SOLOPOS.COM - Pemilik usaha SPECC-GOT, Hari Wiradi (kanan), dalam acara Lomba Kreativitas dan Inovasi di Solo Technopark, Rabu (24/5/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution).

Solopos.com, SOLO — Beberapa perusahaan di Solo belum mengolah sampah organiknya dengan lebih teratur. Padahal, jika dikelola dengan baik, bisa dimanfaatkan untuk budi daya maggot.

“Kalau pengolahan sampah kami cukup memisahkan sampah kering dan basah saja, selanjutnya langsung dibuang ke tempat sampah agar diangkut,” ujar Operational Manager SFA Group, Khara Afan Pradananjaya saat dihubungi Solopos.com, Jumat (26/5/2023).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Beberapa hotel juga lebih memilih memasrahkan sampah makanan mereka ke pihak ketiga agar lebih cepat dibuang.

Chief Operational Officer (COO) Cold ‘N Brew, Sulis Ardiana, mengatakan sampah yang diproduksi satu outlet kopi jenama tersebut setiap harinya sebesar 10-15 kg.

Namun sampah yang paling banyak adalah sampah-sampah kertas dan bungkus susu. Cold ‘N Brew juga mengurangi sampah plastik dengan penggunaan gelas kopi bagi pelanggan yang makan di tempat.

“Kami dari awal berusaha mengurangi sampah makanan lewat efisiensi bahan baku, memang tidak ada menu dengan bahan sayur segar, biasanya kami membeli bahan yang setengah jadi sehingga tinggal dimasak sebentar saja,” ujar Sulis saat dihubungi Solopos.com via telepon, Jumat.

Namun Sulis mengakui pihaknya tidak dapat mengontrol sampah makanan dan minuman setelah dikonsumsi pelanggan. Sementara itu, sisa kopi mereka biasa diambil dari UMKM lokal untuk dijadikan pengharum ruangan maupun lulur.

TPU Putri Cempo

Pengelola sampah organik di Jagalan, Pasar Kliwon, Hari Wiradi, yakin suatu hari tempat pembuangan akhir (TPU) Putri Cempo bisa pensiun dan hanya dipakai untuk pengolahan bahan berbahaya dan beracun (B3).

“Saya yakin TPU Putri Cempo bisa istirahat, tidak ada lagi sampah over capacity di sana [TPU Putri Cempo], hanya untuk B3. Namun untuk itu kita perlu ekosistem yang menumbuhkannya, atau yang saya sebut enabling environment,” papar Hari saat ditemui Solopos.com dalam acara Lomba Kreativitas dan Inovasi Kota Solo di Solo Technopark, Rabu (24/5/2023).

Hadi merupakan pengelola sampah organik dengan bantuan larva lalat black soldier fly (BSF) atau maggot yang kemudian memakan sampah makanan.

Maggot-maggot tersebut kemudian akan tumbuh besar dan bisa menjadi pakan ternak seperti ayam dan lele.

Inovasi dalam pengolahannya adalah membuat alat pencacah sampah organik kering yang bergerak menggunakan penggerak dari kerangka sepeda bekas. Setelah dicacah, sampah organik tersebut bisa dimakan oleh maggot.

Alat yang dia kembangkan bernama Sepeda Pengaduk dan Pencacah Pakan Maggot (SPPEC-GOT) yang memodifikasi pengolahan pakan maggot agar hemat ruang.

Selain dengan maggot, alat yang dia kembangkan juga menggunakan EM4 untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik.

Hari mengaku usahanya masih skala kecil dan yang dia sasar adalah sampah organik harian dari warga sekitar rumahnya. Dia juga membuka sekolah kecil-kecilan mengajarkan pengolahan sampah organik.

Menurutnya, masalah sampah makanan masyarakat Solo bisa diselesaikan jika dari masing-masing individu memiliki kesadaran untuk tidak konsumsi berlebihan dan mampu bertanggung jawab dengan sampah makanan mereka, tidak hanya langsung dibuang begitu saja.

Selanjutnya dari kesigapan masing-masing individu akhirnya terciptalah ekosistem sadar sampah yang lebih besar lagi.

Hari juga berharap memiliki pemimpin yang sadar dengan isu lingkungan terutama mengenai banyaknya sampah Kota Solo. Namun, permasalahan sampah di Kota Solo memang masih belum sepenuhnya diprioritaskan.

Hari mengaku, belum banyak perusahaan restoran, mal maupun hotel yang terpikir untuk mengolah sampahnya.

Sudah sering dia temui sampah-sampah perusahaan makanan akhirnya dibuang begitu saja ke TPU atau dikumpulkan pengepul yang menjadi pihak ketiga untuk selanjutnya dijual lagi sebagai pakan ternak babi.

Hari tidak muluk-muluk. Baginya, yang paling penting justru pengelolaan sampah di tingkat UMKM karena frekuensi produksinya juga sangat cepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya