SOLOPOS.COM - Suasana objek wisata Blue Lagoon Tirta Budi di Desa Wisata Dalem, Widodomartani, Ngemplak, Sleman belum lama ini. (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Solopos.com, SLEMAN — Keberadaan desa wisata diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk disajikan kepada wisatawan di Sleman, Daerah Istimewa Yogykarta (DIY).  Kondisi ini terjadi akibat adanya pergeseran pasar, dari kondisi yang serba modern kepada tradisional skala kecil yang unik.

Bupati Sleman Kustini Purnomo mengatakan pengembangan desa wisata yang baik dalam perspektif ekonomi daerah dapat memeratakan pendapatan secara lebih luas.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Pemerataan baik bagi masyarakat yang tinggal sekitar desa maupun pemda tersebut. “Karena sekitar 40 persen pengeluaran wisatawan digunakan untuk belanja,” kata Kustini, Kamis (11/11/2021) kepada Harian Jogja.

Pemkab, katanya, memiliki peran penting dalam pengembangan desa wisata. Sebagai regulator, Pemkab memberikan regulasi pengembangan desa wisata.

Hal itu didorong dengan peraturan-peraturan daerah. Misalnya, Perda No.11/2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPK) Daerah Tahun 2015-2025.

Baca Juga: 2 Hari Longsor Terjadi di Prambanan, Masih Dimungkinkan Terjadi

Pemkab, lanjutnya juga menjadi fasilitator dan motivator. Pemkab memberikan fasilitasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi SDM, membangun sinergitas dan jaringan networking dengan pelaku wisata dan pemangku pariwisata. Lalu memfasilitasi pemasaran, penguatan, pendampingan, dan pengenalan desa wisata.

Kustini menambahkan, desa wisata merupakan bagian dari pengembangan pariwisata berkelanjutan dan menjadi program untuk mempercepat kebangkitan pariwisata. Meski begitu, tidak setiap desa di Indonesia dapat dijadikan desa wisata.

Setidaknya, diperlukan tiga komponen bagi sebuah desa yang biasa untuk benar-benar mampu menjadi desa wisata. Komponen itu antara lain basis data potensi desa, minat dan kesiapan masyarakat, serta konsep dan arah pengembangan.

“Saat ini terdapat 53 desa wisata dengan kualifikasi yang telah berkembang, dan kurang lebih 100 desa wisata rintisan dengan melibatkan kurang lebih 2.000 tenaga kerja yang terlibat langsung,” ujar Kustini.

Baca Juga: Tak Patuh, 3 Perusahaan di DIY Kena Sanksi Administratif

Hadapi Bencana

Potensi bencana hidrometeorologi berupa banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan angin kencang yang ditimbulkan oleh cuaca ekstrem seperti saat ini tentunya harus disikapi dengan kesiapsiagaan oleh seluruh pengelola destinasi wisata ataupun desa-desa wisata.

Kepala Dinas Pariwisata Sleman Suparmono mengatakan pengelola destinasi dan desa wisata sudah diminta untuk meningkatkan koordinasinya dengan Posko Unit Op PB dan Tim SAR untuk pemantauan kemungkinan terjadinya bencana. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi bencana, utamanya yang memiliki aktivitas di alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi.

“Begitu juga dengan daerah lereng-lereng seperti di wilayah Kapanewon Prambanan yang berpotensi bencana tanah longsor. Kami selalu berupaya mengingatkan teman-teman pengelola agar selalu mengutamakan keselamatan dan kenyamanan wisatawan,” katanya.

Kepada wisatawan saya meminta untuk memperhatikan arahan atau himbauan dari pengelola tempat wisata untuk memberikan kenyamanan dan keamanan wisatawan. Bukan hanya terkait potensi bencana alam, tetapi arahan yang terkait bencana Pandemi juga harus dipatuhi.

“Jangan lupa sebelum berwisata untuk memastikan sudah memiliki aplikasi peduli lindungi atau visiting jogja agar perjalanan lebih nyaman dan aman. Berwisata aman dan sehat, dengan melindungi diri kita, keluarga, dan lingkungan kita,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya