SOLOPOS.COM - Kereta Cepat Jakarta Bandung di Stasiun Halim. (Istimewa).

Solopos.com, BANDUNG – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) optimistis proyek Kereta Cepat Whoosh Indonesia dapat mencapai break even point (BEP) atau balik modal dalam waktu sekitar 40 tahun.

Seiring dengan hal tersebut, sejumlah strategi mulai dari pengembangan kawasan properti di sekitar stasiun hingga penjualan hak penamaan eksklusif (naming rights) stasiun akan terus diupayakan.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Pernyataan ini menanggapi pernyataan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri yang menyebut bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung baru akan balik modal dalam waktu lebih dari 100 tahun alias 1 abad.

Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, proyek kereta cepat dapat mencapai break even point dalam waktu 40 tahun ke depan. Dia menuturkan, proyeksi tersebut didapat seiring dengan upaya KCIC untuk mengembangkan seluruh segmen penerimaan kereta cepat, baik tiket maupun non tiket (non fare box).

“Jadi, waktu balik modal sekitar 40 tahun. Memang infrastruktur perkeretaapian seperti itu masa pengembalian modalnya. Apalagi KCIC beli lahan sendiri,” kata Dwiyana di Stasiun KCIC Halim, Jakarta, dikutip Selasa (17/10/2023).

Salah satu strategi KCIC adalah pengembangan properti di kawasan sekitar stasiun kereta cepat. Dwiyana mencontohkan, saat ini pihaknya tengah berupaya mengembangkan kawasan transit oriented development atau TOD di Stasiun Halim.

Dwiyana mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengkaji pengembangan kawasan TOD di sekitar Stasiun Halim pada lahan seluas 2,6 hektare. Dia juga mengklaim sudah cukup banyak calon investor yang berminat pada lahan ini. Dwiyana melanjutkan, pengembangan TOD pertama akan dilaksanakan di Stasiun Halim karena perusahaan telah selesai mengakuisisi lahannya.

Dia mengatakan, saat ini KCIC tengah mencari investor yang akan memberi nilai tambah terbaik pada kawasan tersebut. Selain pengembangan properti, Dwiyana mengatakan pihaknya juga tengah memasarkan hak penamaan eksklusif stasiun kereta cepat atau naming rights.

Dia menuturkan, KCIC masih terus mempertimbangkan calon-calon mitra yang jenama atau brand-nya menjadi nama stasiun kereta cepat. Dia juga mengatakan, kesempatan untuk naming rights terbuka baik untuk Badan Usaha Milik Negara maupun pihak swasta. “Misal nanti ada pihak swasta yang tidak terlalu terkait dengan KCIC menawar (naming rights) lebih mahal sedikit, itu pasti akan kami pertimbangkan,” jelas Dwiyana.

Dia menambahkan, untuk saat ini kontributor penerimaan terbesar Kereta Cepat Whoosh Indonesia akan bersumber dari pendapatan tiket. Namun, segmen pendapatan non-tarif ke depannya akan menjadi penyumbang penerimaan yang optimal. Dia menjelaskan, penataan sektor pendapatan tiket akan berimbas pada bertumbuhnya jumlah penumpang atau ridership kereta cepat.

Setelah adanya pertumbuhan penumpang kereta cepat yang optimal, Dwiyana optimistis nantinya banyak investor yang berminat untuk turt berkontribusi ke segmen pendapatan non-tarif kereta cepat.

“Dari pengalaman dan historis pada beberapa perusahaan kereta api di Eropa atau Jepang pasti begitu. Trennya pendapatan tiket dulu, baru dari pendapatan nontiket,” katanya.

Respons Wamen BUMN

Sementara itu Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rosan P Roeslani angkat bicara terkait pernyataan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyebutkan bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung baru akan balik modal dalam waktu lebih dari 100 tahun alias 1 abad.

Menurut Rosan, perhitungan yang dilakukan oleh Faisal Basri hanya dilakukan berdasarkan satu aspek penerimaan Kereta Cepat Whoosh Indonesia, yakni penjualan tiket. Padahal, menurutnya kereta cepat memiliki segmen-segmen pendapatan lain, seperti penyewaan tenant, sponsorship, hak penamaan eksklusif stasiun (naming rights) dan lainnya.

“Kalau hanya dari itu mungkin akan beda hitung-hitungannya. Ini [komponen perhitungan] ada banyak, ada vendornya, banyak pihak yang terkait. Jadi, jangan kita melihatnya dari satu kacamata saja, tapi dari hal yang lebih besar,” jelas Rosan di Stasiun KCIC Halim, Jakarta, dikutip Selasa (17/10/2023).

Dia melanjutkan, perhitungan nilai ekonomi kereta cepat harus dilihat secara menyeluruh, tidak hanya dari satu perspektif saja. Dia memaparkan, kehadiran kereta cepat di Indonesia salah satunya akan memicu terjadinya transfer teknologi dari China ke Indonesia.

Proses ini terbilang penting mengingat pemerintah juga tengah mengkaji perpanjangan proyek kereta cepat hingga ke daerah Surabaya, Jawa Timur.

Selain itu, dia menilai Kereta Cepat Whoosh Indonesia juga akan berdampak positif kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari sisi perputaran ekonomi. Ke depannya, moda transportasi kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini juga akan berpengaruh terjadap sektor sosial dan budaya masyarakat.

“Kalau dihitung semua dampak dari adanya Kereta Api Cepat ini, itu akan sangat signifikan dan bisa menjustifikasi adanya Kereta Cepat,” kata Rosan.

Sebelumnya, Faisal Basri mengatakan Berdasarkan simulasi dengan asumsi super optimis, di mana mengesampingkan ongkos operasional dan tidak membayar bunga pinjaman, Faisal memperkirakan untuk balik modal atau mengembalikan nilai investasi semata senilai Rp114,4 triliun, butuh waktu 48,3 tahun. Skenario ini merupakan opsi paling cepat diantara opsi lain.

Simulasi tersebut juga menggunakan kapasitas tempat duduk (seat) 100%, 36 trip atau perjalanan sehari, dan tarif Rp300.000 sekali jalan. Selain itu asumsi juga menggunakan kurs Rp14.300 per dolar AS, sementara kini dolar telah menyentuh lebih dari Rp15.700.

“Jika kurs Rp14.500 butuh waktu 94 tahun, ganti saja [kurs] jadi Rp15.700, bisa jadi 100 tahun,” jelasnya dalam Diskusi Publik ‘Beban Utang Kereta Cepat di APBN’, Selasa (17/10/2023).

Sementara jika tarif diturunkan karena kurangnya minat untuk naik kereta cepat, Faisal malah memprediksi butuh waktu lebih lama hingga mencapai 92,7 tahun untuk balik modal. Dalam simulasi yang lebih sederhana, dengan menggunakan okupansi 100%, 39 trip per hari, dan harga tiket Rp400.000, dia meramal proyek KCJB akan balik modal dalam 33 tahun.

“Jika nilai investasi tetap, seat-nya kalau 50 persen tadi [butuh] 139 tahun [balik modal],” tambahnya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya