SOLOPOS.COM - Ilustrasi Kredit (JIBI/Harian Jogja/bisnis.com)

Solopos.com, JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman mengatakan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 di industri perusahaan pembiayaan (multifinance) berakhir pada 17 April 2024.

“Kebijakan Countercyclical dampak penyebaran Covid-19 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank berakhir pada April 2023, yang kemudian diperpanjang sampai dengan 17 April 2024,” kata Agusman di Jakarta, Rabu (3/4/2024) seperti dilansir Antaranews.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

OJK menilai jika kebijakan restrukturisasi tersebut dihentikan pada April 2024, maka non performing financing (NPF) gross diproyeksikan hanya akan sedikit terdampak, yaitu menjadi sekitar 2,48 persen sampai dengan 2,55 persen.

Dengan demikian, industri perusahaan pembiayaan dinilai telah cukup siap secara fundamental pada saat normalisasi kebijakan dilakukan. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang diperkirakan akan tetap tumbuh cukup baik pada 2024 di tengah ketidakpastian perekonomian global.

Di samping itu, Agusman mengatakan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 di industri perbankan berakhir pada 31 Maret 2024.

Jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan pada Februari 2024 menjadi sebesar Rp242,80 triliun atau turun Rp8,41 triliun dari posisi pada Januari 2024 yang tercatat sebesar Rp251,21 triliun.

Jumlah nasabah yang mendapat restrukturisasi kredit juga turun menjadi 943.000 nasabah pada Februari 2024, dari posisi pada Januari 2024 yang tercatat sebanyak 977.000 nasabah.

Tren Kredit Restrukturisasi Terus Menurun

Sebelumnya OJK mencatat penggunaan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 mencapai Rp830,2 triliun sejak kebijakan tersebut direalisasikan pada 2020 hingga berakhir pada 31 Maret 2024.

“Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, di Jakarta, Minggu (31/3/2024) seperti dilansir Antaranews.

Dian mengatakan sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.

Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur.

Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun yang diberikan kepada 977.000 debitur.

Dalam menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus Covid-19, OJK telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam, yaitu dengan melihat kesiapan industri perbankan, kondisi ekonomi secara makro dan sektoral, serta menjaga kepatuhan terhadap standar internasional.

Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit (NPL) dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik.

Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan terus mengalami penurunan namun tingkat pencadangan (CKPN) yang dibentuk bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi.

“Kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali [soft landing] mengakhiri periode stimulus,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya