Bisnis
Selasa, 24 Januari 2023 - 17:45 WIB

Rikuh & Minim Privasi, Ini Suka Duka Warga Solo Seatap Ada 3 Kepala Keluarga

Gigih Windar Pratama  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tampak depan salah satu rumah yang ditempati tiga keluarga di Kota Solo. Keluarga yang belum memiliki rumah atau backlog menjadi masalah serius di Kota Solo, dengan 60.000 keluarga belum memiliki rumah. Foto diambil Selasa (24/1/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Kekurangan akan rumah atau backlog di Solo tertinggi se-Soloraya. 

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas) menyebutkan pada tahun 2018, sebanyak 33.446 keluarga tidak memiliki rumah, angka ini kemudian meningkat menjadi 60.000 keluarga pada tahun 2021.

Advertisement

Walhasil ada beberapa rumah yang dihuni lebih dari satu keluarga. Membayangkan beberapa keluarga untuk tinggal dalam satu rumah, tentu bukan hal yang mudah.

Apalagi aktivitas masing-masing keluarga pasti berbeda sehingga kebutuhan akan ruang juga berbeda.  Hal itu bisa menyebabkan beragam masalah di dalam.

Advertisement

Apalagi aktivitas masing-masing keluarga pasti berbeda sehingga kebutuhan akan ruang juga berbeda.  Hal itu bisa menyebabkan beragam masalah di dalam.

Warga Solo yang tinggal di Sondakan, Laweyan, Dofi Haryanto, 29, tidak menampik ketidaknyamanan yang timbul karena masih tinggal satu atap dengan kedua orang tua dan adiknya di rumah seluas 115 meter persegi.

Padahal Dofi sudah menikah meski sama-sama sudah bekerja.

Advertisement

“Misal dibilang nyaman tentu enggak, apalagi kan perlu privasi juga untuk bisa berkeluarga, aktivitas juga sudah berbeda dengan bapak ibu. Tetapi keadaannya memang susah untuk pindah karena istri bekerja saya juga bekerja, kalau pindah, malah jatuhnya akan lebih capek dan waktunya habis di jalan,” urainya kepada Solopos.com, Selasa (24/1/2023).

Harga rumah bagi pria yang bekerja sebagai pegawai swasta ini juga makin tidak terjangkau di Solo.

Ia sempat tertarik membeli rumah di sekitaran rumahnya, tetapi harga yang ditawarkan menurutnya sangat mahal dan sulit untuk mencari Bank yang mencairkan kredit dengan pendapatan yang dimilikinya saat ini.

Advertisement

“Gaji saya hanya sedikit di atas UMK Solo yang sebesar Rp2,6 juta, kalau harga rumah yang saya taksir sekitar Rp450 juta, sulit mencari bank yang mau mencairkan kredit dengan nominal tersebut jika melihat gaji saya. Sedangkan misal ingin beli di luar kota, jadinya enggak efektif karena jatuhnya habis di uang transport saja,” terang Dofi.

Pendapat serupa juga diungkapkan Lukman yang tinggal bersama adik ipar dan mertuanya di rumah daerah Geremet, Manahan, Banjarsari, Solo. Rumah mertuanya seluas 130 meter persegi dengan total empat kamar.

Privasi dan kebutuhan akan ruang untuk beraktivitas tentu menjadi masalah baginya. Di dalam rumah tersebut Lukman dan istri tinggal bersama mertua, serta keluarga kecil adik iparnya.

Advertisement

Minimnya ruang di dalam rumah membuat aktivitas Lukman sedikit terbatas. Misalnya sungkan saat mau makan, atau enggak enak ketika harus pulang malam. Padahal dia pulang malam karena lembur bekerja.

Namun, sepertinya Lukman harus beradaptasi dengan situasi tersebut. Mengingat, harga perumahan di Solo sekitarnya belum terjangkau olehnya maupun istri.

“Saya sudah dua tahun tinggal di sini, tetapi memang masih sangat sulit untuk bisa mencari privasi, apalagi di rumah ada tiga keluarga berarti yang tinggal. Kadang makan juga masih sungkan, mau ikut membantu iuran juga masih agak gimana, kalau pulang malam juga enggak enak, padahal kerjaan saya sering lembur,” tegasnya.

Lukman, saat ini ia memutuskan tetap bertahan di rumah mertuanya saat ini karena keterbatasan pilihan. Membeli rumah di Solo masih belum terjangkau baginya.

Lukman saat ini  mulai menabung membeli rumah tidak jauh dari lokasi yang ditinggalinya saat ini karena cukup strategis. Ia memperkirakan butuh biaya hingga Rp500 juta untuk membeli rumah di kawasan Gremet tersebut.

“Sekarang sudah menabung sampai Rp150 juta, kalau beli rumah di sini [wilayah Gremet, Manahan, Solo] sekitar Rp500 juta. Masalah privasi soalnya cukup krusial, apalagi saat menggunakan kamar mandi atau misal ada teman main ke rumah, kadang agak rikuh dengan mertua,” ulasnya.

Hal lainnya, Lukman juga otomatis kesulitan untuk mengakses ataupun menambah beberapa fasilitas di dalam rumah mertuanya. Mengingat, rumah tersebut bukan miliknya

“Misalnya saya mau memasang wifi supaya Internet bisa lebih lancar karena provider istri saya kalau di rumah tidak begitu bagus, cuman waktu mau memasang, adik ipar saya keberatan karena tagihannya nanti membengkak. Kalau boleh menambah sebenarnya mau memasang pendingin ruangan di kamar, tetapi ternyata listriknya enggak kuat jadi tidak saya pasang,” kisah Lukman.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif