SOLOPOS.COM - Pameran thrifting Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi Solo, Selasa (14/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita).

Solopos.com, SOLO — Di Indonesia maupun negara lain, thrifting yang digawangi para gen Z ini dulu juga jadi simbol gerakan sustainable style statement.

Beberapa gen Z mulai melek isu global tentang industri mode yang terlalu banyak menyumbang pencemaran lingkungan.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Bahkan menempati angka kedua setelah limbah minyak. Di sisi lain, tren fast fashion yang berganti secara masif juga tak pernah benar-benar memikirkan kesejahteraan pegawai.

Hal itu pula yang membuat komunitas Zerowaste menginisiasi Fashion Revolution pada April 2020.

Solopos.com pernah wawancara salah satu pegiat kampanye tersebut, Risa Vibia, dua tahun silam.

Risa kala itu mengatakan runtuhnya bangunan pabrik pakaian branded di Rana Plaza, Bangladesh, 2013, mengingatkan kita semua tentang bahaya fast fashion.

Tragedi yang menyebabkan 1.042 orang tewas dan 2.500 luka-luka tersebut membuktikan bahwa pakaian yang diproduksi masal tak hanya berdampak pada buruknya lingkungan.

Tapi juga keselamatan dan kesejahteraan pegawai di bagian produksi. Mereka dipaksa cepat, mengikuti tren pasar yang dibangun oleh kapitalis. Tujuannya tentu saja meraup untung sebesar-besarnya bagi para pengusaha.

Di kediamannya, Yogyakarta, Risa, juga menginisiasi kampanye slow fashion lewat sejumlah acara.

Mulai dari Thrifting Paradise, Pindah Tangan, hingga menjadi duta tukar baju zero waste. Bentuk kegiatannya beragam. Mulai berjualan baju bekas, hingga saling tukar baju layak pakai.

“Yang pasti tujuannya adalah memperpanjang usia barang. Sebagai pemakai baju, kita harus tau jelas dan bertanggungjawab atas pakaian kita. Dari hulu ke hilir harus jelas. Kalau beli baju, nantinya baju kita mau dibawa ke mana kalau sudah enggak terpakai,” kata Risa.

Hal itu pula yang selama ini Risa lakukan. Ia hampir jarang membeli baju baru. Risa memanfaatkan koleksi busana yang ada di rumah.

Kalaupun terpaksa membeli, mencari pakaian bekas yang layak pakai. Tentunya baju dengan narasi yang jelas. Bukan sekadar bagus, branded, dan murah.

Berburu thrifting maupun second hand juga menjadi salah satu hobi Risa. Biasanya dia tak hanya mencari bran luar negeri, namun juga produk lokal.

Keduanya kemudian dikombinasikan dalam bentuk produk upcycling atau daur ulang.

Selain memberikan dukungan, Risa, juga mengritisi thrifting yang terlalu masif. Menurutnya kurasi jual beli baju bekas juga harus jelas.

Tujuannya agar tren ini jangan sampai membuat Indonesia menjadi negara buangan sampah fesyen.

Mengingat, jika menilik sejarahnya di Indonesia maupun negara lain, tujuan thrifting seharusnya adalah untuk menjaga alam, bukan justru merusak alam.

“Kalau di luar negeri, thrifting merupakan upaya melawan fast fashion bran ternama di negaranya. Pembeli memilih baju second hand agar para perusahaan tak kembali memproduksi barang secara massal. Tapi adopsinya di negara kita memang agak berbeda. Kita hanya perlu meluruskannya,” terangnya saat itu.

Pesisir Laut Indonesia

Sejarah thrifting di Indonesia juga diulas Faiz Salman Ar-rosyiid dalam skripsinya berjudul Thrifting as a Cultural Studies: Representasi Budaya Thrifting sebagai Identitas Sosial yang ditulis pada 2022.

Solopos.com mengakses skripsi tersebut di laman digilab.uns.ac.id. pada Jumat (17/3/2023).

Sejarah munculnya budaya thrifting di Indonesia secara bisnis, awalnya berkembang di wilayah pesisir laut Indonesia.

Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, seperti Sumatera, Batam, Kalimantan, hingga Sulawesi jadi pintu masuk impor pakaian bekas.

Semakin lama, bisnis pakaian impor bekas ekspansi ke Pulau Jawa. Semua menjual dengan embel-embel ‘barang impor’ ketimbang memberikan label pada barang dagangan mereka dengan ‘barang bekas’.



Masuknya, bisnis barang bekas berawal dari pengiriman berupa ball yang masuk melalui pesisir Indonesia dan kemudian tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia.

Penjualan barang bekas diawali dengan tren ngawul, yaitu pergi ke suatu tempat yang menyediakan berbagai macam barang bekas baik impor maupun dari dalam negeri sendiri.

Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, tren ngawul berubah menjadi thrifting yang kemudian juga bermunculan toko barang bekas dengan konsep thrift shop yang lebih tertata rapi dan juga mengedepankan pelayanan kepada konsumen.

Berdasarkan sejarahnya di Indonesia, ada beberapa sebab thrifting terjadi dan berlangsung sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satunya market atau pasar.

Market atau yang dikenal sebagai pasar merupakan sebuah tempat atau ruang yang bertindak sebagai fasilitas pada aktivitas transaksi antara penjual dan pembeli.

Thrifting yang merupakan proses konsumsi barang bekas juga memerlukan market agar kegiatan jual beli barang bekas dapat terjadi. Tiga market pada thrifting, yaitu pasar awul, thrift shop, dan event thrift.

Sesuai perkembangannya, thrifting memiliki banyak cara dalam memasarkan barang-barang bekasnya untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Bermula dari sebuah penampungan barang bekas yang kemudian didonasikan bagi warga yang membutuhkan secara cuma-cuma, kemudian bergeser menjadi sebuah ladang bisnis karena melihat sebuah keuntungan di dalamnya.

Seperti diketahui, persoalan thrifting jadi bola panas ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut buka suara dengan membuat larangan jual beli produk pakaian dan sepatu bekas impor karena dianggap menganggu perkembangan industri lokal.

Jokowi meminta jajarannya membereskan persoalan impor ilegal terutama produk tekstil bekas yang mengancam keberadaan industri lokal. Jokowi memerintahkan jajarannya untuk mengungkap praktik importasi ilegal ini hingga tuntas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya