SOLOPOS.COM - Pelatihan pembuatan kain shibori yang dipandu Mufida Asti Nurlaeli, pemilik brand Onnelix Handmade. (Istimiewa/Mufida Asti Nurlaeli)

Solopos.com, SRAGEN – Sejak awal menekuni usaha kerajinan tangan pada 2008 lalu, Mufida Asti Nurlaeli, 36, sudah mulai mengakrabi dunia digital. Kerajinan tangan dari kain flanel dan perca yang dibuat untuk anak-anak ia pasarkan melalui media sosial, terutama Facebook dan Instagram.

“Sejak awal kami memang membidik pasar online daripada offline. Pemanfaatan teknologi digital sangat membantu untuk memasarkan produk. Dengan memasarkan produk secara digital, saya hanya butuh kuota paket internet. Saya tak harus mengeluarkan modal besar untuk menyewa kios,” jelas Asti kala berbincang dengan Solopos.com, Rabu (31/5/2023).

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Bisnis kerajinan tangan yang menggunakan brand Onnelix Handmade itu ia jalani tanpa melupakan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga. Pada 2014, Asti yang tinggal bersama keluarga kecilnya di Margoasri, Karangmalang, Sragen, mulai mengembangkan bisnis lain yang tak jauh dari seni kerajinan tangan.

Saat itu, dia membuka jasa pembuatan mahar dan seserahan pengantin. Baru pada 2021, tepatnya saat Pandemi Covid-19 tengah ganas-ganasnya, waktu Asti lebih banyak dihabiskan di rumah. Sebab, pemerintah kala itu mengeluarkan sejumlah kebijakan pembatasan kegiatan warga untuk menekan kasus Covid-19.

Namun, dari momentum itulah, lahir kerajinan baru buah tangan kreatif dari Asti. Berawal dari nonton video di Youtube, ia tertarik membuat kerajinan tangan dari bahan kain shibori. Ia kemudian terbesit niat untuk belajar membuat kain shibori secara mandiri. Siapa sangka, aneka kerajinan tangan dari bahan kain shibori bikinannya justru laris manis di pasaran.

Shibori merupakan sebuah kesenian pewarnaan kain yang berasal dari Jepang. Teknik pewarnaan kain ini dilakukan dengan teknik melipat dan mengikat benang dengan kain sebelum dicelupkan ke pewarna. Dengan teknik ini, sebagian kain yang terlindungi tidak ikut terwarnai. Saat kain itu dibentangkan, akan tercipta motif warna yang estetik.

Selanjutnya, Asti memanfaatkan kain shibori itu untuk membuat kerajinan topi, dompet, dan tas sebagai suvenir. “Berkat seorang teman, produk kerajinan saya pernah sampai ke Autralia. Kalau di Indonesia, reseller saya ada di Kalimantan dan Banten. Sementara masih fokus untuk produk suvenir, kalau produk fesyen belum. Tapi kalau ada yang minat, bisa saya serahkan proses pembuatannya ke teman saya,” jelas Asti yang meraih Kadin Jateng UMKM Innovation Award 2022.

Untuk saat ini, Asti belum bisa memproduksi kerajinan tangan dalam jumlah besar. Pasalnya, saat ini ia baru dibantu empat karyawan yang bekerja tidak tiap hari. Bisa dibilang, produk kerajinan tangan bikinannya dibuat dalam jumlah terbatas atau limited edition. Berbekal pengalamannya di bidang kerajinan tangan, belakangan Asti semakin sering diundang untuk mengisi pelatihan pembuatan kain shibori di Sragen.

Produk kerajinan dari kain shibori miliknya dijual dengan harga bervariasi. Untuk topi dengan motif shibori dibanderol mulai harga Rp65.000/buah, dan untuk tas dihargai dengan Rp150.000/buah. Sementara itu, untuk aneka kerajinan tangan miliknya dihargai mulai Rp3.000/buah. Dari hasil penjualan produknya paling tidak ia mengantongi omzet mulai Rp3 juta hingga Rp5 juta tiap bulannya.

Tak hanya melalui Instagram dan Facebook, produk kerajinan dari bahan kain shibori itu juga ia pasarkan melalui Shopee dan Tokopedia. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, dia mulai menyiapkan sebuah website. Nanti, website akan melengkapi media pemasaran yang dilakukan secara digital sebelumnya yakni melalui Facebook, Instagram dan marketplace. Asti menyadari teknologi digital cukup membantu dirinya dalam memasarkan produk kerajingan tangan miliknya. Dengan teknologi digital, ia bisa dipertemukan pelanggan tanpa terbatas ruang.

Transformasi digital pun menjadi sebuah keharusan agar pelaku UMKM seperti dirinya bisa naik kelas. Transformasi digital menjadi hal yang tak bisa dihindari di era industri 4.0 seperti sekarang ini.

Sejumlah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk meredam pandemi Covid-19 juga secara tidak langsung turut berperan dalam mendorong percepatan arus digitalisasi. Pandemi Covid-19 menjadi momentum pelaku UMKM bangkit melalui transformasi digital.

Semakin membaiknya kondisi perekonomian Indonesia pascapandemi membuat pelaku UMKM terus bergeliat. Dampaknya, bisnis UMKM tetap melaju dan tangguh di tengah kekhawatiran resesi global. Indeks bisnis UMKM naik dari 103,2 (Q3-2022) menjadi 105,9 (Q4-2022).

Peningkatan ini ditopang oleh beberapa faktor, di antaranya peningkatan aktivitas masyarakat di luar rumah sejalan dengan mulai berubahnya pandemi Covid-19 menuju endemi. Hal itu menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa juga meningkat.

Temuan hasil riset Indeks Bisnis UMKM Q4 2022 ini semakin memperkuat optimisme Direktur Utama BRI Sunarso menghadapi tantangan di masa mendatang. Ia menyampaikan bahwa peluang resesi di Indonesia hanya sebesar 3%.

Menurut Sunarso, ada dua faktor yang membuat Indonesia bisa tahan akan resesi di 2023, di antaranya terkait konsumsi dalam negeri dan optimisme akan kondisi UMKM. “Dua faktor inilah yang membuat kita memiliki ketahanan akan kondisi di 2023,” ujarnya dalam rilis yang diterima Solopos.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya