SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pemilu 2024. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, SOLO — Chief Investment Officer Sinarmas Asset Management, Genta Wira Anjalu menilai pasar obligasi berpotensi menguat pada 2024, sejalan dengan perkiraan siklus pemotongan suku bunga oleh bank sentral.

Hal tersebut dia jelaskan dalam Seminar Road to 2024: Market Outlook yang digelar Sinarmas Sekuritas, Kamis (2/11/2023), bertajuk  Menakar Peluang Pasar Saham di Tahun Pemilu.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Pada paparannya, Genta menjelaskan dalam  jangka pendek volatilitas diperkirakan masih akan berlanjut seiring dengan volatitilas pasar global.

Namun, memasuki 2023, pasar obligasi berpotensi menguat seiring dengan dimulainya siklus pemotongan oleh bank sentral pada 2023 dengan yield surat utang negara (SUN) sepuluh tahun mencapai 6,97% atau base case hingga 6,32% atau optimist case.

“Saat ini kami menyukai obligasi korporasi karena durasi yang lebih pendek shingga memiliki pergerakan harga yang lebih stabil di tengah volatitilas pasar global,” ujar dia.

Selain itu, Genta menguraikan emiten obligasi korporasi di Indonesia mayoritas masih memiliki fundamental kredit yang sebaik baik. Seiring dengan lebih stabilnya perekonomian domestik dibandingkan dengan perekonomian global.

“Meskipun fundamental makro ekonomi Indonesia relatif kuat dibandingkan negara berkembang lainnya. Namun dari situasi pasar saham masih terpengaruh negatif dari kondisi global,” tambah dia.

Oleh karena itu, pihaknya meyakini  saham-saham pilihan pada sektor konsumsi dan telekomunikasi masih dapat membukukan performa yang baik pada 2024. Hal ini didorong katalis pemilihan umum (pemilu) dan konsumsi yang membaik.

Dalam kesempatan yang sama ia menguraikan ada beberapa faktor global yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

Kondisi suku Amerika Serikat (AS) dan yield US treasury, di Tiongkok adanya perlambatan ekonomi dan krisis properti. Kemudian kondisi geopolitik yaitu perang Rusia-Ukrania dan Perang Israel-Hamas. Serta faktor lain, seperti krisis iklim yaitu fenomena El Nino.

Sementara itu, dampak perang biasanya negatif untuk gross domestic product (GDP), sementara untuk inflasi tergantung dari pergerakan harga minyak.

Berdasarkan data dari Bahana Estimates, diperkirakan seluruh belanja eksekutif dan legislatif pemilu bisa mencapai Rp93,3 triliun.

Jenis pengeluaran yang paling banyak adalah sosial dan bujet meeting sebanyak 60,1%. Kemudian untuk bujet operasional misalnya logistik, transportasi, konsumsi atribut sebanyak 42,2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya