SOLOPOS.COM - Tambang bauksit di Bintan, Kepulauan Riau. (Antara/Nikolas)

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memuji langkah berani Presiden Jokowi untuk menghentikan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023.

Menurut Fahmy, UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara sudah mengamanatkan untuk melarang ekspor hasil tambang dan mineral tanpa dihilirisasi di dalam negeri paling lambat pada 2024. “Namun, adanya penentangan dahsyat dari perusahaan tambang, utamanya dari Freeport yang disertai ancaman diadukan ke WTO, Pemerintahan Presiden SBY mengundur berlakunya larangan ekspor tersebut. Baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit,” katanya dalam keterangan di Jakarta seperti dilansir Antara, Sabtu (24/12/2022).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Fahmy menyebut tujuan Presiden Jokowi melarang ekspor bauksit adalah meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja baru, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di luar ketiga tujuan ini, pelarangan ekspor tersebut sesungguhnya untuk mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai amanah pasal 33 UUD 1945.

“Jangka pendek, larangan ekspor bauksit itu akan menurunkan pendapatan ekspor hingga mencapai sebesar Rp21 triliun per tahun. Namun, jangka panjang, seiring dengan meningkatnya nilai tambah, ekspor hasil hilirisasi dan produk turunan bauksit, akan meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp62 triliun per tahun,” ungkapnya.

Baca Juga: Tambang Harta Karun Mineral di Kalimantan Barat

Fahmy mengakui tidak mudah memperoleh tambahan pendapatan sebesar itu melalui larangan ekspor bauksit. Ia menilai masih ada berbagai tantangan. Salah satu tantangan itu adalah kapasitas smelter masih sangat terbatas untuk hilirisasi seluruh hasil bijih bauksit.

Namun, larangan ekspor bauksit akan memaksa pengusaha bauksit untuk membangun smelter, baik dilakukan oleh setiap perusahaan, maupun oleh konsorsium perusahaan dan joint venture dengan investor smelter. “Untuk itu, pemerintah harus memberikan fiscal incentive berupa tax holiday, tax allowances, dan bebas pajak impor untuk peralatan smelter,” imbuhnya.

Sementara itu, penentangan dari World Trade Organization (WTO) terkait larangan bijih nikel juga dinilai harus dilawan meskipun ujung-ujungnya akan kalah. Fahmy mengatakan setidaknya proses persidangan gugatan WTO sampai keputusan final akan membutuhkan waktu sekitar empat tahun.

Baca Juga: Dilarang Mulai Juni 2023, Ekspor Bauksit Ternyata Meroket 5 Tahun Terakhir

Selama empat tahun itu, menurutnya, larangan ekspor bauksit harus tetap dilakukan hingga menghasilkan ekosistem industri bauksit dari biji bauksit dan produk hilirisasi hingga produk turunan, berupa alumina sebagai bahan baku industri mesin dan semikonduktor.

“Produk turunan itu akan memberikan nilai tambah lebih besar ketimbang ekspor bijih bauksit. Maka perlu maju tak gentar meningkatkan pendapatan negara,” ujar Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya