Bisnis
Rabu, 5 April 2023 - 22:03 WIB

Perjuangan Para Pekerja yang Disebut Tak Berhak Dapat THR Versi Permenaker

Maymunah Nasution  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi menghitung uang. (Freepik.com).

Solopos.com, SOLO — Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan surat edaran (SE) tentang tunjangan hari raya (THR) serta tiga kelompok lain yang tidak berhak mendapatkan THR. 

Salah satunya yakni pegawai kemitraan, pegawai magang, serta karyawan yang terkena pemutusah hubungan kerja (PHK) sebelum Lebaran 2023.

Advertisement

Acuan THR yakni Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Meski sudah tercantum dalam SE Menteri Ketenagakerjaan, sejumlah pekerja yang masuk dalam tiga kategori tersebut memperjuangkan untuk memperoleh THR.

Advertisement

Meski sudah tercantum dalam SE Menteri Ketenagakerjaan, sejumlah pekerja yang masuk dalam tiga kategori tersebut memperjuangkan untuk memperoleh THR.

Pegawai perusahaan swasta di Colomadu, Karanganyar, Tri (bukan nama sebenarnya), salah satunya.  Tri resmi terkena PHK pada Rabu (15/3/2023).

Namun, ia mendapatkan informasi dari kantor lamanya akan tetap mendapatkan THR.

Advertisement

Tri mengatakan perusahaannya berjanji  memberikan hak pegawai yang terkena PHK sesuai aturan Undang-Undang yang berlaku.

Menurutnya, berdasarkan aturan pemerintah, pemberian THR paling lambat sepekan sebelum Hari Raya Idul Fitri 2023.

Tri tidak takut dengan klaim Kementerian Ketenagakerjaan RI yang menyatakan pekerja yang terkena layoff sebelum Lebaran tidak berhak mendapatkan THR.

Advertisement

Hal ini karena dia dan rekan-rekannya yang terkena PHK sudah mendapatkan surat kontrak resmi dan mencantumkan hak THR di dalamnya.

Namun sampai saat ini, Tri mengaku THR belum turun. Ia menunggu paling lambat sampai sepekan sebelum Lebaran 2023.

Sementara itu, seorang juru parkir sebuah warung makan di Nusukan, Solo, Mulyoko, mengatakan sebagai juru parkir dia tidak pernah mendapatkan THR saat lebaran.

Advertisement

“Saya ini bekerja sebagai juru parkir untuk makan ikut warungnya, tetapi pendapatan benar-benar menggantungkan dari parkir saja,” papar Mulyoko saat ditemui Solopos.com, Rabu (5/4/2023).

Mulyoko mengatakan jika dirinya tidak bekerja, maka tidak ada pemasukan baginya. Dia juga mengaku memang sistem pekerjaannya lepas dan tidak terikat dengan usaha tertentu.

Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) DPC Solo, Muhammad Sholihuddin, mengatakan selain mitra driver, pekerja mitra lainnya adalah para pekerja non-formal seperti kuli gendong, juru parkir, dan para loper koran.

Klaim Kementerian Ketenagakerjaan RI menyatakan bahwa pekerja mitra tidak mendapatkan THR lebaran 2023, bersama dengan pekerja yang terkena layoff sebelum lebaran 2023 dan pegawai magang.

Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Kota Solo, Endang Setiowati, mengatakan status pekerja mitra saat ini masih harus diperjelas.

“Status mitra ini cara pengusaha menghindari kewajiban membayar hak buruh tetapi ingin tetap mendapatkan tenaga kerja mereka,” papar Endang saat dihubungi Solopos.com lewat sambungan telepon, Rabu (5/4/2023).

Endang menegaskan tidak semua pekerja bisa diberi status mitra, terutama jika memiliki bukti bekerja secara kontinu, contohnya slip gaji ataupun lamaran pekerjaan ke perusahaan mereka sebagai pekerja.

Endang berharap pemerintah dan pengusaha memperjelas posisi buruh yang dipekerjakan sebagai mitra, karena jika tidak, maka kondisi buruh akan semakin rentan dan hak mereka akan mudah direnggut.

Selama ini, Endang melihat aturan yang berlaku tidak memihak para pekerja, dan jika tidak ada perjuangan dari pekerja berstatus mitra, maka kebijakan tersebut tidak akan berubah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif