SOLOPOS.COM - Ilustrasi ekspor (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai penurunan kinerja ekspor karena permintaan yang masih lemah dari negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia.

“Ini tentu berkaitan dengan pelemahan permintaan di industri produk-produk manufaktur, karena negara-negara tujuan ekspor, China itu juga kondisi pertumbuhan ekonominya tidak sekuat yang dibayangkan cenderung masih lemah. Amerika sudah agak lebih mendingan dibandingkan tren sebelum-sebelumnya tapi tetap saja belum cukup kuat dibandingkan dengan kondisi pra-pandemi,” ujar Faisal di Jakarta, Rabu (15/11/2023) seperti dilansir Antara.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Faisal menuturkan, penurunan ekspor jelas terkait dengan kondisi ekonomi global, terutama negara-negara mitra utama, khususnya jika melihat tren harga komoditas yang masih relatif terus mengalami pelemahan meskipun pelemahannya akhir-akhir ini terjadi secara lebih pelan.

Dalam hal itu, Faisal menyoroti perlunya kebijakan yang tepat untuk memberikan stimulus kepada permintaan domestik guna meredam dampak global.

Upaya diversifikasi ekspor juga menjadi sorotan dengan penekanan pada negara-negara non-tradisional untuk mendiversifikasi pasar ekspor Indonesia.???????

Faisal mengatakan pemerintah juga perlu mewaspadai tren penurunan yang terjadi secara konsisten pada impor bahan baku dan bahan penolong, karena hal itu mengindikasikan berkurangnya permintaan industri untuk bahan baku dan berkaitan dengan tingkat produksi pada industri manufaktur.

Berkurangnya tingkat produksi seringkali berkorelasi dengan tingkat permintaan di hilir alias produk jadi, yang juga menggambarkan permintaan domestik.

“Ekspor sendiri mengalami penurunan, walaupun secara month to month (m-to-m) mengalami peningkatan, tapi secara year-on-year (yoy), artinya dibandingkan dengan tahun yang lalu, bulan yang sama pada tahun lalu terus mengalami kontraksi, baik ekspor maupun impor,” kata Faisal.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia secara kumulatif atau sepanjang Januari hingga Oktober 2023 mencapai US$214,41 miliar.

Nominal itu turun 12,15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang tercatat sebesar US$244,06 miliar. Jika diperinci, ekspor non migas mencapai US$201,25 miliar atau turun 12,74%, sedangkan ekspor migas mencapai US$13,16 miliar atau turun 2,06%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan penurunan nilai ekspor non-migas secara kumulatif terjadi di seluruh sektor.

“Penurunan terdalam ekspor non migas dialami sektor pertambangan dan lainnya yaitu sebesar 20,80%,” kata Pudji dalam konferensi pers BPS, Rabu (15/11/2023).

Penurunan ini, lanjutnya, sejalan dengan penurunan harga komoditas pertambangan di pasar global secara tahunan. Lebih lanjut dengan share sebesar 72,37% terhadap total ekspor non migas, penurunan ekspor sektor industri pengolahan menjadi pendorong utama atas turunnya kinerja ekspor Januari-Oktober 2023.

“Komoditas non migas yang mengalami penurunan nilai ekspor diantaranya adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati dan hewani serta berbagai produk kimia,” ujarnya.

Di samping itu, Pudji mengungkapkan terjadi peningkatan pangsa ekspor dengan China. BPS mencatat peningkatan pada periode ini mencapai 25,42% sementara tahun lalu hanya 22,29% dari total ekspor non migas Indonesia.

Sementara itu, pangsa untuk dua kawasan utama yaitu Asean dan Uni Eropa dilaporkan menurun. Total ekspor non migas ke kedua kawasan hingga Oktober mencakup 25,50% dari total ekspor non migas Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya