Bisnis
Senin, 3 Juli 2023 - 21:58 WIB

Ribuan Orang Kunjungi Festival Patjarmerah, Penerbit Lokal Happy

Maymunah Nasution  /  Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keramaian festival literasi dan pasar buku Patjarmerah Solo, Sabtu (1/7/2023) (Maymunah Nasution).

Solopos.com, SOLO – Jumlah pengunjung Festival Patjarmerah di Ndalem Djojokoesoeman Solo dalam dua hari pertama tembus 4.000 orang. Tingginya antusiasme warga membuat penerbit lokal merasa senang.

Penerbit lokal Solo Diomedia merasakan dampak positif dari penyelenggaraan festival literasi dan pasar buku Patjarmerah Solo yang berlangsung Sabtu-Minggu (1-9/7/2023). Pemilik Diomedia, Ngadiyo, mengatakan penjualan buku terbitan Diomedia di Patjarmerah Solo sangat memuaskan. “Sangat senang ikut kolaborasi Patjarmerah, karena mampu memobilisasi massa untuk belanja buku sembari mengikuti banyak sesi keren,” papar Ngadiyo saat dihubungi Solopos.com, Senin (3/7/2023).

Advertisement

Ngadiyo meneruskan dia sudah mengikuti kolaborasi Patjarmerah sejak diadakan kali pertama di Jogja pada 2019 lalu. Dalam festival Patjarmerah Solo kali ini Diomedia menyuplai 64 judul buku-buku terbaik mereka dengan masing-masing judul sebanyak 15 eksemplar.

Diomedia sudah beberapa kali mengikuti banyak festival literasi selain dari Patjarmerah. Menurut Ngadiyo setiap festival memiliki karakter masing-masing dan sama-sama memiliki antusiasme yang tinggi.

Advertisement

Diomedia sudah beberapa kali mengikuti banyak festival literasi selain dari Patjarmerah. Menurut Ngadiyo setiap festival memiliki karakter masing-masing dan sama-sama memiliki antusiasme yang tinggi.

Solo menjadi pilihan festival literasi dan pasar buku Patjarmerah pada 2023 ini. Penggagas Patjarmerah, Windy Ariestanty, mengatakan jumlah pengunjung Patjarmerah dua hari pertama sebanyak 4.000 orang. Dia juga melanjutkan pemilihan titik Solo sudah melewati kurasi dan riset yang kuat.

“Untuk mengadakan acara seperti ini banyak hal yang perlu diperhatikan dan dilibatkan, di antaranya lokasi dan kawan-kawan lokal atau tempatan. Merekalah modal paling penting. Tentu kita butuh modal uang, tetapi jejaring merupakan modal yang tak terukur. Di Patjarmerah Solo, banyak pihak dipertemukan, para penerbit, penulis, penerjemah, pekerja kreatif beragam bidang, hingga jenama seperti TikTok, Netflix, dan Facebook. Saya menganggap jejaring itulah modal yang paling besar, tidak terukur,” papar Windy saat ditemui Solopos.com di acara Patjarmerah, Senin (3/7/2023).

Advertisement

Jejaring menjadi penting dalam hal ini, karena para volunteer tersebut bisa mengenal penerbit, penulis, dan penerjemah lokal di Solo. Windy mengaku, bukan hal mudah baginya membangun jejaring tersebut karena dia sendiri sudah berkecimpung di dunia perbukuan selama 25 tahun.

Windy juga menganggap kerja literasi adalah pekerjaan rumah bersama, tidak hanya tugas pemerintah atau rumah penggiat literasi. Jika Solo mulai melupakan tugas bersama mengembangkan literasi, manusia akan tumbuh tanpa akar dan tidak tahu akan menuju ke mana.

Menurutnya, banyaknya toko buku fisik tutup adalah fenomena ketika gotong royong literasi tidak berjalan. Toko buku dan perpustakaan tidak seharusnya hanya menjadi lokasi memajang buku, tetapi harus ada interaksi antara semua pihak di dalamnya sehingga tercipta ekosistem yang nyengkuyung satu sama lain.

Advertisement

Lewat Patjarmerah, dia berusaha mendukung publikasi yang masif sehingga buku-buku para penulis dapat ditemukan oleh pembacanya dan terjadi transaksi sehingga semua pihak dapat diuntungkan. Windy juga berharap semua pihak perbukuan bisa belajar strategi bisnis dalam mengembangkan usahanya lewat Patjarmerah. Dia melihat harapan membuka toko buku baru di Solo tetap tinggi.

“Harapan selalu ada, tinggal bagaimana manajemennya. Toko buku tutup bukan hanya satu perkara, kita kesampingkan dulu minat bacanya, manajemennya bagaimana apakah sudah bagus. Kemudian stok buku, manajemen keuangan juga perlu diperhatikan, itu bisnis yang berbeda, sehingga jangan melulu salahkan minat baca masyarakat yang kurang jika suatu toko buku tutup,” tambah Windy.

Windy juga menyadari, di Indonesia buku masih dianggap sebagai kebutuhan tersier yang akan dipenuhi hanya jika pangan dan sandang sudah tercukupi. Aktivitas membaca buku memang hobi hanya bagi beberapa orang.

Advertisement

Namun, pembaca buku bisa mengajak orang lain membaca dengan membuat buku semakin tidak berjarak terhadap masyarakat. Memperlakukan buku sebagai benda mahal yang harus dijaga dan eksklusif untuk beberapa orang hanya membuat masyarakat enggan memegang maupun membaca buku.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif