SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani menebar pupuk. (Antara/Hendra Nurdiyansyah)

Solopos.com, JAKARTA — Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli meminta pemerintah mengalihkan subsidi pupuk industri kepada pupuk yang dapat dibuat mandiri oleh petani.

Permintaan itu disampaikan Agus untuk mengatasi kelangkaan pupuk yang selalu dihadapi petani menjelang musim tanam setiap akhir tahun. Alasannya, pupuk subsidi yang dipasok dari perusahaan produsen pupuk kerap kekurangan ketersediaan. Selain itu, pasokan pupuk dari perusahaan itu sering dialokasikan untuk perkebunan.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

“Sudah dikasih subsidi perusahaannya itu, tetapi pupuknya tidak ada di lapangan. Kalau pun ada banyak kebocoran-kebocoran subsidi pupuk itu bukan untuk petani tetapi untuk perkebunan itu masuknya,” kata Agus melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Selasa (5/10/2021).

Baca Juga: Peringati Hari Listrik Nasional, Tambah Daya Hanya Rp202.100

Agus mengatakan pengalihan subsidi pada pupuk yang bisa dibuat oleh petani diarahkan untuk memastikan harga gabah tidak sering anjlok akibat biaya produksi yang relatif tinggi. Dengan demikian, petani relatif akan lebih mandiri terkait dengan tingkat pendapatannya.

“Jadi subsidi pupuknya di hilir, di akhir sehingga ada kepastian harga yang layak untuk petani, bukan subsidi yang membuat petani tergantung terhadap pupuk-pupuk industri,” kata dia.

Berdasarkan catatan alokasi anggaran subsidi dari Kementerian Pertanian, usulan pagu indikatif tahun ini pada sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) mencapai Rp67,12 triliun dengan subsidi pupuk sebanyak 23,28 juta ton. Belakangan realisasi pagu indikatif itu disunat menjadi Rp25,27 triliun dengan subsidi pupuk sebesar 9,04 juta ton.

Sementara pada tahun lalu, usulan pagu indikatif pada RDKK itu sempat mencapai Rp69,224 triliun dengan jumlah rencana pupuk subsidi yang disalurkan kepada petani sebanyak 26,16 juta ton. Hanya saja, usulan pagu indikatif itu belakangan disesuaikan menjadi Rp29,76 triliun dengan jumlah pupuk subsidi sebesar 8,9 juta ton.

Baca Juga: Koreksi Harga Komoditas Ini Picu Deflasi di Purwokerto dan Cilacap

Pengawasan Pupuk Bersubsidi

Sebelumnya, Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI tengah mendalami adanya potensi maladministrasi pada tata kelola pupuk bersubsidi. Ombudsman menemukan potensi maladministrasi dalam hal pendataan, pengadaan, penyaluran dan pengawasan pupuk bersubsidi.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan potensi maladministrasi pada aspek pendataan dimana petani atau kelompok tani tidak terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) serta ditemukan adanya indikasi data E-RDKK yang tidak akurat.

“Masalah perbaikan data harus menjadi fokus kita. Mestinya sistem yang ada harus semakin baik lagi dalam pendataan dan dapat memudahkan petani,” tegasnya dalam Diskusi PublikPotensi Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Subsidi, Jumat (24/9/2021).

Kemudian pada proses pengadaan pupuk subsidi Ombudsman melihat adanya indikasi perbedaan standar minimum bahan baku pokok pupuk bersubsidi dan non subsidi. Hal ini menurut Ombudsman tidak memenuhi aspek keadilan dan pemerataan bagi petani.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya