SOLOPOS.COM - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Orotitas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi saat Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Agustus 2023 yang diadakan secara daring, Selasa (5/9/2023), (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Orotitas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan finalisasi terkait aturan turunan Peraturan OJK nomor 14 tahun 2023 (POJK) mengenai Bursa Karbon.

Dalam rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Agustus 2023 yang diadakan secara daring, Selasa (5/9/2023), Ia menyebut saat ini perdagangan bursa karbon rencananya akan dimulai di akhir Septmber 2023.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

“Sebagaimana diketahui saat ini POJK No 14 tahun 2023 mengenai Bursa Karbon telah terbit dan peraturan turunan pelaksanaannya itu dibutuhkan Surat Edaran [SE]) OJK dan sekarang dalam tahap finalisasi,” ujar Inarno.

Inarno melanjutkan saat ini yang masih dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon yakni pelaku yang memiliki Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU).

“Pengusaha yang masuk dalam perdagangan bursa karbon harus tercatat dalam SRN-PPI milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan harus memenuhi beberapa persyaratan lain,” lanjutnya.

Ia mengatakan investor ritel masih belum bisa berpartisipasi ke perdagangan bursa karbon. Namun, masih berpeluang untuk masuk dalam penjualan produk turunannya.

“Tentunya dimungkinkan ke depannya investor ritel bisa masuk, tapi mungkin belum ke perdagangan karbonnya. Melainkan produk turunannya,” kata dia.

Inarno melanjutkan POJK No 14 tahun 2023 dinilai bisa meningkatkan perdagangan domestik. Setelahnya, ia berharap bisa menjadi daya tarik bagi pelaku usaha luar negeri untuk mebeli karbon yang ada di Indonesia.

“Untuk jangka pendek, kami berharap ini bisa diperdagangkan secara domestik antara pelaku usaha yang memiliki PTBAE-PU dan SPEGRK. Tentunya untuk jangka menengah hingga panjang, diharapkan agar pelaku usaha dari luar negeri dapat melakukan jual beli unit karbon yang ada di Indonesia,” ujar Inarno.

Inarno juga menyebutkan, OJK akan melakukan seleksi untuk penyelenggara bursa karbon. Bahkan ia menyebut ada kemungkinan adanya multi-penyelenggara dalam perdagangan karbon di Indonesia.

“Multi-penyelenggara sangat memungkinkan, tapi tentunya, kami juga harus mengkaji skala ekonominya, apakah memang multi-penyelenggara itu saat ini tepat atau tidak, tentunya ada berbagai pertimbangan yang bisa kami putuskan,” pungkasnya.

Dikutip dari Bisnis.com, saat ini terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berpotensi ikut perdagangan karbon pada 2023.

Jumlah itu setara dengan 86 persen dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya