SOLOPOS.COM - Ketua Umum IDIK Unpad, Pitoyo, memberikan sambutan dalam Seminar Nasional dengan tema Resiliensi Komunikasi Di Era Pandemi, digelar Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) Unpad, Selasa (15/3/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO–Seminar Nasional digelar oleh Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung dengan tema Resiliensi Komunikasi di Era Pandemi, Selasa (15/3/2022).

Acara tersebut digelar sebagai respons IDIK Unpad terhadap fenomena pandemi Covid-19, dan keinginan untuk bangkit dari pandemi Covid-19.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kegiatan tersebut digelar di Bandung, tepatnya di Auditorium lantai 17 Smart Building UNIKOM, dan melalui aplikasi Zoom dan diajarkan di Youtube TV Harmoni.

Ketua pelaksana seminar, Melki Kumaat, menyampaikan dalam waktu sekitar dua tahun terakhir, masyarakat Indonesia bahkan dunia telah dihadapkan dengan fenomena pandemi Covid-19. Pihaknya pun berharap kondisi ini akan terus pulih.

“Seminar Nasional ini merupakan respons dari Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi Unpad Bandung terhadap pandemi Covid-19. Mungkin kita sudah capai bertahun-tahun di rumah melakukan work from home. Atas dasar itu IDIK menggelar seminar dengan tema Resiliensi Komunikasi di Era Pandemi. Resiliensi adalah kemampuan bangkit kembali secara positif dari kejadian yang tidak menyenangkan termasuk pandemi Covid-19,” kata dia.

Dia menyebutkan resiliensi dia sadari bukan sesuatu yang didapat sejak lahir. Tapi harus dibangkitkan dan digerakkan. “Itu memerlukan niat dan keberanian. Itu sebabnya IDIK Unpad memberanikan diri. Kami lahir dari fakultas yang mengajarkan ilmu komunikasi, sehingga kami memberanikan diri untuk menunjukkan bahwa kami juga yang memiliki kekuatan membangkitkan diri dari pandemi ini,” jelas dia.

Ketua Umum IDIK Unpad, Pitoyo, mengatakan melalui tema seminar tersebut pihaknya ingin mengupas permasalahan komunikasi yang terjadi selama masa pandemi. “Dua tahun negeri ini terombang-ambing karena pandemi. Mungkin juga terjadi di semua dunia. Hal paling mendasar dalam mencegah meluasnya Covid-19 adalah melalui komunikasi yang intens, terarah, dan efektif berdasar data. Pada awal pandemi Covid-19, komunikasi pemerintah kepada rakyat tampak kurang terkoordinasi. Antara pejabat satu dan yang lain, pejabat pusat dan daerah memiliki tafsir beda terkait penyebaran Covid-19. Rakyat menjadi bingung dari informasi yang didapatkan,” jelas dia.

Dia mencontohkan salah satu istilah dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 yang berubah-ubah. Mulai dari PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat, PPKM Level 2, Level 3, dan sebagainya, dan tidak dijelaskan secara terperinci maksudnya.

Selain isu kesehatan, ada isu lain seperti banjirnya berita bohong yang menambah kebingungan masyarakat. Bahkan menimbulkan reaksi di antaranya penolakan terhadap pemakaian masker, penolakan larangan mudik, penolakan vaksin dan sebagainya. Belum lagi mengenai isu ekonomi.

“Tema ini diharapkan memberikan tambahan wawasan dan memberi sumbangan pemikiran pemangku kebijakan,” jelas dia.

Ketua DPD, La Nyalla Mahmud Mattalitti, menjelaskan pada masa pandemi Covid-19, masih ada kelemahan dalam hal komunikasi negara dalam upaya penanganan pandemi.

“Bisa kita mencermati pola komunikasi negara terkait upaya menyikapi pandemi dan mengatasi dampaknya, dalam perspektif komunikasi memang masih memiliki beberapa kelemahan. Terutama jika dipandang dari sisi resiliensi komunikasi,” kata dia.

Dia mengatakan sempat memberi catatan kritis kepada pemberi kebijakan terkait penanganan pandemi. Sebab menurutnya terdapat perbedaan bahkan pertentangan dan kesimpangsiuran informasi terkait pandemi.

Menurut dia, informasi yang membingungkan publik akibat terjadinya perbedaan informasi dan kebijakan antar kementerian dan lembaga adalah satu bentuk nyata kegagalan membangun pola komunikasi dengan pendekatan resiliensi.

“Bahkan ada kebijakan yang berubah-ubah dalam hitungan jam. Pagi disampaikan begini, siang begitu, sore berubah lagi. Saya tidak mengerti apakah ini karena ketidaksiapan para pemegang kebijakan dalam menghadapi pandemi atau karena pola komunikasi yang tidak siap di era pandemi ini,” lanjut dia.

Di sisi lain, dia mengatakan kegaduhan yang diakibatkan kesimpangsiuran informasi tentu berdampak buruk terhadap percepatan penanganan Covid-19 dan proses penyembuhan dampak pandemi.

“Kesulitan ekonomi benar-benar dirasakan masyarakat. Seharusnya ini menjadi concern para doktor komunikasi untuk ikut memberikan sumbangan saran dan pemikiran kepada pemegang kebijakan agar menghindarkan diri sebagai sumber kegaduhan publik akibat pesan dan kegagalan membangun komunikasi yang baik. Sebab spirit dari resiliensi adalah mengajak orang untuk bangkit dengan empati dan simpati serta penciptaan harapan yang realistis bukan menimbulkan kebingungan dan kegaduhan,” jelas dia.

Selain La Nyalla, pada seminar tersebut juga menghadirkan beberapa pembicara, baik secara online maupun langsung. Di antaranya adalah Gubernur Jawa Timur yang diwakili oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, CBO Indosat Ooredoo Hutchison, Bayu Hanantasena dan Guru Besar FIKOM Unpad, Engkus Kuswarno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya