SOLOPOS.COM - Hasil Agrowisata Barro Tani Manunggal milik Dwi Sartono yang berada di Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri. (Istimewa/Dwi Sartono).

Solopos.com, SOLO — Pemilik Agrowisata Barro Tani Manunggal, Dwi Sartono getol mendorong anak muda untuk terjun dalam dunia pertanian.  Upaya itu dilatarbelakangi banyaknya anak muda yang tidak tertarik menekuni sektor pertanian sebagai peluang usaha.

Padahal, Dwi mengatakan sektor pasar hasil pertanian semakin besar karena lahan yang semakin sempit dan pelaku yang semakin sedikit.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Manusia hidup itu bukan robot, artinya mereka butuh pangan, sayur dan buah. Padahal kami tahu lahan atau land area semakin berkurang, tentu pelakunya juga berkurang, artinya peluangnya semakin tinggi. Otomatis, demand-nya bertambah,” papar Dwi saat dihubungi Solopos.com.pada Minggu (26/3/2023).

Dengan lahan makin sempit dan pelaku makin sedikit, Dwi menyebut ada satu peluang usaha menarik, yakni di sektor hortikultura.

Menurutnya selama ini peluang usaha di sektor hortikultura tak nampak karena sejumlah anak muda cenderung cuek dengan dunia pertanian.

“Sektor pertanian hortikultura memang risikonya tinggi, kalau padi pangan mending. Kebetulan saya pelaku tanaman melon. Kalau berbicara tanaman pangan dengan luas lahan satu hektare membutuhkan modal Rp20 juta, paling tidak bisa [omzet] di angka maksimal Rp35 juta. Ada margin sekitar Rp15 juta selama empat bulan pada tanaman pangan,” ujar Dwi.

Dwi kemudian mencontohkan risiko tersebut.  Tanaman hortikultura dengan luas lahan satu hektare membutuhkan modal Rp60 hingga Rp80 juta.

Namun, modal yang besar juga menjanjikan keuntungan yang cukup besar.  Jika treatment yang digunakan tepat, petani hortikultura dengan luas tanaman dan lahan satu hektare mampu menghasilkan omzet hingga Rp200-an juta dalam dua bulan.

“Ini baru melon biasa belum berbicara yang premium. Tentu ini peluangnya makin tinggi, permintaan semakin bertambah dengan pelaku berkurang,” tegas Dwi.

Selama ini Dwi terbuka untuk semua orang yang ingin tahu mengenai cara memulai usaha di sektor pertanian. Mulai dari soal modal hingga target.

Namun, ia menilai minat anak muda, khususnya mereka yang berusia di bawah 35 tahun sangat minim.

Dwi mengatakan butuh kolaborasi lebih lanjut dengan akademisi atau penyuluh untuk menggaet anak muda. Selama ini banyak anak muda yang tak melirik bidang tersebut.

Padahal banyak opsi pertanian yang bisa sama-sama dikembangkan, seperti bertani melon, semangka, dan masih banyak lainnya.

“Bagaimana mereka tahu, wong mendekat saja tidak. Jadi kami ingin merangsang mereka untuk melihat, biar mereka tahu dulu, makanya kami mencoba untuk menampilkan pertanian itu tidak seperti petani pada umumnya, kami lebih ke pertanian hortikultura. Harapannya mereka datang, bertanya, ternyata banyak peluang, baru kami jelaskan kami sampaikan,” ujar Dwi.

Peluang lain yakni dalam hal agrowisata.  Agrowisata Barro Manunggal yang Dwi rintis sering digunakan sebagai lokasi kegiatan outing class untuk anak pada jenjang Paud dan Taman Kanak-Kanak (TK).

Anak-anak datang dengan tujuan pengenalan, edukasi, dan hiburan soal dunia pertanian. Kebun yang kini jadi destinasi wisata itu masih dibenahi.

Agrowisata Barro Tani Manunggal berada di Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri. Agrowisata tersebut menjadi tempat bagi siapa pun yang ingin belajar bercocok tanam dengan benar.

Alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) ini menjalankan agrowisatanya secara swadaya sejak 2019. Ia mengaku tidak meminta bantuan kepada siapa pun, termasuk pemerintah.

Saat ini ada sepuluh jenis tanaman yang ditanam, antara lain semangka golden, melon golden, labu madu, sayuran, kacang panjang, dan pepaya California.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya