SOLOPOS.COM - Desain mebel rotan berbentuk sepatu yang dipertontonkan dalam lomba desain mebel di Sekretariat Forum Rembug Klaster Industri Rotan (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Sebanyak 60% industri mebel di Indonesia disokong oleh pelaku industri furnitur dan kerajinan dari di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Selain didukung dari tenaga kerja potensial, pasokan baku yang melimpah juga menjadi daya tarik industri mebel Indonesia.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Hal tersebut diungkapkan Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, saat ditemui Solopos.com seusai  Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) HIMKI 2023 bertajuk Perkuat Soliditas Organisasi untuk Mendukung Akselerasi Pertumbuhan Industri Mebel dan Kerajinan Nasional di Hotel Grand Mercure, Sukoharjo, pada Jumat (16/6/2023) malam.

Salah satu tantangan ekspor mebel Indonesia yakni pelemahan inflasi di Amerika Serikat (AS). Sebanyak 51% ekspor nasional dipegang oleh AS, sementara itu pasar Eropa memang 35% pasar ekspor nasional.

Pihaknya mengaku juga mengoptimaliasi emerging market dan melirik pasar Asia, Timur Tengah, dan lain-lain.

Lebih lanjut, Abdul menguraikan China merupakan pasar terbesar di dunia, untuk masuk dalam pasar China menurut Abdur cukup kesulitan. Kecuali untuk produk-produk yang tidak mampu diproduksi oleh mereka.

Abdul mengatakan, mebel berbasis rotan merupakan produk unggulan yang memungkinkan diterima pasar tersebut. Selain itu produk akar kayu yang diukir khusus juga menjadi unggulan.

Namun, selama ini masih menghadapi masalah dalam hal kapasitas dan kemampuan produksi dengan teknologi yang canggih.

“Khasnya [mebel Indonesia] kayu paling dari sisi material di Indonesia, khususnya yang bersumber dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Terutama Soloraya dan Yogyakarta, itu berbasis Jati dan Mahoni dari sisi materialnya. Kemudian karakter produknya dari rustic, jadi handmade dan handycraft itu tinggi dan disukai pasar Eropa. Kalau yang Jawa Timur bedanya ke engineering,” papar Abdul.

Abdul menguraikan adanya factory sharing di wilayah Soloraya juga bisa berdampak baik dan melibatkan masyarakat.

Namun pemanfaatan hal ini harus lebih optimal dan sustainable. Adanya fasilitas ataupun program seperti pelatihan bagi pelaku industri mebel mikro juga dibutuhkan sehingga mampu merambah ke pasar ekspor.

Abdul menyebut meskipun kondisi perekonomian dunia belum pulih akibat kondisi geopolitik, ternyata permintaan terhadap produk mebel dan kerajinan masih terus tumbuh.

Dengan pemasok utama China yang saat ini memimpin sebagai eksportir terbesar produk mebel dunia. Pada kuartal pertama tahun ini ekspor mebel dan kerajinan mengalami penurunan.

Pihaknya berharap dengan adanya pameran IFEX yang dilakukan pada Maret lalu bisa menahan penurunan ekspor tersebut pada kuartal selanjutnya.

Pengurus HIMKI Soloraya, Suryanto menjelaskan ada tiga factory sharing atau rumah industri bersama di Soloraya.

Pertama, di daerah Nogosari, Boyolali yang menurutnya sudah berjalan dan cukup membantu untuk meningkatkan kapasitas di industri sekitar.

“Kedua, factory sharing di Gemolong, Sragen. Pembangunan dan setting peralatan sudah selesai tapi belum mulai operasinal,” papar Suryanto saat dihubungi Solopos.com pada Minggu (18/6/2023).

Kemudia, ada juga  factory sharing di Trangsan, Sukoharjo masih tahap proses pelelangan dan ditargetkan selesai akhir 2023 ini. Ia berharap dengan adanya factory sharing bisa membantu meningkatkan kapasitas produksi di ketiga sentra industri tersebut.

Menurut Suryanto hal tersebut tentu akan bermanfaat, terutama bagi para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di industri sentra ini dan secara umum bisa bermanfaat bagi industri di Soloraya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya