Bisnis
Kamis, 18 Januari 2024 - 17:36 WIB

Pajak Spa 40%-75%, Dikhawatirkan Berdampak Pada Pengembangan Wisata Kebugaran

Bayu Jatmiko Adi  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi persiapan spa. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Penerapan pajak hiburan tertentu sebesar 40%-75%, khususnya untuk spa, dikhawatirkan berdampak pada semangat pengembangan wisata kebugaran di Solo. Perlu kajian lebih lanjut terkait penerapan pajak tersebut.

Dosen Program Studi D3 Usaha Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UNS, Deria Adi Wijaya, mengatakan ketentuan mengenai pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang diatur dalam UU No. 1/2022, perlu mendapat perhatian bersama. Terutama dalam upaya pengembangan pariwisata.

Advertisement

Menurutnya penerapan pajak hiburan tersebut cukup mengagetkan, terlebih ketika pajak 40%-75% tersebut juga menyasar spa. Di sisi lain, Indonesia termasuk Solo tengah berupaya untuk menguatkan wellness tourism maupun wisata kebugaran.

“Dari sisi iklim wisata, kalau ini benar-benar diterapkan secara penuh, nanti tidak akan menguatkan namun semakin melemahkan. Sebenarnya kita masih dalam tahap recovery setelah pandemi Covid-19,” kata dia, Rabu (17/1/2024).

Advertisement

“Dari sisi iklim wisata, kalau ini benar-benar diterapkan secara penuh, nanti tidak akan menguatkan namun semakin melemahkan. Sebenarnya kita masih dalam tahap recovery setelah pandemi Covid-19,” kata dia, Rabu (17/1/2024).

Terkait pengembangan wisata kesehatan maupun wisata kebugaran, menurutnya Indonesia termasuk Solo dan sekitarnya, memiliki potensi kuat.

Namun jika saat ini sudah harus dihadapkan dengan aturan pajak yang baru, dikhawatirkan potensi tersebut tidak bisa dikembangkan dengan optimal.

Advertisement

Menurutnya dengan tingginya pajak, akan menyebabkan banyak pelaku usaha kehilangan pelanggan, sebab nantinya pajak akan diberikan pada konsumen terakhir atau pengguna jasa. Mungkin untuk harganya tidak berubah, namun ketika ditambah pajak, bisa jadi membuat kapok pelanggan.

“Itu yang perlu di antisipasi pelaku pariwisata, termasuk dalam hal ini pemerintah juga harus bisa melihat nanti fenomena di bawah akan seperti apa,” kata dia.

Menurutnya, jangan sampai para wisatawan yang berburu wisata kebugaran seperti di Bali dan daerah-daerah lain, akan berpikir untuk mencari alternatif wisata kebugaran di negara lain yang lebih terjangkau.

Advertisement

Sebelumnya, dari kalangan perhotelan yang memiliki fasilitas spa juga mempertanyakan mengenai kebijakan pajak tersebut. General Manager Harris-Pop! Hotels and Convention Solo, Erwin James R. Manurung, berharap pemerintah benar-benar cermat dalam menerapkan aturan tersebut.

Menurutnya di perhotelan, fasilitas seperti gym, kolam renang, spa dan lainnya, merupakan salah satu syarat fasilitas hotel. Dengan begitu jika ketentuan pajak 40%-75% tersebut diterapkan, akan memberatkan sektor perhotelan.

“Kami bisa saja menerapkan hal tersebut ke tamu, tapi risikonya adalah tidak ada penjualan. Kami mau jual berapa lagi? Kalau tidak ada penjualan otomatis tidak ada pajak yang bisa kami bayarkan. Jadi kami minta ke pemerintah agar hal ini [pajak hiburan] tidak disamaratakan,” kata dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif