SOLOPOS.COM - ilustrasi Gagal Panen (Arif Fajar S/JIBI/SOLOPOS)

Solopos.com, SOLO – Dengan membayar premi sebesar Rp36.000 per hektar untuk satu musim tanam, petani bisa mendapat pertanggungan asuransi gagal panen maksimal senilai Rp6.000.000 per hektar.

Untuk mencegah kerugian akibat gagal panen, petani didorong mengikuti program asuransi pertanian. Hal tersebut dinilai berguna untuk melindungi petani dari risiko finansial akibat gagal panen.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Dalam rilis yang diterima Solopos.com pada Selasa (30/5/2023) dari PRecious Communications, Debra Johannes, mewakili Igloo Indonesia, menguraikan para ilmuwan terus memperingatkan dampak dari kekeringan berkepanjangan dan pergeseran musim tanam yang akan disebabkan oleh El Nino.

Saat ini kondisi cuaca yang dipengaruhi oleh krisis iklim telah menunjukkan penurunan produksi beras. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan angka produksi beras dalam negeri sebesar 28% seperti yang terjadi di Jakarta.

Hal ini terlepas dari data total produksi beras dalam negeri pada 2022 mencapai 54,75 juta ton gabah kering giling. Kelangkaan beras yang disebabkan oleh gagal panen juga berpotensi menimbulkan efek domino yang akan memicu kenaikan harga secara keseluruhan.

Melihat implikasi yang ada, maka perlindungan terhadap sektor pertanian, terutama bagi para petani yang mengalami kerugian akibat gagal panen menjadi hal yang penting. Saat ini, pemerintah telah melakukan beberapa upaya pencegahan gagal panen akibat bencana alam.

Pencegahan tersebut seperti pemanfaatan teknologi tanam, perbaikan rantai pasok, penetapan harga gabah, pembukaan lahan baru untuk bercocok tanam, serta penyediaan asuransi. Salah satunya melalui Program Asuransi Pertanian (AUTP) yang telah hadir dari 2015 adalah skema pendanaan alternatif sehingga para petani dapat membiayai kembali usahanya pada musim berikutnya jika terjadi gagal panen.

Program ini dilakukan oleh Kementerian Pertanian berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah menunjuk PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo). Melalui AUTP, petani cukup membayar premi sebesar Rp36.000 per hektar untuk satu musim tanam dengan pertanggungan maksimal senilai Rp6.000.000 per hektar.

Meski dapat membantu para petani untuk berfokus pada pengelolaan usaha tani yang lebih baik, aman, serta menguntungkan, masih banyak petani yang enggan mengikuti program tersebut. Data menunjukkan bahwa jumlah peserta program AUTP terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun ada 572.982 peserta pada 2022, turun dari angka 619.700 peserta pada 2021, dan 1,36 juta peserta pada 2020.

Adapun penurunan tersebut disebabkan keengganan para petani untuk membayar premi, terutama pemilik lahan dengan tingkat risiko gagal panen yang rendah. Di sisi lain, walaupun jumlah pemilik lahan dengan risiko tinggi mencapai 80% dari total peserta, mereka pun enggan melanjutkan program tersebut, karena dinilai tidak merasakan manfaat dari asuransi.

Pada sebuah kasus, klaim klaim petani di Jawa Barat akibat petugas terlambat menindaklanjuti pelaporan selama dua minggu pascalahan dilanda banjir. Ketika petugas sampai, lahan yang seharusnya bisa diklaim tidak lagi direndam banjir, menyebabkan klaim tidak dapat dilakukan.

Selain itu masih banyak petani yang belum memahami urgensi asuransi bagi keberlangsungan panen mereka. Oleh karenanya, edukasi akan dampak perubahan iklim terhadap lahan pertanian dan bagaimana asuransi dapat memberikan perlindungan bagi para petani sangat diperlukan.

Kondisi ini diperparah dengan berbagai kasus kesulitan proses administratif seperti pengajuan klaim. Terlebih, kondisi geografis Indonesia juga memberikan tantangan tersendiri dalam melakukan program sosialisasi secara masif. Di sinilah kolaborasi dan teknologi menjadi penting.

Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan insurtech, ada dua permasalahan yang mungkin dapat dipecahkan. Pertama dengan meningkatkan proses sosialisasi melalui agen yang kompeten dan didukung dengan teknologi. Sehingga memungkinkan para petani untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Lebih lanjut, peran teknologi tidak hanya dapat membantu dalam proses sosialisasi. Tetapi juga dalam mengembangkan produk asuransi yang lebih sesuai dengan kebutuhan para petani di lapangan.

Salah satu produk asuransi yang dapat diakses para petani Indonesia adalah Asuransi Indeks Cuaca (Weather Index Insurance) milik Igloo. Produk asuransi berbasis blockchain yang mengotomatisasi klaim asuransi petani padi ini telah diluncurkan di Vietnam dan segera di negara-negara lain di Asia Tenggara lainnya.

“Melihat potensi risiko di masa depan dan pentingnya pemenuhan pangan di Indonesia, kami yakin bahwa semua pihak, seperti pemerintah, pelaku industri, dan para petani padi perlu bahu-membahu dalam menghadapi ancaman gagal panen. Kolaborasi ini akan menciptakan keterbukaan terhadap setiap solusi yang ditawarkan oleh masing-masing pemangku kepentingan. Dengan begitu, ketahanan pangan di Indonesia dapat terjaga dengan baik,” ujar Country Manager Igloo Indonesia, Henry Mixson dalam rilis tersebut.

Teknologi yang ada dalam produk ini membantu otomatisasi proses klaim peserta asuransi melalui penggunaan smart contract, dengan harga premi yang terjangkau.

Bekerja sama dengan Badan Meteorologi Vietnam (Vietnam Meteorological and Hydrological Administration). Iglo mengumpulkan dan memantau data curah hujan, sehingga produk asuransi ini dapat membayar klaim berdasarkan nilai yang telah ditentukan. Klaim yang dibayarkan ini untuk kerugian akibat peristiwa alam yang sudah diprediksi sebelumnya.

Dengan demikian, permasalahan yang terjadi di Jawa Barat dapat dihindari dan diklaim dapat didistribusikan secara proporsional kepada para petani. Selain itu, proses klaim yang diajukan secara individu juga menjadi lebih mudah karena proses verifikasi tidak diperlukan. Dengan biaya transaksi menjadi berkurang dan pembayaran klaim juga dapat diterima dengan lebih cepat.

Lebih dalam, teknologi blockchain memungkinkan sistem bisnis yang memudahkan pengaturan pembayaran. Dengan begitum keseluruhan proses menjadi transparan, konsisten dan netral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya