Bisnis
Rabu, 1 September 2021 - 08:23 WIB

Pengembangan Produk Halal Butuh Dukungan Pemda

Farida Trisnaningtyas  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tangkapan layar webinar bertajuk Meningkatkan Peran Ekonomi Syariah dalam Pembangunan Daerah pada hari kedua penyelenggaraan Festival Syiar Ekonomi Syariah dan Pesantren (Syekaten) 2021 pada Selasa (31/8/2021). (Farida Trisnaningtyas/Solopos)

Solopos.com, SOLO—Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Soloraya yang cukup besar diyakini dapat memberikan adil besar dalam pengembangan produk halal.

Namun demikian, untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki Solo tersebut diperlukan dukungan sinergi dan kolaborasi semua pihak.

Advertisement

Akan tetapi, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di daerah memerlukan regulasi dari pemerintah daerah yang diselaraskan dengan kearifan lokal, visi misi serta program strategis pembangunan Kota Solo.

Hal inilah yang dibahas dalam webinar bertajuk Meningkatkan Peran Ekonomi Syariah dalam Pembangunan Daerah pada hari kedua penyelenggaraan Festival Syiar Ekonomi Syariah dan Pesantren (Syekaten) 2021 pada Selasa (31/8/2021).

Baca Juga: Orchita Batik Solo Dobrak Pakem Agar Terlihat Kekinian

Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber yang kompeten dan ahli di bidangnya, yakni Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah Komite Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat, Kepala Bappeda Kota Solo, dan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Solo.

Diskusi ini memberikan rekomendasi pengembangan eksyar di daerah memerlukan sinergi antara Academic, Business, dan Government (ABG) dalam ekosistem ekonomi keuangan syariah yang kuat.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat, Ferry Sofwan Arif, mengatakan apa yang dikembangkan di Jawa Barat kaitannya dengan ekonomi serta keuangan syariah adalah terinspirasi dari masterplan ekonomi syariah nasional 2019 – 2024. “Nilai utamanya adalah bebas dari elemen riba, ketidakpastian, dan judi, atau ekonomi halal,” ujar dia.

Ferry kemudian mengembangkan dalam kajian Bappeda Jawa Barat pada 2019 soal keuangan Islam. Dalam hal ini, keuangan Islam adalahh salah satu sektor ekonomi halal yang meliputi enam hal, yakni makanan halal, pariwisata halal, fesyen, keuangan Islam, media dan rekreasi halal serta obat dan kosmetik halal.

Advertisement

Baca Juga: Berawal dari Iseng, Batik Arimbi Sukoharjo Sukses Tembus Pasar Amerika Serikat

Lebih lanjut ia membeberkan jejaring yang bisa dikembangkan untuk implementasi ekonomi halal. Misalnya, pada tingkat produsen ada produk makanan halal, fesyen, keuangan syariah, obat atau kosmetik, hingga media atau hiburan yang halal. Namun demikian, dalam prosesnya mesti dijaga dengan baik di level produksi sehingga menghasilkan produk yang halal.

“Selain itu, lembaga keuangan syariah harus memberikan permodalan yang baik untuk usaha ini. Bagaimana infrastruktur keuangan syariah bisa memfasilitasi para produsen,” ungkap dia.

Implementasi ekonomi halal ini juga mesti didukung dengan peraturan daerah sejak 2015 Di Jabar sudah ada Perda tentang pembinaan dan pengawasan produk barang higienis dan halal pada 2015 lalu. Dengan demikian, adanya Perda tersebut Pemprov Jabar memfasilitasi para pelaku usaha sehingga saat pembahasan dengan DPRD tidak ada masalah karena sudah teralokasi anggaran untuk sektor tersebut.

Baca Juga: Cara Jitu Memangkas Anggaran Air, Yuk Dicoba

Kajian Analytical Hierarchy Process

Di sisi lain, di Jabar pada 2020 terdapat 334 unit kantor cabang bank syariah yang terbesar di Indonesia (data OJK). Sedangkan dari sisi produk yang bersertifikasi halal ada sebanyak 11.572 sertifikasi (BPS Jabar pada 2017).

Jabar juga berada di peringkat keenam sebagai destinasi wisata halal berdasarkan Indonesia Muslim Travel Index 2019. Tak ketinggalan, makanan dan fesyen halal menjadi fokus pengembangan di Jabar.

Advertisement

Pemprov juga melakukan kajian dengan menggunakan analytical hierarchy process (AHP) terhadap sektor industri halal. Di urutan pertama adalah makanan halal, diikuti wisata halal, pakaian Islami, keuangan syariah, kosmetik dan obat, serta media dan hiburan.

“97% masyarakat Jabar beragama Islam. Selain itu, geliat mode fesyen saat ini berpusat di Bandung, Bogor, dan Cirebon. Di Soloraya banyak terdapat pabrik tekstil sehingga ini bisa dikembangkan untuk memproduksi mode fesyen muslim dalam maupun luar negeri,” kata dia.

Baca Juga: Jaga Ketahanan Pangan Indonesia di Tengah Pandemi, Sun Life Indonesia Donasi Rp400 Juta

Di level pemerintahan yang dilakukan Pemprov Jabar melakukan kolaborasi untuk membangun ekonomi halal. Misalnya, di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan ada sosialisasi sertifikasi halal bagi pengusaha hotel dan restoran, membuat panduan praktis wisata halal, kajian dampak ekonomi wisata halal, dan sosialisasi desa ekowisata halal.

Di Dinas Perindustrian dan Perdagangan ada sertifikasi halal untuk industri kecil. Di Dinas Koperasi dan Usaha Kecil ada program One Pesantren One Product, kredit kolaborasi dengan Bank BJP, serta pembiayaan modal kerja konstruksi dan UMKM. Sementara di Baznas ada bantuan modal untuk pelaku usaha.

Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Solo, Lukman Hakim, menambahkan idiom halal bukan sesuatu yang mudah. Ia menyoroti kinerja perbankan syariah sudah berusia 30 tahun, tetapi baru 6% atau senilai Rp520 triliun.

Selain itu, jumlah bank umum syariah (BUS) meningkat dari 13 bank menjadi 14 bank pada 2018, sementara unit usaha syariah 20 bank. Maka dari itu, ia menekankan pentingnya pengembangan sumber daya insani yang diperlukan perbankan syariah.

Advertisement

“Persoalannya adalah pada grass root. Misalnya, bank syariah yang menerapkan profit loss sharing ketika untung bagi hasil, tapi saat rugi enggak mau. Kita mesti membuktikan profit loss sharing itu untung dan rugi kita tanggung,” kata dia.

Lukman menerangkan demand dan supply perbankan syariah terbilang bermasalah. Menurutnya, demand tidak terlalu besar karena kesadaran masyarakat yang masih rendah. Persoalannya, label halal masuk ke Jateng responnya tak sebagus di Jabar. Maka dari itu, diperlukan studi bagaimana syariah dan halal bisa diterima masyarakat dengan baik.

Baca Juga: Solo PPKM Level 3, Gibran: Sekolah Tatap Muka Dimulai September!

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat, mengatakan pengembangan dan percepatan ekonomi syariah bisa dengan membentuk komite daerah ekonomi dan keuangan syariah (KDEKS). Hal ini sudah diinisiasi Provinsi Banten.

“Kami sarankan ada komite ini didaerah. Kita juga perlu dorong optimalisasi zakat dan wakaf tunai di daerah. Selain itu, mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas UMKM sektor industri halal dan penguatan ekonomi pesantren di beberapa provinsi,” ungkap dia.

Sutan menjelaskan diperlukan juga mendorong peranan industri halal khususnya dalam meningkatkan produk halal (UMKM) untuk membantu pemulihan ekonomi daerah.

Baca Juga: Cek Lur, ini Wilayah Jateng yang Masuk PPKM Level 2 dan 3

Advertisement

Potensi Keuangan Syariah Sangat Besar

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Solo, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan webinar kali ini dilatarbelakangi potensi Soloraya terkait ekonomi keuangan syariah yang sangat besar.

Potensi tersebut harus dioptimalkan karena permintaan produk-produk halal semakin meningkat baik di dalam maupun luar negeri. Bahkan, negara-negara yang notabene mayoritas nonmuslim mulai mengembangkan produk halal dan menjadi suplier produk halal global.

“Misalnya, produk daging halal dari Australia sudah global, unggas dari Brazil, kosmetik dari Korea, dan fesyen dari Perancis. Sementara di Indonesia mayoritas muslim memiliki potensi alam untuk diolah besar, yang mesti didorong untuk memberikan kontribusi yang optimal pada perekonomian. Khususnya di masa pandemi Covid-19 bisa mendorong perekonomian ekonomi,” kata dia.

Joko menjelaskan semangat ini turut mendorong agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar bagi produk halal global, tetapi pelaku usaha Indonesia menjadi subjek untuk memenuhi permintaan global.

Baca Juga: 72 Kios di Pasar Nglangon Sragen Jadi Hunian Warga 1 RT Secara Turun-Temurun, Kok Bisa?

Di sisi lain, Solo sebagai kota budaya dan pusat kuliner memiliki potensi ekonomi keuangan syariah yang sangat besar, terlebih pada pengembangan industri halal dan fesyen muslim.

Potensi ini mesti dioptimalkan terencana dan terprogram agar peningkatan dan pengembangannya sesuai dengan roadmap yang hendak dituju. Rencana tersebut sangat memungkinkan untuk dikembangkan lantaran Solo memiliki sejarah masa lalu yang luar biasa.

Advertisement

Solo sukses dengan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada masanya. Ke depannya Solo bakal memiliki Masjid Agung Sheikh Zayed yang notabene sebagai Islamic Center sehingga memperkuat kota ini sebagai destinasi wisata religi yang menarik wisatawan muslim. Maka dari itu, butuh dukungan destinasi lainnya, seperti kuliner dan fesyen.

“Demi memaksimalkan potensi ini diperlukan dukungan dan sinergi dari berbagai pihak agar dapat mengembangkan dan membuktikan manfaat ekonomi keuangan syariah. Pengembangan ekonomi keuangan syariah di daerah perlu dukungan regulasi dari pemerintah daerah,” imbuh dia.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa, mengatakan potensi penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, maka jika tidak dikembangkan dengan baik bakal mubazir. Maka dari itu, sebagai pihak pemerintah mendorong kegiatan semacam ini.

“Ekonomi dan keuangan syariah dapat membantu menopang optimisme pemulihan ekonomi. Ini merupakan hal baik bagi tatanan ekonomi global maupun lingkungan masyarakat kita,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif