SOLOPOS.COM - Ilustrasi BPR Merger. (Freepik).

Solopos.com, SOLO — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perampingan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dengan melakukan merger dengan sistem single presence policy.

Tercatat ada 10 bank perkreditan rakyat (BPR) yang akan menggabungkan diri atau merger menjadi 1 BPR yakni PT BPR Modern Express pada awal tahun ini. Langkah merger sesuai dengan dorongan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar BPR masif berkonsolidasi.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Namun, di Soloraya belum ada bank perkreditan rakyat (BPR) yang melakukan merger sejak 2014.

Menurut  pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Solo (UMS) Anton Agus Setyawan, merger beberapa Bank BPR bisa menjadi solusi untuk kebangkitan BPR pascapandemi.

Apalagi non performing loan (NPL) di BPR secara nasional cukup tinggi.

“Adanya arahan OJK bagi BPR untuk melakukan merger bisa ditanggapi secara positif. Karena bisa mendorong ekonomi perbankan mikro pascapandemi Covid-19 yang kondisinya variatif, apalagi seperti yang diketahui NPL BPR pada 2022 itu cukup tinggi, bahkan kredit macetnya mencapai puluhan triliun,” ulas Anton kepada Solopos.com pada Rabu (8/2/2023).

Meskipun mendorong merger bagi BPR, Anton menyebut ada risiko yang harus diperhitungkan. Mulai dari kesehatan BPR yang melakukan merger, hingga sistem merger yang akan dilakukan. Bagi Anton, akan lebih mudah untuk BPR dengan sistem cabang untuk melakukan merger.

“Merger ini bukan tanpa risiko, harus dilihat kesehatan dari BPR yang melakukan merger, apabila kondisinya salah satu BPR ada yang modalnya bermasalah akan lebih berat risiko yang ditanggung oleh BPR satunya. Sedangkan kalau kondisi kedua BPR sama-sama kuat dan sehat tentu tidak ada masalah, yang paling mudah memang ketika melakukan merger itu antara BPR cabang A dan cabang B, karena kepimilikan sahamnya sama,” jelasnya.

Ada beberapa pertimbangan menurut Anton ketika BPR memutuskan untuk merger, mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM) hingga modal dari masing-masing BPR.

“Yang harus dilihat ketika ada BPR yang melakukan mergeritu SDM nya nanti seperti apa, apakah perlu adanya penyesuaian untuk efektivitas, aset bangunan dan nasabah juga perlu diperhatikan, yang terakhir itu bagaimana modalnya nanti akan seperti apa jumlahnya, harus ada kalkulasi dengan pemilik saham di BPR yang melakukan merger tersebut,” ulasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya