SOLOPOS.COM - Ilustrasi perumahan. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Ketua Real Estate Indonesia (REI) Komisariat Soloraya, Maharani menyebut kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harus dikaji ulang.

Menurut Maharani dengan berlakukan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPB) sejak 5 Januari 2024 membuat sektor properti bakal mengalami penurunan.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Dia menjelaskan dalam Pasal 41 UU HKPD menyatakan tarif baru PBB ditentukan paling tinggi sebesar 0,5 persen yang sebelumnya paling tinggi hanya 0,3 persen. Pajak yang dikenakan terhadap lahan bangunan yang dimiliki oleh orang pribadi atau badan ini selanjutnya ditentuukan oleh pemerintah daerah setempat.

Maharani menilai dengan kenaikan tarif PBB ini membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ataupun pensiunnan yang ingin memiliki hunian akan lari pinggiran kota. Padahal menurut Maharani pada 2024 ini banyak subsidi khusus di sektor properti, misalnya subsisi PPN yang bisa menjawab kebutuhan hunian masyarakat. Namun dengan adanya kenaikan tarif PBB ini dia nilai bakal menghambat.

“Saya rasa ini belum waktunya untuk menaikkan PBB, karena baru ada subsidi PPN untuk pembelian rumah. Apalagi ini masih dalam proses pemilihan umum, juga baru pemulihan seusai pandemi Covid-19,” terang dia kepada Solopos.com,  melalui sambungan telepon pada Selasa (30/1/2024).

Dengan kenaikan tarif PBB ini, menurut Maharani juga bakal membuat investor di sektor properti berpikir ulang untuk berinvestasi. Sebab potensi unit rumah subsidi yang bakal dibangun tahun ini juga mengalami pertumbuhan.

“Untuk permintaan rumah yang mempunyai BPJS Ketenagakerjaan itu sudah 6.000 unit, belum yang lain,” kata dia.

Dilansir dari Bisnis.com, tarif pajak bumi dan bangunan perkotaan dan pedesaan atau PBB-P2 resmi naik menjadi maksimal 0,5 persen seiring berlakunya Undang-Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau UU HKPD. UU HKPD disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu (5/1/2022) dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada hari yang sama.

Sesuai namanya, UU itu mengatur berbagai ketentuan desentralisasi fiskal dan asas otonomi pemerintah. Salah satu ketentuan UU HKPD, yakni Pasal 41 berisi tarif baru PBB-P2 yang merupakan pajak terhadap lahan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Tarif baru naik dari sebelumnya yang berkisar 0,1 persen—0,3 persen.

Dalam Pasal 41 ayat (2), Jokowi mengatur bahwa tarif PBB-P2 untuk lahan produksi pangan dan ternak lebih rendah dari tarif lahan lainnya. Ketentuan tarif PBB-P2 secara umum maupun untuk lahan pangan dan ternak ditetapkan kemudian oleh peraturan daerah (perda).

UU tersebut mengatur bahwa tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu satu tahun kalender dan penentuan perhitungan pajaknya adalah menurut keadaan objek per 1 Januari. Tempat PBB-P2 terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak terkait.

Jokowi pun mengatur bahwa dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek pajak (NJOP), di mana NJOP tidak kena pajak adalah paling sedikit Rp10 juta bagi setiap wajib pajak. Jika wajib pajak terkait memiliki lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, maka NJOP tidak kena pajak hanya berlaku terhadap salah satu objek untuk setiap tahun pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya