SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com,  JAKARTA  — Properti seperti rumah atau tanah bisa menjadi instrumen investasi yang menguntungkan karena nilainya akan terus naik. Namun sebelum membeli sebidang lahan, sebaiknya kita mengetahui jenis sertifikat tanah yang berlaku di Indonesia.

Sertifikat tanah sangat penting ketika kita ingin membeli properti seperti rumah. Karena dokumen inilah yang menjadi bukti kepemilikan seseorang atas tanah atau lahan yang sah. Dengan adanya sertifikat ini, kita dapat mengetahui hak kepemilikan yang sah atas sebidang lahan.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Lebih dari itu, sertifikat tanah juga bisa menjadi acuan terhadap legalitas lahan yang akan dibeli. Perlu diketahui bahwa sertifikat tanah terdiri atas macam-macam sertifikat, masing-masing memiliki fungsi dan kegunaannya tersendiri.

Berikut lima jenis sertifikat tanah yang sah di Indonesia dikutip Bisnis dari Rumah123.com.

Baca Juga: Infrastruktur Ibu Kota Baru Dilanjut, akan Ada Landmark Tingginya Melebihi Monas

1. Sertifikat Hak Milik (SHM)

Jenis surat tanah yang satu ini merupakan sertifikat tertinggi dan paling kuat di mata hukum. SHM adalah dokumen yang menunjukkan bukti kepemilikan yang sah dan valid atas sebidang tanah.

Pemilik sertifikat hak milik tanah dan bangunan ini memiliki hak penuh untuk mengelola, serta memanfaatkan tanah sesuai yang diinginkan. Jika sewaktu-waktu terjadi sengketa, maka pemilik SHM tanah yang paling berhak atas lahan tersebut. Selain itu, jenis sertifikat ini juga sangat disenangi pihak bank dan bisa jadi jaminan kuat untuk pengajuan kredit.

2.Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU)

SHGU merupakan sertifikat tanah yang diberikan oleh pemerintah bagi individu ataupun badan usaha untuk mengelola sebidang tanah dengan tujuan tertentu, seperti peternakan, perikanan dan sebagainya. Status tanah SHGU ini merupakan milik negara.

Luas tanah yang dapat dijadikan sebagai HGU minimal 5 hektar dan maksimal 25 hektare. Untuk jangka waktu, penggunaan HGU maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 25 tahun. Sertifikat hak guna usaha dari pemerintah ini pun dapat dipindahtangankan. Namun, proses pemindahtanganan sertifikat HGU harus dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun sebelum masa pemanfaatan lahan berakhir.

Baca Juga: Wapres Ingatkan Investor Muda Tak Terjebak Aksi Pompom Saham

3. Sertifikat Hak Pakai

Sertifikat ini menunjukkan hak atas penggunaan atau mengambil hasil lahan milik negara. Selain milik negara, bisa juga milik pihak lain yang diberikan kepada pihak kedua lewat sebuah perjanjian.

Meskipun mirip dengan sewa-menyewa, tetapi kategori sertifikat ini nyatanya berbeda. Hak pakai diberikan selama jangka waktu tertentu dan tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan.

4. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)

Para pemegang SHGB biasanya memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau keperluan lainnya. Pemberian hak tersebut juga dibatasi jangka waktu tertentu, biasanya sertifikat hak guna bangunan akan habis selama 30 tahun.

Jika jangka waktu pemberian haknya habis, maka dapat diperpanjang kembali untuk waktu 20 tahun ke depan. Pada umumnya lahan dengan status SHGB banyak dimanfaatkan oleh developer untuk membangun apartemen atau perumahan. Jarang sekali ada individu membeli tanah SHGB untuk keperluan tempat tinggal pribadinya.

Kendati demikian, salah satu keunggulan dari sertifikat tanah ini tetap ada, yaitu dapat diberikan ke siapa saja. Berbeda dengan SHM, jenis sertifikat SHBG dapat dimiliki oleh pribumi (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA).

Baca Juga: Raih Peningkatan Rp8,3 Triliun, Jateng Jadi Provinsi Tertinggi Nilai Ekspor Pertanian

5.Girik

Perlu diketahui bahwa girik sebenarnya bukan tergolong jenis sertifikat tanah. Girik adalah bukti surat pembayaran pajak atas lahan yang menjadi bahwa seseorang telah menguasai sebidang lahan.

Lahan dengan status girik adalah lahan bekas hak milik adat, yang belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dibandingkan dengan jenis surat kepemilikan tanah lainnya, status hukum girik tergolong cukup rendah atau tidak kuat.

Apabila tertarik membeli tanah girik, pastikan nama yang tertera pada dokumen girik serupa dengan yang tertera pada akta jual beli. Hal ini untuk menghindari konflik yang terjadi di masa depan.

Agar legal di mata hukum, maka tanah girik perlu didaftarkan konversi haknya ke kantor pertanahan setempat. Bentuk surat girik tanah sendiri bisa disertai Surat Keterangan Tanah (SKT) yang ditandatangani kepala desa atau lurah setempat.

Namun tak perlu khawatir, girik tanah juga bisa diubah menjadi AJB yang kemudian didaftarkan sebagai SHM atau HGU di Badan Pertanahan Nasional (BPN) terdekat. Pemilik tanah bisa mengajukan status peningkatan kepemilikan tanah surat tanah girik menjadi SHM penuh untuk kepemilikan tanah perorangan.

Jenis surat tanah lainnya yang belum bersertifikat, antara lain ketitir, petok D, rincik, ketitir, Verponding Indonesia. Berikutnya adalah kepemilikan tanah sisa hukum Hindia Belanda, seperti eigendom verponding, erfpacht, opstaal, vruchtgebruik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya