SOLOPOS.COM - IIustrasi uang tunai.(Ilustrasi/Solopos Dok).

Solopos.com, SOLO — Rentenir masih menjadi pedang bermata dua bagi para pedagang pasar di Soloraya. Kehadiran rentenir membuat mereka berutang dengan kalkulasi bunga yang cukup tinggi, tetapi juga masih menjadi andalan untuk mendapatkan modal tambahan.

Berdasarkan penelusuran Solopos.com, bahkan ada rentenir yang memberikan bunga hampir 20%.  Bagi pedagang pasar, rentenir bisa menjadi solusi ketika pemasukan mereka tidak cukup untuk modal.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Kebutuhan akan modal tambahan yang cepat, ditambah dengan faktor kedekatan membuat rentenir masih banyak menjadi tujuan pedagang untuk mendapat modal tambahan.

Layaknya pinjaman online (Pinjol) yang rigid, ada juga kisah pilu yang dialami oleh Yudi Harmanto. Ia pernah kesulitan membayar bunga pinjaman dari rentenir saat pandemi.

Ia berutang hingga Rp25 juta dengan bunga yang lebih besar dari jumlah pinjaman.

“Saat itu pandemi Covid-19 tahun 2021, saya itu perlu modal buat jualan, sedangkan waktu itu dagangan sedang sepi, akhirnya utang saya ke rentenir itu membengkak sampai Rp25 juta. Sedangkan bunganya itu membengkak hampir Rp30 juta,” kisah pedagang yang biasa berjualan di Pasar Kliwon, Kamis (9/2/2023).

Beragam teror diterimanya, mulai dari debt collector (DC) yang datang ke rumahnya hampir setiap hari, hingga ancaman melalui WhatsApp.

Ia sudah menjelaskan kesulitannya kepada si rentenir, dan akhirnya mencapai kesepakatan untuk melunasi pinjaman pokok plus Rp10 juta.

“Akhirnya saya negosiasi sama rentenirnya untuk bayar utang pokok sama biaya Rp10 juta. Saya jual motor sampai perabotan rumah tangga biar nutup utang tersebut, ada beberapa utang ke saudara juga buat nutup pinjaman ke rentenir itu,” jelasnya.

Bergantung

Solopos.com mencoba melihat lebih dekat pada Kamis (9/2/2023) bagaimana pedagang masih cukup bergantung dengan adanya rentenir.

Pedagang di Pasar Kota Boyolali, Endang, bercerita bagaimana rentenir bisa menjadi penyelamat saat kebutuhan membeli barang dagangan terbatas. Baginya, rentenir bisa menyediakan dana di saat yang dia butuhkan secara cepat dan tepat waktu.

“Barang dagangan itu kan kadang datang dari tengkulak harganya naik turun, kadang kita sudah siap modal katakanlah Rp5 juta buat beli sayur untuk dagangan, tetapi kemudian kami dikasih tahu bahwa harga barangnya dari tengkulak sekitar Rp6 juta totalnya. Sedangkan kami dikasih tahunya malam atau pagi harinya, pas enggak ada tabungan buat modal ya solusinya kami pinjam ke rentenir yang di pasar,” kisah Endang, Kamis.

Kehadiran rentenir memang menyediakan kemudahan dalam memperoleh utang, meskipun bagi Endang bunga yang diberikan juga cukup tinggi.

“Misalkan pinjam sekitar Rp2,5 juta pas pagi pukul 04.30 WIB, tergantung janjinya kapan dikembalikan, biasanya siang atau menjelang sore hari. Mengembalikannya bisa sampai Rp3 juta, kalau dihitung bunganya bisa sampai 20 persen per hari,” tambahnya.

Cerita mengenai rentenir ini juga dialami oleh Wiyono, pedagang di Pasar Nusukan ini mengaku cukup sering meminjam di rentenir, apalagi saat ada kebutuhan modal yang harus ia penuhi secara mendadak.

Meskipun, ia juga pernah meminjam ke rentenir ketika membutuhkan dana untuk kebutuhan pribadi.

“Lumayan sering pinjam ke rentenir, apalagi kalau dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, kami butuh modal cepat buat nambah beli dagangan dari tengkulak, pinjamnya variatif kadang ya Rp800.000 paling besar sekitar Rp2,5 juta. Pas pandemi pernah ada kebutuhan pribadi buat modal pulang ke Wonogiri saya pinjam Rp1,5 juta,” ucap Wiyono.

Wiyono mengaku bunga yang diberikan oleh para rentenir cukup besar, per harinya ia harus membayar bungan 20-30 persen dari pinjaman. Angka ini bisa bertambah apabila ada keterlambatan dalam melakukan pembayaran.

“Kalau bunganya ya memang cukup tinggi, tetapi kan memang kami dapatnya cukup cepat jadi enggak masalah asalkan bayar tepat waktu,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyebut sekitar lima juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih mengakses permodalan melalui rentenir.

Ia kemudian merinci bahwa lebih dari 45 juta UMKM belum memadai pembiayaanya. Sekitar 18 juta di antaranya belum sama sekali mendapat pembiayaan.

Oleh sebab itu, ia menegaskan sudah seharusnya Bank BRI menjadi motor penggerak dan berada di garis terdepan dalam mempercepat inklusi keuangan.

Mulyani menyampaikannya dalam acara BRI Microfinance Outlook 2023 dengan tema Financial Inclusion and ESG: The Road to Equitable Economic Prosperity, di Jakarta, Kamis (26/2/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya