SOLOPOS.COM - Perajin tempe dari Dawung, Matesih, Karanganyar, Lilik Lestari saat menata tempe di kediamannya pada Minggu (20/2/2022). (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, JAKARTA — Komisi VI DPR menerima kunjungan dari Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (DPC Hipmikindo) Kabupaten Bekasi dan pengusaha tempe berskala kecil dan menengah membahas mengenai harga kedelai yang terlampau tinggi.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima mencatat semua aspirasi yang disampaikan DPC Hipmikindo Kabupaten Bekasi sebagai pendamping pengusaha tempe berskala kecil dan menengah. “Kami akan membahas ini saat rapat dengan mitra kerja Komisi VI. Terkait ketersediaan kedelai di lapangan kami akan meminta Kementerian Perdagangan dan Bulog untuk memantau ketersediaan kedelai di lapangan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (19/1/2023).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Sementara itu, guna membantu keberlangsungan UMKM yang sempat gulung tikar, dia menyarankan asosiasi membuat koperasi yang menaungi pengusaha tempe berskala kecil dan menengah. “Kami akan dukung dan dampingi bapak dan ibu mengakses Dana Bergulir sektor Koperasi UMKM untuk membantu permodalan pengusaha tempe,” katanya.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (DPC Hipmikindo) Kabupaten Bekasi Eko Parmono menyampaikan pengusaha tempe berskala kecil dan menengah mengeluhkan harga kedelai yang terlampau tinggi. Pengusaha tempe berskala kecil dan menengah itu berharap harga kedelai bisa stabil dan kembali seperti sebelum pandemi Covid-19.

“Harapan dari mereka harga seperti yang dulu, artinya sampai Rp8.000 [per kg]. Kalaupun seumpamanya ada kenaikan, itu mereka berharap maksimal Rp90.000,” katanya. Eko menambahkan, tingginya harga kedelai membuat pengusaha tempe berskala kecil dan menengah kesulitan mengejar biaya produksi.

“Kalau yang kami tangkap dari teman-teman di lapangan, harga sekarang [kedelai] masih cenderung tinggi sehingga mereka tidak bisa mengejar biaya produksi dan menyebabkan daya jual mereka menurun,” katanya. Sebelum pandemi melanda, harga kedelai hanya berkisar Rp700.000 per kuintal.

Namun, pada Agustus 2022 harga kedelai melonjak jadi Rp1,4 juta per kuintal. “Hari ini mereka baru belanja bahan tadi pagi, Rp1,2 juta per kuintal, masih tidak dapat mengejar biaya produksi,” katanya.

Salah seorang pengusaha tempe, Siti Tohiroh, bercerita sempat gulung tikar karena tidak kuat lagi membeli bahan baku. Dia bahkan terpaksa harus meminjam modal ke bank keliling dengan bunga yang sangat besar demi dapat produksi kembali.

“Modal boleh pinjam dari bank keliling, bunganya sampai 30 persen. Misalnya pinjam Rp1 juta kembalinya jadi Rp1,3 juta,” ujarnya. Dia sangat berharap harga bahan baku kedelai bisa segera stabil agar para pengusaha tempe skala kecil dan menengah bisa mendapatkan keuntungan yang layak.

Jika harga kedelai masih tinggi, maka pengusaha sepertinya kebingungan untuk mengambil langkah seperti apa. Selain itu, dia berharap ada keberpihakan negara untuk dari sisi modal dan alat produksi modern. “Dikecilkan [ukuran tempe] enggak laku, diperbesar tidak dapat apa-apa,” ujar Siti.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Datangi DPR, Pengusaha Tempe Mengeluh Kedelai Mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya