SOLOPOS.COM - Ilustrasi keuangan. (Freepic.com).

Solopos.com, SOLO — Bunga obligasi pada kuartal pertama 2023 diprediksi akan flat, hal ini tidak lepas dari kenaikan suku bunga The Fed yang sudah terjadi pada akhir tahun lalu.

Adanya bunga atau yeld yang flat akan memudahkan obligasi korporasi dan obligasi negara.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Menurut Shafira Putri dari Syailendra Capital kepada Solopos.com, Senin (13/2/2023), tren yield obligasi pemerintahan dalam 10 tahun terakhir bergerak sejalan dengan Fed Fund Rate yang minggu ini mencapai 4.50 hingga 4.75.

Pergerakan yield 10 Y mempengaruhi imbal hasil obligasi. Rata-rata imbal hasil obligasi korporasi dan negara adalah 4,6 persen ketika yield turun (negatif) dan 2,3 persen ketika yield bergerak flat dan 1,4 persen ketika yield naik atau positif.

“Untuk memanfaatkan momen ini investor bisa berinvestasi pada reksa dana Syailendra Pendapatan Tetap Premium (SPTP) yang aset alokasinya mayoritas ke obligasi korporasi (56.9%), obligasi negara (24.1%) dan instrumen pasar uang (19.0%),” ulas Shafira.

Alasan mengarahkan obligasi milik korporasi dibandingkan milik negara, karena kedua obligasi tersebut memiliki nilai terbalik secara kinerja jika menggunakan yield sebagai acuan.

Sehingga di saat pergerakan obligasi flat, lebih menguntungkan untuk berinvestasi di obligasi korporasi.

“Kinerja kedua tipe obligasi berbanding terbalik dengan pergerakan yield acuan. Secara rata-rata, ketika yield turun, return obligasi lebih tinggi di banding return saat yield bergerak flat atau naik. Saat yield acuan flat, return enam bulan aset obligasi korporasi (+2.5%) lebih diuntungkan dibandingkan dengan obligasi negara (2.1%),” tambahnya.

Dikutip dari Bisnis.com, Reksa Dana Obligasi disebut-sebut merupakan investasi yang paling menguntungkan pada 2023. Disusul reksa dana pasar uang, reksa dana saham, dan pasar uang.

Aksi beli investor asing membuat Rupiah cenderung menguat dengan pergerakan yang lebih stabil.

Hal ini kemudian ditambah dengan sentimen mulai meredanya kenaikan suku bunga acuan bank-bank sentral membuat reksa dana pendapatan tetap sedang dalam tren bullish. 

Di sisi lain, efek kenaikan suku bunga agresif dan fiskal tahun lalu baru terasa dampaknya tahun ini.

Alhasil, lanjut Handy, pertumbuhan ekonomi melambat, tekanan inflasi berkurang dan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh bank sentral juga semakin menurun.

Faktor di atas mendorong bond yield secara umum turun dan harga obligasi naik. Alhasil, return investasi obligasi di awal tahun ini tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya