu pasar awul, thrift shop, dan event thrift.

Sesuai perkembangannya, thrifting memiliki banyak cara dalam memasarkan barang-barang bekasnya untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Bermula dari sebuah penampungan barang bekas yang kemudian didonasikan bagi warga yang membutuhkan secara cuma-cuma, kemudian bergeser menjadi sebuah ladang bisnis karena melihat sebuah keuntungan di dalamnya.

Bisnis tersebut dikemas dalam konsep pertokoan yang kemudian disebut sebagai ‘thrift shop’ atau ‘thrift store’.

Seperti diketahui, persoalan thrifting jadi bola panas ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut buka suara dengan membuat larangan jual beli produk pakaian dan sepatu bekas impor karena dianggap menganggu perkembangan industri lokal.

Jokowi meminta jajarannya membereskan persoalan impor ilegal terutama produk tekstil bekas yang mengancam keberadaan industri lokal. Jokowi memerintahkan jajarannya untuk mengungkap praktik importasi ilegal ini hingga tuntas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya