SOLOPOS.COM - Lokasi penjualan awul-awul yang legendaris di kawasan trotoar Jl S Parman, Gilingan, Banjarsari, Solo. Foto diambil Selasa (14/12/2021). (Solopos.com/Chelin Indra Sushmita).

Solopos.com, SOLO — Sejak puluhan tahun silam Solo memiliki beberapa pasar penjual pakaian bekas atau pasar awul-awul.

Ada tiga yang cukup melegenda, yakni pasar awul yang berada di pasar tetap yaitu Pasar Legen Jatinom Klaten, Pasar Notoharjo Solo, dan Jl. Letjen S. Parman, Gilingan, Banjarsari, Solo.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

  1. Pasar Legen Jatinom Klaten

Pasar Legen di Lapangan Bonyokan, Desa Bonyokan, Kecamatan Jatinom, Klaten, hanya buka pada hari pasaran Legi. Pada hari itu lapangan itu mendadak ramai.

Saking ramainya, tak jarang ruas jalan Klaten-Boyolali via Jatinom macet ketika hari pasaran itu tiba. Dari tengah lapangan hingga meluber ke tepi jalan raya Jatinom-Klaten, pedagang bertebaran menjajakan aneka barang.

2. Pasar Notoharjo Solo

Pasar Klitikan Notoharjo yang beralamat di Semanggi, Pasar Kliwon, Solo ini menjual berbagai produk awul-awul. Ada yang baru, namun banyak juga produk setengah pakai atau bekas.

Bukan hanya pakaian, berbagai produk lain mulai dari onderdil bekas, aksesori kendaraan dan sebagainya juga tersedia di pasar tersebut. Sedangkan khusus pakaian setengah pakai, ada di beberapa los di sisi tengah.

3. Pasar Gilingan Solo

Pasar awul-awul ini lokasinya di sebelah utara rel kereta api Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Solo, atau sekitar  trotoar sepanjang Jl S. Parman hingga sebelum rel kereta api.

Beberapa pedagang barang bekas mulai dari pakaian, sepatu, hingga ponsel.

Market Thrifting

Pasar awul-awul merupakan ruang jual beli barang bekas, baik barang elektronik maupun baju bekas yang sekarang juga ramai disebut thrifting.

Thrifting yang merupakan proses konsumsi barang bekas sangat memerlukan market agar kegiatan jual beli barang bekas dapat terjadi.

Tiga market pada thrifting, yaitu pasar awul, thrift shop, dan event thrift.

Sesuai perkembangannya, thrifting memiliki banyak cara dalam memasarkan barang-barang bekasnya untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Namun, di Indonesia sistem pertokoan belum ramai digunakan pada awal perkembangannya. Sistem yang digunakan pada awal perkembangan yaitu masih berupa ‘pasar awul’.

Pasar awul merupakan sebuah kios atau lapak yang menjual barang bekas di pasar, baik di pasar tetap, pasar malam, maupun di pinggir jalan yang sering kali disebut toko awul.

Pasar awul-awul yang berada di pasar tetap yaitu Pasar Legen Jatinom Klaten dan Pasar Notoharjo Solo.

Selain itu terdapat pula pasar awul yang terdapat di pasar malam atau sekaten. Para pedagang menyewa tempat untuk menjajakan barang bekas dagangannya selama pasar malam berlangsung.

Kemudian sering juga ditemukan penjual awul yang menjajakan barang dagangannya di pinggir jalan, di Solo sendiri dapat ditemukan di Jl. Letjen S. Parman, Gilingan, Banjarsari, Solo.

Teknologi yang semakin berkembang menyebabkan informasi makin mudah didapat, hal ini sejalan dengan budaya thrifting yang semakin berkembang.

Dimulai dengan berubahnya istilah-istilah dari berbagai daerah mengenai barang bekas menjadi thrift dan kegiatannya yang disebut sebagai thrifting.

Konsep penjualan barang bekas pun mulai berkiblat pada orientasi global yaitu bukan lagi di pasar seperti awul-awul di Solo.

Melainkan di sebuah thrift shop yang barangnya dikelola sedemikian rupa agar lebih menarik dan tidak terkesan sebagai barang sampah.

Penyajian yang lebih pantas seperti halnya menyajikan barang baru untuk dikonsumsi sebagai barang baru bagi masyarakat.



Konsep thrift shop pun juga tidak hanya berupa toko secara fisik saja melainkan juga dalam bentuk daring (online) dan bahkan kebanyakan thrift shop saat ini menggunakan sistem hybrid yaitu gabungan antara toko fisik dan daring.

Perkembangan thrifting juga tidak lepas dari munculnya event (acara) thrifting yang diadakan oleh perkumpulan penjual thrift maupun event organizer (penyelenggara acara).

Event tersebut diciptakan untuk mengumpulkan para penjual thrift di satu tempat dalam rangka menjajakan dagangannya.

Dengan hal itu, pembeli pun dengan mudah mendapatkan barang yang diinginkannya dengan datang ke acara tersebut mengingat banyaknya juga penjual yang ada di acara tersebut.

Selain untuk menjajakan barang dagangannya, para penjual juga menjadikan acara tersebut sebagai ajang silaturahmi dan momen untuk unjuk diri dari koleksi yang dimiliki oleh masing-masing penjual maupun pembeli yang datang.

Mereka datang untuk merayakan atas adanya budaya thrifting dengan berkumpul dan tentunya melakukan aktivitas thrifting secara massal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya