SOLOPOS.COM - Surakarta Sneakers Day yang berlangsung di De Tjolomadoe sejak Jumat (3/3/2023) sampai Minggu (5/3/2023) menjadi ajang penjaja sepatu impor bekas menjajakan produk mereka. (Solopos.com/Maymunah Nasution)

Solopos.com, SOLO — Fenomena thrifting atau berbelanja barang bekas berkualitas (branded) dianggap sebagai pandemi kedua bagi pengusaha lokal.

Pemilik usaha sepatu Pro Warrior Shoes, Wahyu Wiji Nugroho, mengatakan pengusaha lokal kurang senang dengan fenomena thrifting karena dampaknya terhadap ekosistem industri lokal.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Kalau kami pengusaha lokal tidak masalah dengan persaingan dengan usaha thrift, tapi ada dampak yang serius, apalagi thrift sepatu, terhadap penyerapan tenaga kerja dari pabrik sepatu dan manufaktur lokal,” ujar Wiji saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (4/3/2023).

Untuk itu, Wiji tengah membuat gerakan dengan para pengusaha lokal guna menyelamatkan industri lokal dari menjamurnya produk impor bekas dari Singapura dan Thailand yang masuk melalui Batam atau titik impor lainnya.

Wiji menganggap setelah pandemi Covid-19 ada dua tantangan baru, yaitu sepatu thrifting dan sepatu impor murah yang diproduksi di China.

Sepatu impor murah tersebut dijual di bawah Rp100.000 karena biaya produksi yang bisa ditekan di China.

Aturan pemerintah tentang pelarangan impor menurut Wiji masih belum terimplementasi dengan jelas sehingga sekarang fenomena sepatu bekas yang diimpor dari Singapura atau Thailand semakin marak terjadi.

Wiji juga mengatakan ada mitos yang digaungkan para penjaja sepatu impor bekas, yaitu memakai sepatu branded bekas lebih baik daripada mengenakan sepatu lokal baru.

Hal itu merupakan celah kelemahan pengusaha lokal terutama produk sepatu yang brandingnya masih kalah dengan branding sepatu impor seperti Nike, Adidas, atau New Balance.

Namun, menurut Wiji,  hanya akan menjadi fenomena yang berlangsung dengan singkat.

Hal ini karena pasar thrifting hanya menyasar anak muda yang ingin tampil stylish dengan modal pas-pasan.

“Remaja zaman sekarang berpikir value mereka dilihat dari yang mereka pakai, tidak menyadari ada value dalam diri yang juga harus ditingkatkan dan bisa membuat citra mereka lebih baik tanpa barang-barang branded,” tambah Wiji.

Wiji berpendapat seiring dengan bertambahnya usia penikmat thrifting, mereka akan lebih bijak dan bisa menilai keunggulan barang baru dibandingkan barang bekas.

Pantauan Solopos.com dalam acara Surakarta Sneakers Day di De Tjolomadoe Sabtu (4/3/2023) siang mendapatkan acara banyak diminati oleh anak muda yang ingin membeli sepatu branded dengan harga murah.

Salah satu pengunjung acara tersebut bernama Muhammad Zulfiki adalah remaja laki-laki berusia 17 tahun yang ingin melihat-lihat model sepatu branded.

Dia mengatakan banyak teman-temannya mulai mencari sepatu branded bekas karena asli dan murah.

“Kalau beli yang baru harganya terlalu mahal,” ujar Zulfiki.

Zulfiki mengatakan dirinya sedang bersiap memasuki masa perkuliahan sehingga menyiapkan outfit untuk kuliah penting baginya.

Banyak dari remaja yang hadir dalam acara tersebut didampingi oleh para orang tua mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya