Bisnis
Selasa, 24 Agustus 2021 - 08:47 WIB

OJK Naikkan Modal Inti Bank Baru dari Rp3 Triliun Jadi Rp10 Triliun

Farida Trisnaningtyas  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana. (Farida Trisnaningtyas/Solopos).

Solopos.com, SOLOOtoritas Jasa Keuangan (OJK) menaikkan syarat modal inti bagi pendirian bank berbadan hukum Indonesia (BHI) baru dari Rp3 triliun menjadi Rp10 triliun. Aturan anyar ini tercantum dalam Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum yang terbit akhir pekan lalu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, mengatakan ketentuan terbaru tersebut dikeluarkan OJK mengingat aturan mengenai modal pendirian bank BHI senilai Rp3 triliun telah berlaku sejak 2000 dan dinilai sudah tidak relevan di masa sekarang ini.

Advertisement

“Aturan mengenai modal inti pendirian bank ini sudah lama. Dengan perkembangan ekonomi sekarang ini, kemudian perubahan landscape dan perilaku nasabah, serta inflasi. Maka kebijakan ini kami keluarkan,” ujar dia, dalam media briefing secara virtual, Senin (23/8/2021).

Baca Juga: Resmi Kolaborasi, Shopee dan Bluebird Hadirkan BirdKirim

Advertisement

Baca Juga: Resmi Kolaborasi, Shopee dan Bluebird Hadirkan BirdKirim

OJK Tidak Mendikotomikan Bank

Heru menjelaskan dalam POJK terbaru disebutkan modal disetor minimum pendirian bank BHI baru Rp10 triliun. Selain itu, perizinan bank BHI dilakukan dalam dua tahap, yakni persetujuan prinsip dan izin usaha. Menurutnya, kebijakan ini merupakan hasil pengkajian para praktisi dan semua asosiasi di lingkup Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Artinya, aturan tersebut hanya berlaku untuk bank BHI baru yang hadir setelah keluarnya POJK Nomor 12 Tahun 2021. Dengan demikian, aturan tidak berlaku bagi bank yang sudah beroperasi atau eksisting.

Advertisement

POJK tentang Bank Umum juga memperjelas aturan tentang bank digital. Ia menyebut bank digital adalah bank berbadan hukum Indonesia yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utama melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas. Menurutnya, OJK tidak mendikotomikan bank yang bertransformasi digital atau bank ingin didirikan digital sejak awal. “Bank is bank,” tutur dia.

Baca Juga:  Guru Honorer di Semarang Terjerat Pinjol, Pinjam Rp3,7 Juta Membengkak Jadi Rp206,3 Juta

Ekosistem Perbankan Berubah

OJK juga menerbitkan dua aturan lain, yakni POJK No. 13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum, dan POJK No. 14/POJK.03/2021 tentang Perubahan POJK No. 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Advertisement

Heru menegaskan POJK baru ini bukan memberikan beban baru kepada industri perbankan di Indonesia melainkan untuk mengikuti perubahan dinamika global akibat pandemi Covid-19.

“OJK melihat ekosistem perbankan terus berubah dan dipercepat adanya pandemi Covid-19. Selain itu, perubahan perilaku masyarakat membuat harapan terhadap pelayanan perbankan yang cepat dan inovatif. Ini juga memberikan landasan yang kuat bagi perbankan agar mencapai skala ekonomi yang diinginkan dan berkontribusi yang maksimal bagi perekonomian,” jelas dia.

Di samping itu, penerbitan POJK ini juga ditujukan untuk menjawab tantangan dan tuntutan perkembangan teknologi informasi yang juga dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Hal ini bertujuan supaya bank akan lebih adaptif dan lebih agile.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif