Bisnis
Rabu, 18 Agustus 2021 - 12:14 WIB

Penting bagi Investor Saham Pemula: Tetap Rasional, Jangan Mudah Tergiur Cuan Besar

Newswire  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (Dok/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA– Perusahaan Manajer Investasi (MI) PT Manulife Aset Manajemen Indonesia memberi kiat kepada investor saham pemula, terutama kaum milenial dan Gen Z, agar tak gampang tergiur memperoleh cuan yang besar dalam waktu singkat.

“Selalu ingat prinsip investasi dasar high risk-high return. Apabila ada tawaran investasi dengan potensi imbal hasil yang tinggi atau bahkan di luar nalar, kita harus selalu waspada. Di balik potensi return yang tinggi, terdapat potensi risiko yang tinggi pula,” kata Chief Economist & Investment Strategist Katarina Setiawan saat dihubungi di Jakarta, seperti dilansir Antaranews, Rabu (18/8/2021).

Advertisement

Katarina menyarankan investor untuk membiasakan melakukan riset terhadap produk atau instrumen investasi sebelum membeli, sehingga dapat mengenal produk atau instrumen tersebut dan mengambil keputusan investasi dengan lebih baik.

Selain itu, lanjutnya, investasi harus disesuaikan dengan tujuan, jangka waktu, dan profil risiko masing-masing. “Investor pemula yang baru mengenal investasi atau baru berinvestasi, idealnya mulai dari instrumen investasi yang risikonya rendah atau konservatif. Bertahap, setelah mengenal dan memahami investasi yang dipilih, silakan naik ke investasi yang risiko lebih tinggi,” ujar Katarina.

Advertisement

Selain itu, lanjutnya, investasi harus disesuaikan dengan tujuan, jangka waktu, dan profil risiko masing-masing. “Investor pemula yang baru mengenal investasi atau baru berinvestasi, idealnya mulai dari instrumen investasi yang risikonya rendah atau konservatif. Bertahap, setelah mengenal dan memahami investasi yang dipilih, silakan naik ke investasi yang risiko lebih tinggi,” ujar Katarina.

Baca Juga: Asing Borong BBCA, Saham BUKA Turun ke Bawah Harga IPO

Ia menjelaskan, investasi dan spekulasi adalah dua hal yang berbeda. Spekulasi lebih bersifat mencari keuntungan jangka pendek, sementara investasi lebih bersifat jangka panjang disesuaikan dengan profil risiko dan tujuan finansial investor.

Advertisement

“Sementara itu spekulasi bersifat jangka pendek dan untung-untungan. Aksi spekulan biasanya didorong oleh rumor dan tanpa perencanaan atau riset yang baik. Oleh karena itu tingkat risiko spekulasi relatif tinggi, bisa untung besar dan sebaliknya juga bisa rugi besar,” ujar Katarina.

Ia menilai saat ini masih belum banyak masyarakat yang mengenal atau belum paham soal investasi sehingga rawan sekali adanya penipuan yang mengatasnamakan investasi, ataupun aksi spekulasi yang dianggap sebagai investasi.

Baca Juga: Bukan Lagi Tempat Isoter, STP Kini Jadi Kantor Market Place

Advertisement

Harus Belajar

Belum lama ini, Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyarankan kepada investor dan calon investor untuk bersikap rasional dan tidak ikut-ikutan saat memutuskan untuk membeli saham tertentu di pasar modal.

“Investor harus lebih rasional. Artinya membeli sesuatu itu lihat barangnya, fundamentalnya apa, prospeknya seperti apa ke depan, sehingga tidak terjebak nanti,” ujar Hans seperti dilansir Antaranews belum lama ini.

Menurut Hans, investor saham harus mau belajar agar benar-benar memahami seluk beluk tentang investasi saham itu sendiri dan juga mempelajari emiten atau perusahaan tercatat, baik kinerjanya maupun prospek di masa yang akan datang.

Advertisement

Baca Juga: Bertabur Hadiah di Talkshow Merdeka Bertransportasi Besok

Proses pembelajaran itu salah satunya dapat diperoleh melalui Sekolah Pasar Modal (SPM) yang biasanya digelar oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan perusahaan sekuritas dan Manajer Investasi (MI).

Setelah memiliki bekal pengetahuan yang cukup, investor diharapkan dapat melakukan analisa dan lebih bijak dalam berinvestasi saham sesuai dengan tujuannya, tidak hanya sekedar mengikuti rekomendasi saham dari pihak-pihak tertentu.

“Kalau saya lihat investor Indonesia itu lebih ke faktor psikologis. Kalau orang lagi bingung kan dia searching for leader, cari pemimpin. Nah pemimpinnya ini kan orang-orang yang punya nama. Ada pemimpin mereka ini pompomers saham, mengambil keuntungan di sana. Inilah yang jadi masalah, bilang bagus bagus bagus terus pada beli. Jadi ini juga PR bahwa kita harus trust dengan apa yang kita analisa daripada mendengarkan kata orang lain,” kata Hans.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif