SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pemilu. (freepik)

Solopos.com, SOLO — Indonesia bukan saja menghadapi ketidakpastian politik yang terjadi di dalam negeri menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Di luar itu, tantangan global juga mengintai dengan kondisi yang sama tidak pastinya berkaitan dengan persoalan geopolitik akhir-akhir ini.

Semua pihak berharap proses Pemilu 2024 nanti berjalan lancar dan damai agar kondisi perekonomian tetap baik dan terjaga.

Promosi Telkom Dukung Pemulihan 82,1 Hektare Lahan Kritis melalui Reboisasi

Namun setiap kemungkinan tentu harus diantisipasi. Periset/pegiat politik, Zulfan Lindan, mengatakan ada potensi meningkatnya tensi politik pada pemilu tahun ini.

“Saat ini yang dikhawatirkan, dari jauh-jauh hari sudah dikembangkan opini bahwa akan terjadi kecurangan. Jadi pemilunya saja belum, kita sudah yakin akan ada kecurangan. Ini yang menurut saya bahaya. Kalau ini meluas, kita tahu pengaruh media sosial, ini akan sangat mengganggu,” kata dia dalam Webinar Series dengan tema Prospek Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Politik, yang disiarkan di Youtube Espos Indonesia, Selasa (21/11/2023).

Mungkin sampai proses berjalan di bilik suara, sampai proses pencoblosan selesai, persoalan belum terlalu muncul. Namun yang dikhawatirkan adalah setelah proses perhitungan suara, kemudian ada pihak-pihak yang kalah kemudian tidak puas, maka terjadi protes di sana-sini.

Persoalan politik yang meluas, tentu akan berdampak pada semua hal. Terlebih pada sektor ekonomi. Terlebih industri yang sangat terkait dengan buruh atau tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Ketika buruh terpengaruh oleh salah satu kontestan politik, menurutnya juga berpotensi terjadi konflik, baik konflik secara internal, konflik dengan pemilik perusahaan bahkan dengan kelompok eksternal lainnya. “Ini yang menurut saya perlu di antisipasi bersama,” lanjut dia.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai tingkat kepercayaan publik kepada aparat seperti TNI dan Polri. Jangan sampai ada anggapan aparat mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, sehingga pendukung dari pasangan calon lain tidak percaya kepada aparat.

Namun begitu, melihat dari pengalaman di beberapa negara, Zulfan mengatakan konflik tidak akan terjadi meluas ketika ketahanan pangan dan energi dalam negeri masih kuat.

“Kalau daya tahan pangan kita kuat, apapun situasi politik saya kira tidak terlalu besar menganggu. Sebab saya lihat kalau di Indonesia ini kan yang bermain politik adalah kelompok elit atau menengah ke atas, sedangkan menengah ke bawah sebenarnya tenang saja,” kata dia.

Menurutnya, pada dasarnya, masyarakat akan lebih mengutamakan kebutuhan dasar. Dengan begitu ketika kebutuhan pangan tercukupi, anak masih bisa sekolah, kebutuhan kesehatan juga terpenuhi, akan tidak ada masalah.

Berkaca dari Brazil

Salah satu negara yang dia contohkan adalah Brasil pada 2015. Menurutnya pada saat itu pertumbuhan ekonomi negara tersebut di bawah 3%. Tapi mereka bisa bertahan karena pangan mereka solid. Artinya kekuatan pangan tidak sepenuhnya bergantung impor, sehingga bisa bertahan.

Sementara jika dia melihat, saat ini sektor pangan maupun energi di dalam negeri tidak ada persoalan signifikan.

Peneliti Fintech Center UNS dan Crowe Indonesia, Fadli Septianto, mengatakan selain soal masalah politik dalam negeri, situasi global saat ini juga banyak memberikan tantangan untuk perekonomian bangsa.

Meskipun menurutnya saat ini pemerintah Indonesia telah menjawab dengan cukup baik mengenai tantangan global tersebut. Di antaranya melalui regulasi-regulasi yang dikeluarkan.

Namun menurutnya tantangan-tantangan itu tetap menjadi pekerjaan rumah (PR) yang berat bagi pasangan presiden dan wakil presiden yang terpilih nantinya. Dimana tantangan tersebut harus segera dikendalikan.

Sedangkan dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi di masa saat ini, menurutnya yang terpenting adalah menjaga optimisme masyarakat. Sebab salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perekonomian di Indonesia adalah private consumption. Begitu pula pada masa-masa tahun politik seperti ini.

Sebab menurutnya, secara historis, momentum pemilihan presiden memiliki dampak positif pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Kecuali pada 2019 yang bersamaan dengan pandemi Covid-19.

Untuk itu menurutnya, dalam menghadapi tantangan global dan nasional saat ini, yang paling dinantikan para ekonomom atau akademisi, mungkin bukan masalah siapa yang menjadi pemimpin ke depan.

“Namun lebih ke bagaimana menghadapi hal ini dan bagaimana kebijakan ke depan,” lanjut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya