SOLOPOS.COM - Ilustrasi pusat kebugaran. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Kalangan perhotelan menilai wacana ketentuan yang baru mengenai pajak hiburan harus disikapi dengan cermat. Terlebih untuk beberapa jasa hiburan yang diselenggarakan di hotel sebagai bagian dari fasilitas penunjang kenyamanan tamu.

General Manager Harris-Pop! Hotels and Convention Solo, Erwin James R. Manurung, mengaku sudah melakukan komunikasi dengan pemerintah terkait hal itu.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

“Saya kira pemerintah harus benar-benar cermat dalam menerapkan aturan tersebut. Kalau memang peraturan tersebut mau diterapkan, harus dipisahkan antara yang namanya hotel dan independen spa atau independen gym,” kata dia, Senin (15/1/2024).

Menurutnya pada perhotelan, fasilitas seperti gym, kolam renang, spa dan lainnya, merupakan salah satu syarat fasilitas hotel. Dengan begitu jika ketentuan pajak 40%-75% tersebut diterapkan, akan memberatkan sektor perhotelan.

“Kami bisa saja menerapkan hal tersebut ke tamu, tapi risikonya adalah tidak ada penjualan. Kami mau jual berapa lagi? Kalau tidak ada penjualan otomatis tidak ada pajak yang bisa kami bayarkan. Jadi kami minta ke pemerintah agar hal ini [pajak hiburan] tidak disamaratakan,” lanjut dia.

Erwin mengatakan, untuk hotel bintang empat misalnya, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya tempat kebugaran, kolam renang, termasuk spa.

“Jadi ini sebagai penunjang kenyamanan tamu. Ketentuannya ada. Kalau nantinya ada pajak 40%, kami mau jual berapa, bingung,” kata dia.

Dia mengatakan selama ini untuk spa dihitung sama dengan pajak hotel karena menjadi bagian dari fasilitas penunjang untuk tamu.

Sebelumnya PHRI Solo menilai besaran pajak hiburan yang mencapai 75% tidak masuk akal. Besaran pajak yang terlalu tinggi dikhawatirkan akan memberatkan sektor usaha hiburan. Termasuk hotel yang memiliki fasilitas bar dan spa.

Ketua PHRI Solo, Joko Sutrisno, mengatakan jika pajak hiburan tersebut ditetapkan secara penuh, yakni 75%, diperkirakan tidak akan terealisasi dengan baik. Bahkan hal itu juga bisa mengganggu operasional usaha. “Usaha akan tutup kalau diterapkan total 75%. Untuk gaji karyawan, listrik dan lainnya, jadi ya tidak dapat apa-apa,” kata dia.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya