SOLOPOS.COM - Fashion designer asal Yogyakarta, Adeline Natasha Kusumawardani menunjukkan kaus sulam miliknya, di Solo Art Market, pada Minggu (4/6/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Produk kaus sulam bikinan fashion designer asal Yogyakarta, Adeline Natasha Kusumawardani, 40, diminati warga Jepang. Kaus sulam tersebut merupakan hasil kolaborasinya dengan musisi asal Jepang, Sin Ichikawa.

Kegemaran Adeline terhadap musik membawanya bertemu jalan bisnis baru. Ketika menonton pagelaran musik di Yogyakarta, ia berkenalan dengan Ichikawa, yang merupakan salah satu anggota band jaz asal Jepang, Baraka.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Adeline berkisah lewat pertemuan 2019 itu, obrolannya dan Ichikawa masih berlanjut melalui media sosial. Sebagai pelaku fesyen ia terpikir untuk berkolaborasi dengan Ichikawa. Gagasan ini membawanya bertolak ke Jepang.

“Kalau dirunut ke belakang lagi, sebenarnya saya fashion designer dan kerja sama dengan seniman kain lokal. Kebanyakan seniman kain hanya bisa bikin kain tapi enggak bisa mendesain, ending-nya dijual ke klien dalam bentuk kain. Tapi [pembeli] kadang bingung, kain ini mau dibikin apa. Peran fashion designer di situ [dalam pembuatan kaus sulam],” ujar Adeline saat ditemui Solopos.com dalam acara Solo Art Market, di jalur pedestrian, Jl. Diponegoro, Ngarapura, Solo, Minggu (4/6/2023).

Setelah bertolak ke Jepang, ia akhirnya memutuskan membuat produk fesyen dengan kaligrafi Jepang ditambah aksen sulam.

Peran Ichikawa yakni membuat kaligrafi Jepang, nama-nama bunga khas Jepang, misalnya, Sakura, Momo, Satsuki. Sedangkan Adeline bertugas menerjemahkan kaligrafi bunga tersebut menjadi bentuk sulaman di kaus buatannya.

Adeline menguraikan dengan karya kolaborasi tersebut bisa menyatukan dua kebudayaan yang berbeda. Namun pandemi Covid-19 membuat hasil kolaborasi ini sempat vakum. Jalur penerbangan yang ditutup, membuat Adeline belum berhasil launching produk.

Saat pandemi, ia akhirnya bertahan dengan memberdayakan warga lokal dengan menyulam. Ia menceritakan ketika pandemi, banyak ibu-ibu wilayah Prawirotaman, Yogyakarta kehilangan pekerjaan.

Selama pandemi ia mampu menjual 100 kaus sulam ini. Ia kemudian mengikuti lolos kurasi produk untuk masuk ke Matahari Departement Store di Yogyakarta.

Melihat produknya diminati baik di pasar lokal ataupun Jepang, membuatnya ingin terus mengembangkan produknya. Saat ini produk miliknya dijual dengan harga Rp150.000 hingga Rp350.000.

Ia mengaku permintaan untuk kaus sulam dari Jepang cukup banyak, karena mereka menyukai produk handmade. Selain itu di Matahari Departement Store, produk kaus sulam berkaligrafi Jepang ini juga laris manis.

Sarjana pertanian asal Mojosongo, Solo, ini mengaku telah lama terjun dan meminati bidang fesyen.

Ia pernah mengikuti fashion show dengan produk batik menggunakan pewarna alami dari rumput. Ia juga turut andil dalam festival payung di Yogyakarta dengan karya bergaya Jepang, yaitu Geisha.

Adeline menyukai fesyen sejak kecil. Ia sebelumnya bekerja di bidang perhotelan, setelah itu ia memutuskan resign dan bersekolah lagi untuk menekuni dunia fesyen.

“Aku dari bawah, reseller dulu, sekolah, dan akhirnya punya brand sendiri sekarang,” ujar Adeline.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya