SOLOPOS.COM - Kompleks PLTU Paiton di Kabupaten Probolinggo dan Situbondo, Jawa Timur. (Antara/Dokumentasi PT Pembangkitan Jawa-Bali)

Solopos.com, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara perlu melibatkan pemerintah daerah (pemda) setempat.

Ada imbas yang harus dimitigasi dengan penutupan PLTU batu bara seperti tenaga kerja langsung atau tidak langsung hingga pendapatan asli daerah.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Hasil studi yang diungkapkan Celios bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Cerah, Selasa (18/7/2023), menunjukkan dampak pensiun dini PLTU batu bara akan berdampak pada berbagai indikator ekonomi di daerah tempat PLTU beroperasi.

Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan risiko dari belum siapnya pemda dalam melaksanakan transisi energi akan menciptakan tekanan pada sektor tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat yang bergantung pada rantai pasok PLTU.

“Sebagai contoh, terdapat sekitar 4.666 pekerja langsung baik tetap dan tidak tetap yang akan terdampak penutupan PLTU batubara di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo,” kata Bhima dalam siaran pers yang diterima Solopos.com.

“Ini pun belum termasuk pekerja tidak langsung yakni para pelaku UMKM yang berada di sekitar lokasi PLTU, serta pekerja di lokasi sumber batubara,” katanya.

Bhima menambahkan studi yang dilakukan di 3 provinsi yakni Provinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan 3 kabupaten di Langkat, Cilacap dan Probolinggo menyimpulkan pemda belum aktif dilibatkan dalam agenda Just Energy Transition Partnership (JETP) khususnya pada tahap transisi pekerja yang langsung terdampak, dan pekerja sektor UMKM di sekitar lokasi PLTU.

Bahkan dampak pensiun PLTU batu bara yang berakibat pada potensi pendapatan daerah yang hilang pasca pensiun PLTU belum disiapkan potensi penggantinya. Hal ini berakibat pada poin transisi berkeadilan atau ‘Just’ yang diusung JETP menjadi pertanyaan.

Peneliti Celios, Muhammad Saleh, mengungkapkan sebagian besar pemda yang menjadi objek penelitian belum tahu dan tidak dilibatkan dalam kebijakan transisi energi JETP.

“Secara spesifik pemda bahkan belum mengetahui keberadaan Perpres No 11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada sub-Bidang Energi Baru Terbarukan,” ujar Saleh.

Hingga kini, pemda belum memiliki kerangka regulasi pelaksana Perpres No 11/2023. Selain itu pemda menyatakan kerangka regulasi yang ada belum mampu menjawab kebutuhan transisi energi.

“Pemda idealnya mulai mempersiapkan jaminan perlindungan materiil kepada masyarakat pasca penutupan PLTU. Artinya, ketika PLTU batu bara dipensiunkan maka masyarakat yang kehilangan pendapatan tetap mendapat kompensasi berupa peralihan ke profesi lainnya.”

Peneliti Celios Muhammad Andri Perdana, menyatakan pada aspek pendapatan dan anggaran daerah. Ada potensi hilangnya PAD dari pemensiunan dini PLTU, dengan kisaran 1,2% hingga 6,4% dari keseluruhan PAD di suatu kabupaten, bergantung pada besarnya kapasitas PLTU batu bara di masing-masing daerah.

“Potential loss PAD ini dapat dimitigasi dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat atas kenaikan nilai Dana Transfer ke Daerah serta mendorong komitmen investasi energi bersih sebagai pengganti sumber penghasilan daerah yang hilang.”

“Lalu pada aspek ketenagakerjaan, pemerintah daerah juga dapat mendorong adanya program upskilling dan reskilling atau peningkatan keahlian tenaga kerja yang terdampak, sebagaimana dilaksanakan pada daerah-daerah lokasi pensiun dini PLTU di program JETP Afrika Selatan,” lanjut dia.

Sementara pada aspek perputaran ekonomi UMKM, studi Celios menemukan bahwa dampak langsung keberadaan PLTU meski kecil terhadap ekonomi sektor informal, namun perlu mendapat perhatian dari skema JETP.

Ad Interim Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Agung Budiono, menuturkan, temuan riset ini sangat penting karena menunjukan terdapat sejumlah celah yang harus segera dibenahi oleh pengambil kebijakan.

“Dorongan untuk menyudahi penggunaan PLTU dan akselerasi pengembangan energi terbarukan, perlu dilihat sebagai peluang untuk beralih dari ketergantungan energi yang menghasilkan banyak emisi,” kata dia.

“Kebijakan ini berdampak positif dalam jangka panjang. Namun di sisi lain strategi perencanaan dan mitigasi atas dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang ada di daerah penting dilakukan agar proses transisi benar-bener dapat mengimplementasikan nilai yang berkeadilan,” tutup Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya