SOLOPOS.COM - Ilustrasi Startup (IST/Garbshare)

Solopos.com, JAKARTA – Taipan Indonesia Hary Tanoesoedibjo mengomentari maraknya berita pemberitaan terkait PHK di perusahaan rintisan alias startup akhir-akhir ini di Tanah Air. Menurutnya hari-hari keemasan startup sudah berakhir.

Dikutip dari laman Instagram resmi miliknya, Hary mengatakan indikator bisnis yang sehat dapat terlihat dengan arus kas yang positif atau keuntungan.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“At the end of the day, healthy business must generate positive cash flow,” ujar Hary dilansir dari @hary.tanoesoedibjo pada Rabu (1/6/2022)

Sebagai informasi startup baru mendapatkan keuntungan biasanya pada tahun ke 5,7, atau 10 setelah didirikan.

Di mana pada masa – masa awal, startup membutuhkan bantuan dari investor untuk memberikan pendanaan mulai dari pre seed ,funding, seri A, seri B, seri C dan seterusnya.

Baca Juga: Sejumlah Perusahaan Startup Lakukan PHK Karyawan, Kenapa Sebenarnya?

Adapun, untuk mendapatkan pendanaan bagi startup tidaklah mudah jika tidak memiliki model bisnis yang jelas dan rencana untuk mendapatkan keuntungan yang benar, jika dana investor digunakan sebagai alat “bakar uang” jelas pendanaan akan sulit.

Hary menjelaskan pemberian dana dari investor hanyalah sarana untuk mendapatkan pangsa pasar yang pada akhirnya mengarah pada bisnis yang sehat.

“Providing subsidies is only a means to gain market share which ultimately leads to a healthy business, The golden days of startup are already over,” tutup Hary.

Berbeda dengan Hary, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai masa depan startup di Indonesia masih sangat menjanjikan.

Baca Juga: Startup Ramai-Ramai PHK Karyawan, Ini Penyebabnya Menurut Kadin

Namun, jumlah startup di Indonesia mungkin berkurang dan berakhir pada beberapa perusahaan dengan kondisi keuangan yang baik atau memiliki lini produk yang bermanfaat bagi konsumen.

“Belajar dari tech bubble 2001 lalu justru memunculkan gelombang inovasi yang lebih besar di sektor digital. Setiap ada koreksi pada ekosistem digital, maka akan memunculkan unicorn baru dan layanan yang lebih relevan bukan sekedar perlombaan bakar uang semu,”ujar Bhima kepada Bisnis, Senin (30/5/2022).

Bhima juga menilai saat ini investor lebih selektif dalam memilih startup yang memiliki prospek jangka panjang. Dia menambahkan investor kerap mempertimbangkan cashflow dan pendapatan dibanding valuasi yang terlalu besar dan pertumbuhan cepat.

Baca Juga: Startup LinkAja dan Zenius Ramai-Ramai PHK Karyawan, Ada Apa?

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah perusahaan rintisan (startup) dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya. Hal ini diprediksi terjadi karena beberapa hal seperti efek naiknya suku bunga, kondisi makro ekonomi yang saat ini terjadi, hingga pandemi Covid-19.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura menilai fenomena ini sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak lima tahun terakhir, khususnya bagi startup-startup baru.

Terlebih, sejauh ini dia melihat perusahaan rintisan hanya fokus pada perolehan transaksi dan valuasi, bukan profit.

“Akan tetapi, PHK karyawan ini juga pastinya tidak menyelesaikan masalah. Misalkan pengeluaran mereka Rp2 triliun sebulan, kalau misalnya sebulan itu profitnya nggak sampe Rp2 triliun, berarti mereka masih merah [rugi] terus,” kata Tesar, Jumat (27/5/2022) seperti dilansir Bisnis.com.

Menurut Tesar, PHK karyawan di startup memang langkah efisiensi yang paling mudah dilakukan untuk jangka pendek. Namun, keberadaan sumber daya manusia (SDM) ini juga bukan satu-satunya penyebab tingginya pengeluaran perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya