SOLOPOS.COM - Ilustrasi kejahatan siber. (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo menyebut ada peningkatan laporan korban kejahatan social engineering (soceng) pada 2023 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, mayoritas korban soceng adalah laki-laki.

Berikut ini cara mencegah jadi korban kejahatan digital perbankan menurut OJK.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Pertama, jangan pernah memberikan kode one time password (OTP) kepada orang lain yang tak dikenal.

Petugas bank atau penyelenggara uang elektronik berbasis server tidak pernah meminta password, PIN, dan OTP kepada para nasabah. Jangan memberikan data tersebut dengan alasan apapun, petugas hanya meminta data pribadi untuk verifikasi data jika diperlukan.

Jika menerima SMS atau pemberitahuan melalui email, SMS yang menyuruh membuka link dan mengisi data pribadi, cek langsung ke call center bank atau penyelenggaran keuangan digital.

Waspada terhadap penawaran apapun dari pihak yang mengatasnamakan layanan keuangan digital, pastikan sudah memeriksa kebenaran informasi di kanal media sosial atau website resmi bank.

Kepala OJK Solo, Eko Yunianto, kepada Solopos.com, Jumat (19/5/2023) menjelaskan pada 2022 pelaporan yang masuk terkait soceng di Solo hanya lima.

Angka tersebut meningkat pesat menjadi 37 laporan per April 2023. Mayoritas korban penipuan soceng mengadu secara langsung ke kantor OJK Solo yang terletak di Jalan Slamet Riyadi.

“Berdasarkan data kami, pengaduan nasabah terkait soceng ke OJK Solo pada 2022 itu lima pengaduan semuanya via surat. Sedangkan pada 2023 meningkat menjadi 32 laporan melalui walk in customer ke kantor kami dan lima melalui surat,” jelasnya.

Eko juga menjelaskan, pengaduan soceng paling banyak adalah pinjaman online (pinjol), disusul penipuan soceng mengatasnamakan lembaga perbankan.

“Untuk pengaduan soceng paling banyak itu terkait pinjol, sebanyak 41 persen, lalu ada penipuan soceng terkait perbankan dengan 25 persen, oniline shop sebanyak 16 persen, investasi ilegal 12 persen, yang terakhir jasa ekspedisi,” lanjut Eko.

Eko melanjutkan, mayoritas korban penipuan soceng adalah laki-laki. Meski demikian, ia belum bisa menjelaskan mengapa laki-laki lebih rentan menjadi korban penipuan soceng.

“Kalau secara kategori jenis kelamin yang paling banyak menjadi korban kejahatan soceng itu mayoritas laki-laki dibandingkan perempuan. Kalau faktornya saya belum bisa menjawab, belum menanyakan sampai sejauh itu,” tegasnya.

Eko juga menjelaskan, OJK juga terus mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dalam bertransaksi secara digital.

“Jangan pernah memberikan kode OTP, password, PIN atau data pribadi, selalu cek di call center resmi bank terkait apabila ada pesan singkat dan jangan mudah percaya dengan pesan yang masuk mengatasnamakan bank,” tegasnya.

Sebelumnya, Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, menyebut faktor manusia atau people, adalah yang paling rentan dalam menjadi korban kejahatan siber seperti soceng.

Untuk itu, Ia menyebut BCA terus melakukan edukasi kepada para nasabah agar tidak mudah tertipu.

People, merupakan rantai paling lemah dalam keamanan digital, melihat hal tersebut, BCA memberikan edukasi dan sosialisasi terkait social engineering secara konsisten kepada para nasabah melalui webinar, berbagai macam konten di media sosial dan website BCA. Kami kolaborasi dengan media publisher, KOL, push ad (digital campaign) di media sosial, serta penempatan iklan edukasi di radio dan program dengan rating tertinggi di sejumlah stasiun TV nasional,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya