SOLOPOS.COM - Ilustrasi makanan dan minuman yang menggunakan gula pasir sebagai bahan olahannya. (Istimewa).

Solopos.com, SOLO – Kenaikan harga gula pasir akhir-akhir ini berdampak pada pelaku usaha terutama minuman yang terpaksa mengurangi laba.

Berdasarkan informasi harga pangan yang diunggah dalam laman resmi Bank Indonesia, per Jumat (10/11/2023), harga gula pasir di Solo masih berkisar Rp16.250 hingga Rp16.500/kg. Pergerakan harga gula pasir khususnya untuk jenis gula pasir lokal, sejak enam bulan terakhir terjadi pada awal Mei 2023.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Di mana dari Rp13.750/kg menjadi Rp13.900/kg. Selang empat hari berikutnya, harga kembali naik menjadi Rp14.150/kg. Harga tersebut bertahan hingga 13 September 2023.

Pada 14 September 2024 harga gula pasir lokal naik lagi menjadi Rp14.500/kg. Pada 18 September naik lagi menjadi Rp15.250/kg dan menjadi Rp15.400/kg pada 21 September 2023. Peningkatan harga secara beruntun terjadi pada 20-24 Oktober 2023. Di mana dari harga Rp15.400/kg, naik menjadi Rp15.650/kg, kemudian menjadi Rp16.000/kg dan naik lagi menjadi Rp16.250/kg. Terakhir pada 30 Oktober 2023 naik menjadi Rp16.500/kg dan bertahan sampai Jumat (10/11/2023).

Sedangkan untuk harga gula pasir premium saat ini adalah Rp16.250/kg. Naik pada 18 September 2023 dari harga sebelumnya Rp16.000/kg. Terkait harga gula pasir lokal tersebut, masih ada kemungkinan untuk naik lagi.

Hal itu disampaikan oleh salah satu pedagang di Pasar Nusukan, Didik. Menurutnya, harga gula pasir per sak atau kemasan 50 kg pada Sabtu (11/11/2023) sudah naik sekitar Rp20.000. “Hari ini gula pasir Rp16.500/kg, besok sudah sekitar Rp17.000/kg. Sebab harga per karung juga sudah naik ini tadi,” kata dia saat ditemui di lapaknya, Sabtu.

Kemungkinan besar harga gula tersebut juga berdampak pada penjualan minuman atau makanan-makanan olahan yang membutuhkan gula. Namun berdasarkan pantauan Solopos.com, pada awal pekan lalu di wilayah Ngemplak, Boyolali, harga minuman es teh jumbo yang tengah tren saat ini, masih dapat ditemukan dengan harga Rp3.000, atau tidak ada perubahan dari harga sebelum-sebelumnya.

Kemudian salah satu pemilik warung makan di kawasan Manahan, Solo, Surati, mengatakan kenaikan harga komoditas seperti gula, cabai dan berat sangat berdampak pada usahanya. Sebab setiap harinya dia membutuhkan bahan-bahan tersebut untuk membuat menu makanan dan minuman di warungnya.

Namun untuk menjaga agar dagangannya tidak ditinggal pelanggan, dirinya memilih untuk mempertahankan harga jual menu makanan dan minuman di warungnya. Dalam sehari dirinya membutuhkan sekitar 5 kg gula pasir, 1 kg cabai dan antara 15-20 kg beras.

“Kalau harga [menu] tetap. Hanya berani menaikkan harga kalau Lebaran. Sebab kalau Lebaran naik kan wajar. Kalau ini tidak berani, ya kurangi pendapatan saja,” kata dia saat ditemui di warungnya, Sabtu.

Dampak Kenaikan Harga Gula

Data Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) per 8 November 2023 menunjukkan harga rata-rata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen Rp16.211 per kilogram.

Ini lebih tinggi 11,8% di atas harga acuan penjualan (HAP). Data Tradingeconomics menunjukkan harga gula pasir US$27,95 sen per pon. Level tertinggi dalam periode lima tahun.

Indonesia adalah negara dengan konsumsi gula global terbesar ke-6 di dunia. Konsumsinya mencapai 7,8 juta metrik ton sepanjang tahun lalu. Konsumsi gula terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan peningkatan permintaan dari industri makanan dan minuman.

Perubahan iklim, fluktuasi produksi, dan kondisi geopolitik menjadi penyebab kenaikan harga gula yang signifikan. Salah satu upaya meredam kenaikan harga gula nasional adalah impor gula, namun implementasinya tidak semudah menyeduh minuman.

Salah satu dampak utama dari kenaikan harga gula adalah peningkatan biaya hidup. Gula adalah bahan pokok dalam berbagai produk makanan dan minuman.

Kenaikan harga gula dapat menyebabkan kenaikan harga produk-produk tersebut dan mengakibatkan tekanan finansial pada rumah tangga yang berujung penurunan daya beli hingga inflasi.

Industri makanan dan minuman paling terdampak oleh kenaikan harga gula. Produsen makanan dan minuman harus menyesuaikan harga produk mereka untuk menutupi biaya bahan baku yang lebih tinggi. Ini merugikan konsumen dan mengurangi daya beli mereka.

Kenaikan harga gula juga dapat berdampak pada kesehatan masyarakat. Ketika harga gula naik, beberapa orang mungkin beralih ke alternatif makanan yang lebih murah, namun kurang sehat.

Ini dapat meningkatkan risiko penyakit seperti obesitas dan diabetes karena konsumsi gula yang berlebihan sering dikaitkan dengan masalah kesehatan ini.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani menyebut salah satu penyebab produksi gula di Indonesia rendah adalah umur fasilitas produksi gula tebu yang sudah tua.

Asosiasi Gula Indonesia (AGI) menyebut kebutuhan gula domestik per tahun 6,7 juta ton. Perinciannya untuk konsumsi atau gula kristal putih (GKP) 3,3 juta ton dan industri makanan minuman atau gula kristal rafinasi (GKR) 3,4 juta ton.

Produksi gula dalam negeri 2,3 juta ton GKP. Kekurangan yang perlu ditutup dengan impor adalah 4,4 juta ton. Impor dilakukan dalam bentuk gula mentah yang diolah oleh pabrik gula rafinasi menjadi GKR dan oleh pabrik gula berbasis tebu untuk GKP.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gula pada periode Januari-Oktober 2023 sebanyak 4,08 juta ton atau turun 22% dari impor pada Januari-Oktober 2022 yang sebanyak 5,23 juta ton.

Pada Oktober 2023 impor gula tercatat 369.570 ton, naik 39,58% daripada Oktober 2022 yang sebanyak 264.780 ton. Untuk mengatasi masalah kenaikan harga gula diperlukan upaya bersama dari pemerintah, produsen, dan konsumen.



Impor tak serta-merta bisa meredam gejolak harga gula. Hal yang tak kalah penting adalah mengupayakan data valid dan akurat tentang komoditas gula dari hulu sampai hilir.

Data yang akurat bisa menjadi dasar pengambilan kebijakan secara tepat dan mampu merespons permasalahan. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 disorot lantaran gula impor memberi ruang secara masif masuk pasar lokal.

Jika kebijakan tak diimbangi akurasi data, tata kelola, dan tata niaga yang kuat dikhawatirkan produsen lokal akan jadi korban. Pemerintah dapat mengadopsi kebijakan yang mendukung petani gula lokal, mempromosikan praktik pertanian yang berkelanjutan, dan mengembangkan program kesejahteraan masyarakat untuk melindungi konsumen yang rentan.

Kenaikan harga gula bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga berdampak kompleks. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang akar penyebab, diharapkan solusi yang holistik dapat ditemukan.

Upaya kolaboratif antara pemerintah, industri, dan masyarakat dapat membantu menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya