Bisnis
Minggu, 6 Agustus 2023 - 14:19 WIB

Paguyuban Akui Sulit Samakan Standar Jam Kerja & Gaji Sopir Truk, Ini Alasannya

Gigih Windar Pratama  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi truk angkutan barang. (Solopos.com - Bisnis.com/Abdullah Azzam)

Solopos.com, SOLO — Ketua Paguyuban Manunggal Sopir Solo (PMSS), Totok Darwanto mengatakan sulit untuk menetapkan waktu kerja yang ideal untuk para sopir angkutan barang.

Menurutnya, para sopir terikat dengan sistem kerja yang berbeda tergantung dari perusahaan yang menaungi. Ia juga menambahkan, faktor lain yang menyulitkan penentuan jam kerja dari para sopir angkutan adalah jarak yang ditempuh setiap perjalanan.

Advertisement

“Untuk waktu kerja bagi para sopir itu tidak menentu juga. Karena tugas sopir itu beragam, ada yang luar kota juga ada yang dalam kota. Selain itu ada yang punya kontrak kerja dengan perusahaan. Ada juga yang luar kota berdasarkan sistem bagi hasil, yang terakhir ini biasanya jam kerjanya paling panjang,” ungkapnya saat dihubungi Solopos.com, Jumat (4/8/2023).

Menurut Totok, jam kerja sopir angkutan barang yang beragam ini juga menyebabkan besaran pendapatan yang bereda.

Totok menjelaskan, jika bekerja dengan sistem bagi hasil, waktu istirahat para sopir sangat minim, berbeda dengan yang terikat kontrak dengan perusahaan.

Advertisement

“Kalau yang pakai sistem borongan itu kadang waktu istirahatnya ya hanya saat makan siang terus lanjut jalan lagi. Tapi kalau yang terikat perusahaan itu ada jam kerjanya, biasanya untuk pengiriman antarkota saja,” jelasnya.

Ia juga menambahkan sistem pembayaran yang berbeda-beda setiap perusahaan menyulitkan standarisasi sistem gaji bagi para sopir truk.

“Kalau standar bayarannya belum ada karena memang enggak bisa ditentukan. Apalagi setiap sopir dan perusahaan punya patokannya beda, ada yang sistem setoran sampai borongan. Tergantung perjanjiannya antara bos dan sopirnya, ada yang bagi hasil 60-40 persen,” kata dia.

Advertisement

Terpisah, salah satu sopir truk yang biasa mengirim beras dari Klaten menuju Surabaya, Lukmanto, menyatakan sudah terbiasa menyetir lebih dari delapan jam. Apalagi jika pesanan sedang ramai mendekati Lebaran.

Ia juga mengatakan muatannya cukup sering overload atau over dimensi dan over loading (ODOL).  Meskipun begitu, Lukmanto meyakini asal berhati-hati perjalanan akan lancar dan tidak ada kendala.

“Ya memang sering kalau kelebihan muatan, apalagi kalau sudah mendekati Lebaran atau hari besar, karena pesanan banyak dan harus terkirim semua. Tapi Insya Allah kalau hati-hati dan kalau capek ya berhenti, perjalanan pasti aman-aman saja,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif