SOLOPOS.COM - Sampah plastik. (Freepik).

Solopos.com, SOLO — Ecobrick atau bata ramah lingkungan menjadi salah satu alternatif dalam mengurangi dan mengelola sampah plastik. Selain menjadi solusi isu lingkungan, ecobrick juga bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah karena saat ini tengah marak perjualbelikan di marketplace.

Sebagai informasi, ecobrick merupakan botol plastik yang diisi padat dengan limbah non-biological untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Batu bata ramah lingkungan ini adalah teknologi berbasis kolaborasi yang menyediakan solusi limbah padat tanpa biaya untuk individu, rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, di salah satu marketplace, pada Jumat (19/5/2033), ecobrick marak diperjualbelikan dengan harga Rp5.000 hingga Rp10.000.

“Ecobrick ini sebenarnya sebagai pengganti bata merah dan juga untuk membantu lingkungan dari kemasan-kemasan plastik bekas atau sampah kemasan,” ujar salah satu penjual ecobrick di Shopee, Karina.

Lebih lanjut ia menjelaskan pihaknya tidak produksi sendiri, namun dengan membeli sampah kemasan plastik dari warung-warung dan sekitar rumah toko. Sampah plastik tersebut dipotong kemudian dicuci agar tidak kotor atau menghilangkan sisa-sisa serbuk, kemudian dijemur sebelum dikemas untuk dijual.

“Manfaat lainnya bisa untuk pagar tanaman hias, buat kerajinan kursi atau meja, dan lain-lain. Dalam penggunaan sampah kemasan tersebut kami masukkan dulu ke dalam botol kemasan air mineral seperti, sampai benar-benar padat isinya agar lebih keras dan dapat digunakan,” tambahnya.

Koordinator Kota Earth Hour Solo, Gibran Aulia, menguraikan sejak isu krisis iklim dan isu-isu lingkungan lain ramai diperbincangkan. Zero waster jadi salah satu kampanye yang ia angkat. Ia menjelaskan salah satu masalah lingkungan di Kota Solo, adalah sampah rumah tangga.

Gibran memaparkan Earth Hour adalah komunitas yang bergerak di bidang lingkungan. Earth Hour merupakan salah satu kampanye dengan gerakan World Wide Fund for Nature (WWF yang tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Menurutnya ecobrick menjadi salah satu solusi dalam pengelolaan sampah rumah tangga tersebut.

“Hasil jadi ecobrick juga bisa dijual, ke beberapa bank sampah bisa, atau langsung dijual bebas. Karena membuatnya mudah semua orang bisa membuatnya, kebetulan Earth Hour Solo pernah mengadakan sosialisasi pembuatan ecobrick ke karang taruna dan ke sekolah-sekolah,” terang Gibran.

Jika dijual, ecobrick berkisar Rp20.000 hingga Rp30.000 dan bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Karena, menurut Gibran meskipun bahan dasar ecobrick adalah limbah, namun juga termasuk produk kriya jadi kreativitas pembuatnya juga berpengaruh pada nilai jual ecobrick.

Gibran menjelaskan langkah pertama membuat ecobrick yakni dengan mengumpulkan sampah-sampah anorganik, kemudian dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam botol plastik sampai padat.

Supaya lebih memudahkan proses pemadatan, bisa menggunakan tongkat atau alat pendorong lain untuk memadatkan sampah-sampah plastik di dalam botol.

“Biar makin padat sebaiknya dilakukan penimbangan setelah botol plastik diisi penuh, misalnya untuk botol air mineral 600 ml diisi sampah sampai beratnya sekitar 200 gram,” ujar Gibran.

Selanjutnya botol-botol ecobrick bisa disusun dan bisa dimanfaatkan jadi berbagai benda. Misal dibuat kursi kecil, atau hiasan seperti pagar tanaman, gapura, atau disusun jadi bentuk-bentuk hiasan lain.

“Selama disimpan dan tidak dibiarkan terkena sinar matahari terus-menerus secara langsung, saya kira bisa bertahan lama, karena terbuat dari plastik juga yang tidak mudah terurai,” terang Gibran.

Menurut data Kota Surakarta Dalam Angka 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Solo, volume sampah di Kota Solo selama 2022 135.486,49 ton.

Perinciannya sampah yang diangkat DLH Solo 11.493,06 ton, Dinas Perdagangan Solo 9.390,86 ton, kelurahan 93.731,31 ton, umum 20.871,26 ton.

Sementara, laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah timbunan sampah di Indonesia 175.000 ton/hari atau 64 juta ton/tahun. Komposisi sampah organik 50%, plastik 15%, kertas 10%, dan sisanya berupa logam, karet, kain, kaca, dan lain-lain.

Dari total timbunan sampah plastik, sampah plasti didaur ulang diperkirakan 10-15% saja, 60-70% ditimbun di TPA, dan 15-30% belum terkelola dan terbuang ke lingkungan, terutama ke lingkungan perairan, seperti sungai danau, dan laut.

Persoalan lain yang timbul berupa tercampurnya sampah organik dan sampah anorganik sehingga sulit untuk dikelola.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya