SOLOPOS.COM - Ilustrasi truk kecelakaan (abdalla-law.com)

Solopos.com, SOLO — Ada banyak faktor kecelakaan yang terjadi di jalan tol. Salah satunya adalah tabrak belakang truk karena perjalanan truk yang lamban akibat kelebihan demensi dan muatan. Baik pemerintah maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) harus lebih memiliki empati dengan keselamatan lalu lintas.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata yang juga Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, dalam artikelnya menyampaikan karekterisik kecelakaan di jalan tol, penyebabnya seperti pengemudi mengantuk, kurang konsentrasi, lelah, kendaraan over speed, tabrak belakang truk karena lambat sebagai akibat kendaraan kelebihan dimensi dan kelebihan muatan, hingga ban pecah.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Menurutnya cukup marak kecelakaan akibat tabrak belakang terjadi di jalan tol. “Seiring dengan belum terwujudnya kebijakan zero truk ODOL, fenomena tersebut akan terus terjadi. Kementerian Perindustrian dan Apindo masih meminta penundaan dengan beragam alasan setiap akan diterapkan,” kata dia.

Untuk itu dia berharap agar Kementerian Perindustrian dan Apindo memiliki empati lebih dengan keselamatan lalu lintas. Menurutnya upaya menyandingkan ekonomi dan keselamatan akan terwujud seperti halnya sudah dilakukan di banyak negara.

Dia juga menyampaikan mengenai data dan fakta keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Angka fatalitas akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia rata-rata per tahun mencapai 27.000 jiwa (setara 3-4 orang meninggal per jam). Jumlah fatalitas kecelakaan lalu lintas tahun 2017 sebesar 30.894 jiwa, tahun 2018 ada 29.083 jiwa, tahun 2019 ada 25.871 jiwa, tahun 2020 ada 23.529 jiwa dan tahun 2021 ada 25.288 jiwa.

Mayoritas korban kecelakaan lalu lintas merupakan usia produktif atau antara 15-59 tahun dengan persentase 80%. Menurutnya kondisi tersebut juga dapat meningkatkan kemiskinan. Sementara korban kecelakaan usia 0 – 14 tahun ada 9% dan usia di atas 60 tahun sebanyak 11%.

Kerugian ekonomi Indonesia akibat kecelakaan lalu lintas sebesar Rp448 triliun – Rp470 triliun (2,9%– 3,1% PDB). Untuk jumlah kecelakaan yang terjadi, pada 2017 ada sebanyak 104.327 kejadian, tahun 2018 ada 107.968 kejadian, tahun 2019 ada 116.411 kejadian, tahun 2020 ada 100.028 kejadian dan tahun 2021 sebanyak 103.645 kejadian.

Sebanyak 73% fatalitas kecelakaan lalu lintas melibatkan kendaraan roda dua dan roda tiga. Sisanya merupakan angkutan barang (12%), angkutan orang atau bus (8%), mobil penumpang (3%), tidak bermotor (2%), dan lain-lain (2%).

Dari lokasi kejadian, jalan nasional menyumbangkan rasio kecelakaan per km tertinggi. Rasio kecelakaan lalu lintas per panjang jalan (km) untuk jalan nasional sebesar 0,62. Jalan provinsi 0,46 dan jalan kabupaten/kota 0,10.

Korban kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang yang meninggal 67 orang akibat kereta api (KA) ditemper kendaraan dan 335 orang akibat KA ditemper orang. Sementara yang luka berat sebanyak 37 orang akibat KA distemper kendaraan dan 52 orang akibat KA ditemper orang. Kemudian yang luka ringan sebesar 55 orang akibat KA ditemper kendaraan dan 23 orang akibat KA ditemper orang.

Jalan tol di Indonesia masih menyumbangkan rasio kecelakaan lalu lintas per km tertinggi. Jalan Tol Cipali adalah jalan tol dengan fatalitas tertinggi di dunia. Rata-rata satu jiwa per km korban. Pelanggaran kecepatan menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas tertinggi di Indonesia. Data kecelakaan lalu lintas akibat perilaku pengemudi (Korlantas Polri, 2022), tertinggi karena melampaui batas kecepatan sekitar 34%. Berikutnya ceroboh saat berkendara ada 32%, kondisi awal kendaraan ada 17%, melanggar lalu lintas ada 7%, melakukan aktivitas lain ada 6%, dan gagal memberi isyarat ada 4%.

Di samping itu, dia menyebutkan masih lemahnya pengawasan terhadap kendaraan logistik. Data yang terkumpul dari sejumlah jembatan timbang yang dioperasikan Ditjenhubdat, Kemenhub (2021), menyebutkan pemeriksaan terhadap kendaraan logistik yang tidak melanggar ada 88%, sedangkan yang melanggar ada 12%. Pelanggaran tertinggi adalah daya angkut sebanyak 67,7%, kemudian kelengkapan dokumen sebanyak 29,02%, tata cara muat 2,1%, persyaratan teknis sebanyak 0,7%, dan dimensi sebanyak 0,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya