SOLOPOS.COM - Ilustrasi bioskop. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menilai penurunan tarif pajak sejumlah objek pajak hiburan seperti pajak bioskop menjadi maksimal 10 persen dapat menjaga okupansi pusat belanja yang saat ini mencapai 80 persen.

“Wahana permainan anak-anak, bioskop, dan sebagainya yang sebelumnya [pajak] masing-masing Pemerintah Daerah itu kan beda-beda setiap daerah, tapi kan sekarang dibatasi hanya boleh dikenakan bersama 10 persen,” kata Ketua Umum APPBI Alphonsus Widjaja saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1/2024) seperti dilansir Antaranews.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Alphonsus menuturkan memang benar peritel memiliki kekhawatiran mengenai pajak hiburan khusus yakni karaoke hingga spa yang naik menjadi 40 persen hingga 75 persen. Kenaikan pajak tersebut disebutnya tentu akan berdampak pada jumlah kunjungan ke tempat karaoke dan spa yang berada di pusat perbelanjaan.

“Ini pasti akan mengganggu meskipun pemerintah akan menunda dan sebagainya. Kalau ditanya ada gangguan? Pasti mengganggu karena banyak mal yang juga ada karaoke dan sebagainya, ada spa,” ucapnya.

Kendati demikian, lanjutnya, di satu sisi, sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), sebagian besar kategori objek pajak yang bersifat hiburan mengalami penurunan pajak dari yang semula maksimal 35 persen menjadi maksimal 10 persen.

Sehingga, ketika pajak objek hiburan yang masuk kategori khusus mengalami kenaikan dan berdampak pada okupansi kunjungan pusat perbelanjaan, bisa disubstitusi dengan kunjungan masyarakat kepada tempat hiburan lain yang pajaknya diturunkan.

“Jadi mudah-mudahan keseluruhan pusat perbelanjaan tidak terlalu terdampak karena ada penggantinya. Ada yang naik, di satu sisi ada penurunan, mudah-mudahan dengan yang kata penurunan ini mereka bisa lebih agresif untuk membuka usaha-usahanya begitu,” jelasnya.

Adapun objek hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang turun pajak menjadi maksimal 10 persen adalah tonton film, pergelaran kesenian, musik tari, dan atau busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, pertunjukan sirkus, akrobat dan sulap.

Lalu, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

Kemudian, rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang, serta panti pijat dan pijar refleksi. Sedangkan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/busa dinaikkan menjadi 40-75 persen.

Ancaman Impor

Di sisi lain, APPBI menyebut okupansi pusat belanja dapat naik kembali mencapai 90 persen, seperti sebelum pandemi Covid-19, asal impor ilegal yang mengganggu iklim perdagangan di dalam negeri dapat dibasmi oleh pemerintah.

“Sebetulnya yang mengganggu produk lokal itu adalah barang-barang ilegal. Banyak barang ilegal, baik itu di online maupun yang masuk langsung seperti pakaian bekas dan sebagainya, itu yang mengganggu produk lokal,” kata  Alphonsus Widjaja.

Alphonsus menjelaskan bahwa okupansi pusat belanja sebelum pandemi Covid-19 mencapai 90 persen, lalu turun 20 persen menjadi 70 persen selama pandemi Covid-19. Begitu status pandemi dicabut, peritel pun optimistis tingkat okupansi akan terus membaik. Terbukti dengan okupansi di 2023 yang menjadi 80 persen dan ditargetkan kembali menyentuh 90 persen pada 2024 ini.

Peningkatan okupansi juga diiringi oleh pembukaan sejumlah pusat perbelanjaan yang pembangunannya selesai di tahun 2024. Namun demikian, kata Alphonsus lagi, target peningkatan okupansi dan pembukaan pusat belanja baru terancam tak tercapai akibat maraknya produk ilegal yang terus bertambah.

Belum lagi ada regulasi terbaru yang dinilai APPBI semakin memperketat proses impor. Aturan yang dimaksud adalah Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang menata kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor dari post-border ke border.

“Impor ini yang resmi sekarang direncanakan akan dibatasi, dipersulitlah istilahnya, barang-barang impor ini, tetapi yang terkena itu kan sebetulnya kalau impor resmi ini kan pelaku usaha retail yang jelas-jelas mereknya jelas, PT-nya juga jelas, proses yang dilakukan oleh mereka juga proses impornya jelas, membayar pajak juga secara jelas. Yang kami khawatirkan adalah pembatasan impor ini dilakukan secara masif,” katanya pula.

Jika impor legal terlalu diperketat, ia khawatir peritel akan beralih ke impor ilegal yang justru akan membuat harga produk impor semakin murah dan menekan produk lokal.

Oleh karenanya, peritel mengusulkan agar pemerintah memperketat impor ilegal dan memberikan insentif kepada produk dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor.

“Usulan kami kepada pemerintah, produk lokal ini harus didukung dengan diberikan fasilitas, kemudahan dan sebagainya supaya bisa bersaing, bukan dengan membatasi impor [legal],” ujar dia lagi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya