Bisnis
Kamis, 13 Oktober 2022 - 11:29 WIB

Pengelola Mal Dituntut Lakukan Hal Ini di Tengah Ancaman Resesi

Indra Gunawan  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mengunjungi Mal Central Park di Jakarta Barat, Selasa (24/8/2021). Selama masa PPKM level 3 di Jakarta, Pemerintah menyesuaikan operasional pusat perbelanjaan bisa dibuka hingga pukul 20.00 WIB dengan pembatasan 50 persen dari kapasitas serta restoran dapat menyelenggarakan makan di tempat dengan pembatasan 25 persen dari kapasitas atau maksimal dua orang per meja. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

Solopos.com, JAKARTAPengelola pusat belanja atau mal saat ini dituntut agar tidak hanya berpusat sebagai tempat belanja (buying) semata, namun juga harus befungsi sebagai tempat yang memberikan kesan bermakna (journey) kepada pengunjung.

Hal tersebut merupakan strategi agar mal tetap bertahan dan tumbuh menghadapi tantangan yang besar dari ketidakpastian perekonomian global hingga persaingan dengan platform e-commerce. Demikian yang disampaikan Ketua Umum Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaya dalam acara bertajuk The Rise of The Retail Industry Towards 2023 di Jakarta, Kamis (13/10/2022) .

Advertisement

Shooping mal harus ditambahkan tidak sekadar dengan belanja atau buying. Jadi harus memberikan fungsi lain, ada inovasinya. Ini yang membedakan dengan online. Harus ada costnumer ekperience, harus ada journey,” ujar Alhponzus dalam keynote speech-nya.

Baca Juga UOB Indonesia Sebut 3 Risiko Ini Bisa Dorong Ekonomi

Advertisement

Baca Juga UOB Indonesia Sebut 3 Risiko Ini Bisa Dorong Ekonomi

Dia menjelaskan mengapa mal harus memberikan kesan dan juga tempat wisata yang menyenangkan, karena manusia adalah makhluk sosial. Pasalnya, kehidupan manusia saat ini sudah dipenuhi dengan aktivitas virtual.

“Manusia kan mahluk sosial, punya insting yang tidak seperi dunia di dunia maya. Dari pagi sampai malam serba virtual, sekarang ini. Prosesi memakamkan saja sudah ada virtual, ini bukan kehidupan sebenarnya. Maka harus berinteraksi di pusat belanja,” ungkap Alphonzus.

Advertisement

Baca Juga Resesi Membayang, Simak Lagi Paparan Lengkap Sri Mulyani

Di samping itu, Alphonzus mengungkapkan optimisme lain pusat belanja tumbuh yaitu rasio ritel pusat perbelanjaan dengan penduduk Indonesia masih belum sebanding. “Bisa tumbuh dikarenakan rasio pusat pusat belanja tidak mencukupi dibanding populasi, masih sangat sedikit oleh karenanya beberapa developer sudah akan ekspansi. Dibandingkan negara-negara lain Indonesia yang penduduknya 270 juta hanya ada sekitar 400-an pusat belanja,” ujar Alphonzus.

Sebelumnya, Nielsen Indonesia menilai terkendalinya pandemi Covid-19 membuat keyakinan konsumen dalam belanja kembali meninggi. Sektor ritel yang terdampak parah selama dua tahun belakangan akan kembali bergairah, paling tidak pertumbuhannya sekitar 4% pada 2022.

Advertisement

Baca Juga OJK Sebut Ekonomi Tetap Tumbuh Positif meskipun Diancam Resesi

“Dalam 2 tahun pandemi ritel kita low single digit. Boleh dibilang ritel roler coster, setiap ada PPKM, tiarap. Tapi tahun ini kita lebih stabil di ritel. Kita 2 bulan lalu lakukan survei, konsumen kita lebih pede, waktu dulu masih banyak yang masih ngeluh,” ujar kata Executive Director Nielsen Indonesia Wiwi Sasongko.

Adapun Bank Indonesia mencatat indeks keyakinan konsumen (IKK) pada September 2022 hanya 117,1, terjun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 124,7.

Advertisement

Hal itu dipertegas dengan jatuhnya tingkat konsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kelas menengah dengan tingkat pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta per bulan. Hal tersebut tak terlepas dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) awal September lalu.

 

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Resesi Mengancam, Pengelola Mal Dituntut Lakukan Hal Ini

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif