SOLOPOS.COM - Ilustrasi live jualan di TikTok. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO – Pengusaha tekstil di Jawa Tengah akui predatory pricing akibat TikTok Shop berdampak pada kondisi tekstil Jawa Tengah.

Pengurus Apindo Jawa Tengah sekaligus General Manager HRD PT Sri Rejeki Isman, Sri Saptono Basuki, mengatakan efek domino praktik predatory pricing bisa menjangkau Jawa Tengah. “Pekalongan sudah merasakan, yang tidak kuat pasti tutup. Ini rawan karena mendekati tahun politik, bisa-bisa banyak orang tidak memiliki pekerjaan,” ujar Basuki kepada Solopos.com saat ditanya mengenai dampak predatory pricing terhadap industri tekstil, Senin (25/9/2023).

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Dia juga menjelaskan saat ini kondisi Sritex masih terjaga, tetapi diakuinya perkembangan yang terjadi semakin berat. Basuki berharap pengusaha tekstil Jawa Tengah tetap mampu produksi seperti biasa karena tekstil masih menjadi industri yang menyerap tenaga kerja terbesar di provinsi itu.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Liliek Setiawan, juga mengakui industri tekstil di Jawa Tengah nyaris tamat karena hampir semua pelaku industri ini mengalami kesulitan. “Pemerintah sudah fokus ke Pemilu 2024, kami disuruh berjuang sendiri padahal ancaman yang ada sudah tidak bisa ditangani sendiri,” aku Liliek saat dihubungi Solopos.com, Senin.

Dia juga menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan pengusaha tekstil dalam negeri untuk melindungi industri tekstil dari predatory pricing dan tantangan lainnya. Upaya-upaya tersebut antara lain business pivoting, mengerjakan berbagai order lain, otomatisasi pekerjaan, pengurangan jam kerja, hingga pengurangan karyawan.

Seperti dilansir dari Antara, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menduga praktik predatory pricing terutama untuk komoditas barang-barang dari luar negeri membuat industri tekstil dalam negeri terpukul. Barang-barang impor tersebut masuk dan membanjiri Indonesia dengan harga di bawah produksi dalam negeri. Selanjutnya produk-produk itu dijual secara daring, hingga membuat produk dalam negeri kalah bersaing.

Teten menegaskan, kalah saingnya barang produksi dalam negeri bukan perkara kualitas, melainkan terkait harga. Barang-barang impor tersebut memiliki Harga Pokok Penjualan (HPP) yang tidak sesuai. Dia menambahkan kondisi ini akan menjadi pembahasan di tingkat pusat, antara lain peningkatan tindakan pengamanan (safeguard) agar barang impor tidak mudah masuk ke Indonesia dengan harga murah.

“Saya akan melaporkan karena kewenangan ini bukan di saya tetapi di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan. Termasuk soal harga pokok khusus, seperti China itu memang barang masuk yang dari luar tidak boleh lebih rendah dari HPP, nah kalau kita terapkan akan melindungi industri dalam negeri,” ujar Teten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya