SOLOPOS.COM - Petani memanen kopi. (pertanian.go.id)

Solopos.com, JAKARTA–Sebagai negara yang mendapat julukan “Surga Kopi Dunia,” Indonesia terus berupaya meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi yang dihasilkan. Dengan berkembangnya agribisnis kopi di tingkat hilir, seperti kafe kopi kekinian, terbuka peluang sangat besar bagi pemasaran kopi di dalam negeri maupun di kancah internasional.

Predikat “Surga Kopi Dunia” untuk Indonesia disematkan oleh komunitas kopi spesial di Amerika Serikat (AS) seusai pergelaran pameran Specialty Coffee Association of America (SCAA) 9-12 April 2015 di Seattle, AS. Dalam pameran itu, Indonesia menampilkan 39 varian kopi asal berbagai daerah di Indonesia.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Dari 39 varian kopi tersebut, sembilan jenis yang terbaik disajikan dalam kegiatan coffee cupping untuk para pengunjung atau buyers yang mengunjungi Paviliun Indonesia. “Karena banyaknya varian kopi kita, Indonesia mendapat predikat baru sebagai surga kopi dunia,” kata Atase Perdagangan Indonesia Washington DC, Ni Made Ayu Marthini, dalam siaran pers yang dikutip dari Antara, Selasa (14/4/2015).

Dengan adanya predikat itu memacu Indonesia memperkuat posisi sebagai pemain utama dalam industri kopi global. Selama lima tahun terakhir, produksi kopi di Indonesia cenderung meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi kopi Indonesia mencapai 794,8 ribu ton pada 2022, naik sekitar 1,1% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Lewat publikasi Statistik Indonesia 2023, BPS mengungkap produksi kopi pada 2017 sebanyak 716,10 ribu ton, pada 2018 sebanyak 756 ribu ton. Kemudian, pada 2019 dan 2020 berturut-turut juga meningkat sebanyak 752,5 ribu ton dan 762,2 ribu ton. Tahun 2021, kembali meningkat sebanyak 786,2 ribu ton.

kopi indonesia
Petani memanen kopi Robusta petik merah di Desa Kali Banger, Gemawang, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (20/7/2023). (Antara/Anis Efizudin)

Terkini, berdasarkan data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ke-3 dunia setelah Brasil dan Vietnam pada 2022/2023. Selama periode tersebut, Indonesia telah memproduksi kopi sebanyak 11,85 juta kantong per 60 kg kopi. Perinciannya, produksi kopi arabika sebanyak 1,3 juta kantong dan kopi robusta sebanyak 10,5 juta kantong.

Peringkat Ketiga

Sedangkan total produksi kopi global mencapai 170 juta kantong per 60 kg kopi pada periode 2022/2023. Seperti dikutip dari laman indonesiabaik.id, produsen kopi terbesar di dunia ditempati oleh Brasil, yang memproduksi kopi sebanyak 62,6 juta kantong pada 2022/2023. Selanjutnya, Vietnam menempati peringkat kedua dengan memproduksi 29,75 juta kantong kopi selama 2022/2023.

Urutan keempat dan kelima negara penghasil kopi terbesar di dunia diduduki oleh Kolombia dan Ethiopia dengan masing-masing produksi sebesar 11,3 juta kantong dan 8,27 juta kantong.

Sejauh ini, banyak jenis kopi spesifik hasil perkebunan dari berbagai daerah di Indonesia terdaftar dan memperoleh sertifikat Indikasi Geografis (IG), seperti arabika Gayo, arabika Simalungun Utara, arabika Sumatera Mandailing, arabika Java Preanger, arabika Sindoro-Sumbing. Kemudian liberika Tunggal Jambi, liberika Rangsang Meranti, robusta Semendo, robusta Empat Lawang, robusta Lampung, serta robusta Temanggung.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Kopi dengan sertifikat indikasi geografis mempunyai peluang ekspor sangat besar di pasar global dan menjadi salah satu sumber devisa.

penghasil kopi jawa tengah
Ilustrasi biji kopi. (Freepik.com)

Masih mengutip Statistik Indonesia 2023 dari BPS, Indonesia mengekspor kopi seberat 434,19 ribu ton sepanjang 2022 atau meningkat 12,92% dari tahun sebelumnya (yoy)Nilai total ekspor tersebut US$1,13 miliar.

Pada tahun lalu, Amerika Serikat merupakan tujuan utama ekspor kopi nasional dengan volume 55,75 ribu ton dengan nilai US$268,04 juta. Mesir menjadi negara tujuan ekspor kopi terbesar kedua, dengan volume 37,61 ribu ton dan nilai US$82,17 juta, disusul Jerman 36,97 ribu ton dan nilai US$80,93 juta.

Selanjutnya, ekspor kopi Indonesia ke Malaysia 26,1 ribu ton dengan nilai US$53,25 juta, Italia 24 ribu ton senilai US$ 48,98 juta, dan ekspor ke Rusia 22,69 ribu ton senilai US$44,16 juta. Sementara itu, ekspor kopi ke Belgia 22,19 ribu ton dengan nilai US$65,04 juta, ke Inggris 20,77 ribu ton senilai US$48,25 juta, Jepang 18,83 ribu ton senilai US$59,05 juta, dan Kanada 2,29 ribu ton senilai US$ 15,6 juta.

Kondisi saat ini, peluang pemasaran kopi di Indonesia semakin besar dengan maraknya kafe kopi yang digemari generasi kekinian. Namun makin tingginya permintaan kopi dunia perlu diantisipasi melalui peningkatan produksi kopi secara berkelanjutan.

Kenyataannya sepanjang 2010-2020, tingkat produktivitas kopi di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan ketersediaan lahan. Terjadi penurunan areal panen dari 1,27 juta ha menjadi 1,25 juta ha, atau turun rata-rata 0,14 persen per tahun. Selama dekade tersebut, volume ekspor kopi juga menurun dari 432.781 ton menjadi 375.671 ton, atau menurun rata-rata 1,41 persen per tahun.

Artinya, minat petani dalam memelihara tanaman kopi menurun. Kepala Organisasi Riset Tata Kelola, Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agus Eko Nugroho, menilai hal itu akibat dari rendahnya insentif yang diterima petani, sehingga kurang adanya dorongan untuk meningkatkan produksi.

“Dukungan para pelaku pasar terhadap petani belum terjalin dengan ikatan yang saling menguntungkan. Masing-masing pihak atau aktor pasar melakukan aktivitas pasar, tanpa didasari hubungan kemitraan yang saling berbagi peran untuk memperoleh keuntungan yang proporsional,” jelasnya dalam siaran pers 17 Maret 2023 seperti dikutip dari laman brin.go.id.

Posisi Tawar Petani

Dia menguraikan petani sebagai produsen tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Mereka sulit menentukan harga sesuai dengan keinginannya dan harus menerima harga yang ditentukan oleh para pedagang. Faktor lainnya yaitu lokasi produksi yang tersebar dan sulit dijangkau, keterbatasan informasi pasar, kualitas produk yang belum maksimal, dan kebutuhan tunai di tingkat petani yang sulit dihindari.

kopi
Minuman kopi. (freepik)

Agus Eko Nugroho menguraikan untuk mempertahankan bisnis ini, produsen kopi juga harus memiliki kapasitas dan kemampuan yang baik untuk memproduksi dan memproses produk mereka agar diperoleh nilai tambah dan harga tinggi di pasar.

Selain itu, pemerintah harus mencari terobosan teknologi dan kebijakan strategis dalam pengembangan agribisnis kopi di Indonesia. Salah satunya dengan membangun kemitraan usaha yang mempertautkan aktor-aktor pasar dalam pengembangan kopi, guna menjamin peningkatan pendapatan petani.

Pada bagian lain, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL terus mendorong dan meningkatkan minat generasi milenial terhadap pertanian, termasuk perkebunan kopi. Sebab, kopi memiliki pasar yang luas sehingga termasuk produk terlaris dan dicari di pasar domestik maupun mancanegara.

Menurut Mentan, untuk memenuhi kebutuhan pasar kopi dibutuhkan ketersediaan bahan baku. Dia berharap petani muda terjun langsung menggali potensi dan mengembangkan kopi Indonesia. “Ini akan terus kami dorong memperkenalkan kopi Indonesia kepada generasi muda. Jadikan konsumsi kopi sebagai tren gaya hidup,” ujar SYL dalam keterangan tertulis kepada media, Jumat (3/3/2023).

Pihaknya juga  mempercepat pengembangan kopi seiring dengan perubahan era digital saat ini. SYL mengungkapkan bahwa hal tersebut bisa direalisasikan, salah satunya dengan melakukan penguatan kelembagaan dan keterlibatan generasi muda untuk meningkatkan produksi, produktivitas, nilai tambah, dan daya saing komoditas perkebunan.

Kementan sendiri mengakui petani kopi menghadapi berbagai tantangan seperti luas lahan, produktivitas, kualitas produksi, harga, penyakit tanaman kopi bahkan ditambah dengan adanya perubahan iklim. Hal tersebut tentu dapat berdampak signifikan terhadap pendapatan petani dan perluasan kebun kopinya.



Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Andi Nur Alam Syah, meminta jajarannya agar kontinyu melakukan pembinaan dan mensosialisasikan pentingnya kelembagaan yang melibatkan stakeholder terkait, demi menyiapkan petani menghadapi berbagai tantangan tersebut.

Selain itu, Andi Nur juga meminta jajarannya agar terus mendorong peran generasi muda dalam mengembangkan dan memajukan sektor perkebunan. “Inilah saatnya petani milenial ikut terjun langsung geluti dan kembangkan komoditas perkebunan beserta produk turunannya. Optimalkan inovasi dan hasilkan produk baru yang jitu,” ujarnya seperti dikutip dari pertanian.go.id.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya