SOLOPOS.COM - Ilustrasi mudahnya mengakses pinjaman online. (freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Sebagian besar pengguna pinjaman online atau dalam jaringan (pinjol) dan pay later merupakan penduduk yang masuk kategori unbanked dan underbanked.

“Masyarakat kita itu masih banyak unbanked dan underbanked, di mana unbanked sama underbanked ini tidak bisa diservis oleh layanan perbankan formal, dan ini yang menyebabkan banyak sekali masyarakat yang akhirnya memilih pinjaman online ataupun pay later untuk pembiayaan mereka, baik itu konsumtif maupun produktif,” ujar Peneliti ekonomi digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda dalam Diskusi Publik “Bahaya Pinjaman Online Bagi Penduduk Usia Muda” secara virtual diikuti di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Hingga Desember 2022, pertumbuhan pinjol sebesar 71 persen dan 18 persen hingga Juli 2023. Adapun pertumbuhan pay later diperkirakan rata-rata 32,5 persen per tahun sejak 2022 hingga 2028.

Menurut dia, peningkatan penggunaan pinjol tidak dibarengi dengan financial knowledge, dan literasi keuangan yang masih bertahan di angka 49 persen pada tahun 2022.

“Ini yang menyebabkan akhirnya banyak sekali masyarakat kita yang akhirnya mereka mau pinjam di pinjol, tapi pinjaman yang ilegal, bukan yang legal, karena literasi keuangan mereka rendah dan kemampuan financial knowledge mereka juga relatif rendah,” ucap Nailul.

Rata-rata financial knowledge pengguna pinjol dinilai rendah, sehingga mereka masuk ke dalam karakteristik peminjam yang memiliki kredit macet.

Per Juni 2023, mereka yang berada di bawah usia 19 tahun memiliki rata-rata kredit macet Rp2 juta dan Rp2,2 juta untuk mereka yang masuk kategori usia 19-34 tahun.

“Kredit macet untuk yang usia muda itu ternyata meningkat di awal tahun 2022 sampai pertengahan tahun 2022. Nah, fenomena ini memang sangat, ya kalau kita bilang ini sangat lost sekali, di mana usia 19 tahun ke bawah itu sudah masuk ke kredit macet,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kredit macet lebih dari 90 hari atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) mengalami peningkatan selama tujuh bulan pertama 2023.

Data Statistik P2P Lending edisi Juli 2023 yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Jumat (1/9/2023) menunjukkan kredit macet agregat pinjol terus mendaki hingga Juli 2023, meski pernah membaik pada Februari 2023 di level 2,69 persen. Selama tujuh bulan 2023, OJK melaporkan tingkat wanprestasi 90 hari di titik tertinggi berada pada Juli 2023 yang mencapai 3,47 persen.

Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, di mana pada masa itu TWP90 fintech P2P lending berada di level 2,67 persen. Secara terperinci, pada bulan pertama 2023, TWP90 agregat pinjol berada di level 2,75 persen. Kemudian membaik pada Februari 2023 di angka 2,69 persen. Lalu, kredit macet naik menjadi 2,81 persen dan 2,82 persen masing-masing pada Maret 2023 dan April 2023.

Sementara itu, pada Mei 2023—Juni 2023, kondisinya menjadi 3,36 persen dan 3,29 persen. Serta, pada Juli 2023 menyentuh 3,47 persen secara agregat. Saat ditelusuri, wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Banten menjadi tingkat kredit macet 90 hari tertinggi pada Juli 2023. Kedua wilayah ini masing-masing mencatatkan TWP90 di level 6,74 persen dan 4,89 persen.

Bahkan per Juli 2023, OJK mencatat terdapat 23 pemain fintech P2P lending yang memiliki TWP90 lebih dari 5 persen.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya